Oleh: Budi Puryanto
Cuplikan cerita sebelumnya (Seri 38):
Dewi Sekartaji kali ini tersenyum. Senyum bahagia yang tak tergambarkan. Tanda tanya besar yang selama ini menghantui pikirannya terjawab sudah. Malam itu sungguh malam yang sangat indah baginya. Dia dilamar oleh Cindelaras dalam suasana sederhana namun penuh makna. Ingin rasanya waktu berhenti berputar, agar dia bisa bersama dengan Cindelaras lebih lama lagi.
“Arya, aku titip Sekartaji kepadamu. Jaga dia baik-baik, jangan ada seorangpun yang mencoba menyakiti hatinya. Tidak usah menjengukku lagi dalam penjara, karena itu bisa berbahaya. Aku yang akan menemuimu. Baik secara langsung seperti saat ini, atau dengan cara lain yang lebih aman,” kata Cindelaras.
“Apa cara lain yang lebih aman itu,” sergap Aryadipa.
“Aku akan menemuimu dalam alam mimpi.” jawab Cindelaras.
“Benarkah kau bisa menemuiku dalam alam mimpi,” tanya Sekartaji tiba-tiba.
“Ya, Sekartaji. Aku sudah menguasai ilmu itu. Aku bisa menemuimu dalam mimpi, saat kau tidar lelap. Saat itu kau tidak menyadari bahwa itu mimpi. Karena kau akan merasakan seperti nyata. Memang sebenarnya itu nyata, tetapi dialam yang lain,” jawab Cindelaras.
“Wah gawat ini. Kau bisa seenaknya menggangguku Cindelaras. Saat aku enak-enak tidur, kau bisa merusaknya,” kata Aryadipa, lalu disambut dengan tertawa oleh ketiganya.
Setelah merasa cukup, Sekartaji dan Aryadipa pulang, disaksikan oleh Cindelaras. Baru setelah itu Cindelaras kembali kedalam ruang penjara. Dengan ilmu yang dikuasainya pemberian Baginda raja, maka dia dengan mudahnya masuk keruang penjara, tanpa diketahui oleh petugas jaga.
*****************************************
SERI-39
Ki Joyo dibuat geleng-geleng kepala setelah mendengar cerita dari Aryadipa dan Respati. Ternyata rencana Yang Maha Kuasa diluar perkiraan manusia. Justru ketika di penjara, Cindelaras mendapatkan limpahan ilmu yang tak terkira nilainya. Diluar dugaan, dia bisa bertemu dengan ayahandanya, Baginda raja.
“Cindelaras ini memang manusia kekasih Yang Maha Kuasa. Dia dianugerahi ilmu yang bermacam-macam, yang saat ini sudah jarang ditemukan. Dia sudah bisa berkomunikasi dengan roh para raja di masa lalu. Itu artinya, kemampuan olah rohaninya sudah sangat tinggi. Juga berarti