Oleh: Budi Puryanto
Cuplikan seri sebelumnya (Seri-37)
Ki Joyo bisa memahami mengapa Baginda Raja berbuat begitu. Dia tidak ingin ilmunya hilang tanpa ada pewarisnya.
“Anakmas Cindelaras, mohon maaf sebelumnya, apakah Baginda Raja sudah tahu siapa anakmas sebenarnya,” tanya Ki Joyo.
“Sudah, Ki Joyo. Pada pertemuan kali pertama ditempat ini, Baginda Raja minta sesuatu yang diberikan oleh Ibunda. Saat aku berikan, Baginda Raja kaget. Karena benda itu adalah pemberian beliau kepada Ibunda, saat hendak menikah dulu. Dia memelukku dan mengakui aku sebagai anaknya. Bukan hanya itu Ki Joyo, Baginda ingin aku kelak menggantikannya menjadi raja di Jenggala ini. Tetapi sampai waktunya tiba, aku diminta bersabar tetap disini. Setelah itu beberapa kali Baginda mengunjungiku dimalam hari. Mengajariku banyak hal,” jelas Cindelaras.
Ki Joyo merasa lega hatinya setelah mendengar penjelasan dari Cindelaras. Diluar dugaannya, ternyata hubungan Cindelaras dengan Baginda Raja sudah semakin jauh.
Saat waktunya telah cukup, mereka meninggalkan ruangan penjara. Senyum menghiasi wajah rombongan itu. Juga Cindelaras, senyumnya kepada Respati keuar dari rasa senang yang luar biasa. Senyum itu terus merekah, hingga rombongan itu menghilang dari pandangan.
****************************************
SERI-38
Respati belum bisa memahami apa yang diminta oleh Cindelaras. Apa maksudnya malam itu Cindelaras minta dia bertemu disuatu tempat. Bukankah Cindelaras didalam penjara? Apa dia bisa keluar masuk penjara dengan laluasa? Tetapi dibalik kebigungannya itu dia merasa sangat senang. Dia ingin sekali bisa bertemu Cindelaras lagi.
Perkataan Cindelaras yang singkat didalam penjara benar-benar menggoncang jiwanya yang paling dalam. Kata-kata itu masih terngiang di telinganya. Kata-kata paling indah yang pernah didengar oleh Respati dari Cindelaras. Kata-kata sederhana tetapi waktunya sangat tepat. Hari itu Respati merasa dunia terasa makin indah. Semuanya terasa indah. Warna bunga, semilir angin, daun-daun, langit, semuanya benar-benar indah.
Saat dia masih menikmati keindahan alam oleh karena hatinya yang sedang mekar berbunga-bunga, tiba-tiba telinganya bergetar. Dia ikuti pesn Cindelaras, saat telinganya bergetar segeralah konsentrasi untuk memusatkan pikiran. Maka yang terjadi benar-benar diluar perkiraan Respati. Ada suara Cindelaras seperti berbisik ditelinganya.
“Sekartaji, aku tunggu di bawah pohon besar, didepan pasar kotaraja malam ini. Setelah langit merah dibarat menghilang. Ajaklah Aryadipa untuk menemanimu,” pesan Cindelaras sangat jelas didengar oleh Respati.
Hati Respai bergetar keras, Cindelaras menyebut nama aslinya, Sekartaji. Sudah lama orang tidak menyebut nama itu. Semenjak pergi dari keraton, untuk mencari ilmu dan menenangkan jiwa, dia berganti nama menjado Dewi Condro Kirono. Tapi baru saja Cindelaras menyebutnya. Sungguh baginya terasa istimewa.
“Sekartaji…….” Respati sungguh senang dan bahagia mendengar Cindelaras menyebut namanya itu.
Malam sehabis langit merah dibarat menghilang, itu berarti tidak lama setelah surub, pikir Respati. Dia bergegas memberitahu Aryadipa.
“Arya, aku tadi baru saja menerima pesan dari Cindelaras. Kau diminta menemaniku untuk menemui Cindelaras,” kata Respati.
“Dibawah pohon besar, didepan pasar koraraja. Malam ini, setelah langit merah dibarat menghilang,” sela Aryadipa.
“Bagaimana kau tahu, Arya,” tanya Respati heran.
“Aku juga mendapat pesan dari Cindelaras lewat kontak batin. Aneh, didalam penjara dia justru makin hebat. Kukira saat ini dia sudah siap untuk menjadi raja Jenggala. Apalagi calon permaisurinya sudah ada disini,” jawab Aryadipa menggoda Respati.
Respati tersenyum, tetapi saat ini dia sudah lebih tenang saat digoda Arya.
“Baginda raja pasti telah mengajari banyak hal kepadanya. Mau apa kira-kira dia bertemu kita, Arya,” tanya Respati.
“Ya, namanya anak muda. Biasalah ingin bertemu, kangen sekali dia sama kamu. Waktu bertemu di penjara tidak lama,” jawab Aryadipa.
“Jangan menggoda terus Arya. Bagaimana dia bisa keluar dari penjara. Bukankah tempat seperti itu dijaga terus,” kata Respati.
“Ya seperti baru saja ini. Bagaimana dia bisa melakukan kontak batin dengan kita disini. Padahal dia berada di penjara,” timpal Arya.
“Nanti kita tanyakan saat bertemu. Bersiaplah Arya, sebentar lagi waktu surub tiba,” kata Respati.
****************************
Sesuai pesan Cindelaras, kedua anak muda itu berjalan menuju pasar kotaraja. Pasar sudah sepi pada malam seperti itu. Tinggal satu dua penjual kopi dan ketela serta pisang goreng yang masih buka. Persis didepan pasar itu ada pohon besar, orang-orang menyebutnya pohon Lo. Pohon itu tinggi dan besar, sangat rindang. Bila siang hari banyak orang berteduh dibawahnya. Didekatnya biasanya ada orang berjualan makanan dan minuman. Dawet cendol sangat terkenal dan ramai pembelinya.
Tapi bila malam hari, tempat itu sepi. Bahkan pohon Lo itu menjadi angker dan ditakuti orang. Berkembang cerita bahwa pohon itu menjadi tempat hidupnya memedi genderuwo. Berbadan besar, hitam, rambutnya panjang, giginya besar, dan matanya merah. Cerita seperti itu membuat orang takut mendekat, apalagi duduk-duduk dibawahnya.
Baca Juga:
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 36)
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 37)
Tapi justru Cindelaras menyuruh Respati dan Aryadipa menemuinya ditempat itu. Keduanya mulai mendekati pohon yang berdiri kokoh itu, sambil toleh kanan kiri untuk mencari Cindelaras. Namun tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara Cindelaras dari arah bawah pohon.
“Arya, Respati, kemarilah,” sapa Cindelaras.
Keduanya kaget sejenak, lalu berjalan menuju arah tepat dibawah pohon.
“Duduklah. Disini tenang. Tidak akan ada orang yang mengganggu. Karena orang-orang takut mendekati pohon ini. Khususnya pada malam hari,” Cindelaras memulai berbicara.
Kata-kata Cindelaras membuat suasana menjadi makin mencekam.
“Cindelaras, bagaimana kamu bisa leluasa keluar dari penjara yang dijaga ketat itu,” tanya Aryadipa.
“Apakah kamu mendapat ijin dari para petugas jaga disana,”timpal Respati.
“Aku tidak mungkin minta ijin. Karena pasti tidak diperbolehkan. Mana ada orang dipenjara diijinkan keluar begitu saja?,” jawab Cindelaras.
“Lalu bagaimana kamu bisa berada disini?” tanya Respati semangat.
“Respati, Arya. Aku mengalami banyak hal selama didalam penjara. Waktu luangku, terutama dalam malam hari aku gunakan untuk semedi, mengosongkan pikiran dan keinginan. Aku memusatkan hanya memuji Sang Hyang Widi. Setiap malam aku melakukan hal yang sama. Suatu saat aku didatangi oleh Prabu Airlangga, Prabu Dharmawangsa, dan disaat lainnya didatangi Mpu Sindok, Ratu Shima, Prabu Sanjaya, dan para raja di Nusa Jawa pada masa lalu,” kata Cindelaras.
“Apa yang mereka katakan,” tanya Respati.
“Dalam bahasa yang saya pahami, mereka semua menitipkan negeri Nusa Jawa ini kepadaku. Lalu mereka memberikan pelajaran tata kelola negara, berdasarkan yang pernah mereka terapkan di masing-masing negeranya. ” jawab Cindelaras.
“Negeri Nusa Jawa ini akan menjadi negeri besar lagi, yang kekuasaan dan pengaruhnya diakui diseluruh negeri yang ada dimuka bumi ini. Dahulu, pernah menjadi negeri yang sangat besar, makmur dan sejahtera, tetapi karena tidak mau menyembah Sang Hyang Widi Yang Maha Tunggal, dan tidak tahu terima kasih, serta berlaku sombong, suka membuat kerusakan di bumi, akhirnya negeri Nusa Jawa itu ditelan bencana banjir besar, tenggelam dengan seluuruh manusianya, kecuali sedikit saja yang selamat,” kata Cindelaras.
“Aku diminta berlaku baik saat menjadi raja kelak. Aku harus bisa menjadi contoh bagi segenap rakyat Jenggala. Para raja terdahulu itu juga mengatakan keturunanku kelak akan menjadi raja-raja di negeri Nusa Jawa ini,” sambung Cincelaras.
Cindelaras berhenti sejenak. Seperti menimbang suasana, apakah dia akan mengatakan semua yang diketahuinya. Namun dia melanjutkan perkataannya.
“Bahkan juga memberikan gambaran siapa wanita agung yang akan mendampingiku menjadi raja Jenggala. Wanita yang akan melahirkan raja-raja di Nusa Jawa kelak,” kata Cindelaras.
“Aku bisa menduga, wanita agung itu sudah ada disini. Respati inilah wanita agung dalam gambaran yang kau ceritakan itu,” sela Aryadipa.
Cindelaras berhenti berbicara. Sementara Respati diam menunduk tak berbicara sepatah katapun. Namun hatinya bergemuruh. Dia menunggu apa yang akan dikatakan Cindelaras selanjutnya.
“Bukan Arya, bukan Respati,” jawab Cindelaras pendek.
Suasana menjadi hening. Namun dada Respati berguncang mendengar jawaban Cindelaras. Hatinya merasa hancur lebur. Tetapi dia memilih terus diam.
“Lalu siapa kalau bukan Respati,” desak Aryadipa.
“Wanita agung itu bernama Dewi Sekartaji, putri Kadiri,” jawab Cindelaras pelan dan tenang, tanpa ada emosi. Jiwa Cindelaras sudah makin matang, Sehingga tidak mudah larut oleh perasaan yang sedang melandanya.
“Ha..ha..ha..” Aryadipa tertawa, sambil menoleh kepada Respati yang sebenanrnya adalah Dewi Sekartaji atau Dewi Condro Kirono itu.
Mendengar perkataan Cindelaras, Respati seperti dalam mimpi. Ingin rasanya perkataan itu diulangi lagi seribu kali.
“Arya, waktunya tidak banyak. Tidak lama lagi Baginda akan turun tahta. Dan aku akan diangkat sebagai penggantinya. Arya, kau menjadi saksinya. Aku akan bertanya kepada Dewi Sekartaji secara langsung,” kata Cindelaras.
“Dewi Sekartaji, aku sudah bercerita banyak. Sekarang saatnya aku memintamu untuk menjawab secara langsung. Apakah kamu bersedia menjadi permaisuriku saat aku dinobatkan menjadi raja Jenggala nanti. Karena menurutku, hanya kau yang bisa memenuhi syarat menjadi wanita agung, ibu dari raja-raja di Nusa Jawa ini,” tanya Cindelaras pelan, sambil menatap wajah Dewi Sekartaji yang menyamar dengan nama Respati itu.
Dewi Sekartaji diam. Tetapi hatinya sangat senang dan penuh rasa bahagia. Ini diluar dugaannya. Cindelaras mengatakannya secara langsung disaksikan Aryadipa.
Lama tidak ada perkataan yang keluar dari Dewi Sekartaji. Tetapi Cindelaras menyaksikan anggukan kepala Sekartaji, meskipun itu hanya anggukan pelan.
“Dewi Sekartaji, anggukanmu meski pelan cukup bagiku untuk mengerti apa yang ada dihatimu. Aku sangat senang, Sekartaji. Karena perasaanku mendapat tanggapan di hatimu. Mulai sekarang kau harus lebih hati-hati. Karena di Jenggala akan terjadi pergolakan. Ada pihak lain yang akan merebut tahta Jenggala,” kata Cindelaras tenang.
“Lalu bagaimana kamu bisa memberikan pesan dari jarak jauh kepadaku dan kepada Arya,” tanya Aryadipa, memotong pembicaraan yang menurutunya cukup jelas itu.
“Ini ceritanya agak panjang. Baginda raja setelah tahu bahwa aku memiliki kemampuan memahami bahasa binatang, dia mengajariku untuk mengembangkan ilmu itu. Beberapa binatang memiliki kelebihan bisa memberi pesan dari jarak jauh. Aku pelajari atas bimbingan Baginda raja. Baginda mengajarkan ilmu sangat banyak kepadaku. Bahkan, ilmu aneh-aneh, yang menurutku tidak perlu. Namun aku salah, ternyata semua ilmu ada gunanya. Termasuk aku bisa keluar dari dalam ruangan penjara malam ini. Ini diajarkan oleh Baginda raja,” jawab Cindelaras.
“Kamu tambah sakti Cindelaras. Kamu sudah pantas menjadi raja Jenggala sekarang,” kata Aryadipa.
Baca cerita selanjutnya:
“Kemarin aku belum yakin dan masih ragu. Tetapi setelah mendapat kepastian dari Sekartaji aku saat ini siap, bila Baginda raja sewaktu-waktu memintaku untuk memimpin Jenggala,” kata Cindelaras.
Dewi Sekartaji kali ini tersenyum. Senyum bahagia yang tak tergambarkan. Tanda tanya besar yang selama ini menghantui pikirannya terjawab sudah. Malam itu sungguh malam yang sangat indah baginya. Dia dilamar oleh Cindelaras dalam suasana sederhana namun penuh makna. Ingin rasanya waktu berhenti berputar, agar dia bisa bersama dengan Cindelaras lebih lama lagi.
“Arya, aku titip Sekartaji kepadamu. Jaga dia baik-baik, jangan ada seorangpun yang mencoba menyakiti hatinya. Tidak usah menjengukku lagi dalam penjara, karena itu bisa berbahaya. Aku yang akan menemuimu. Baik secara langsung seperti saat ini, atau dengan cara lain yang lebih aman,” kata Cindelaras.
“Apa cara lain yang lebih aman itu,” sergap Aryadipa.
“Aku akan menemuimu dalam alam mimpi.” jawab Cindelaras.
“Benarkah kau bisa menemuiku dalam alam mimpi,” tanya Sekartaji tiba-tiba.
“Ya, Sekartaji. Aku sudah menguasai ilmu itu. Aku bisa menemuimu dalam mimpi, saat kau tidar lelap. Saat itu kau tidak menyadari bahwa itu mimpi. Karena kau akan merasakan seperti nyata. Memang sebenarnya itu nyata, tetapi dialam yang lain,” jawab Cindelaras.
“Wah gawat ini. Kau bisa seenaknya menggangguku Cindelaras. Saat aku enak-enak tidur, kau bisa merusaknya,” kata Aryadipa, lalu disambut dengan tertawa oleh ketiganya.
Setelah merasa cukup, Sekartaji dan Aryadipa pulang, disaksikan oleh Cindelaras. Baru setelah itu Cindelaras kembali kedalam ruang penjara. Dengan ilmu yang dikuasainya pemberian Baginda raja, maka dia dengan mudahnya masuk keruang penjara, tanpa diketahui oleh petugas jaga.
BERSABUNG
EDITOR: REYNA
Related Posts
Sutoyo Abadi: Jokowi Bisa Jadi Kuntilanak
Sastrawan Riau: Lancang Kuning Menggugat
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 40-TAMAT)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 39)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 37)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 36)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 35)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 34)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 33)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 32)
No Responses
You must log in to post a comment.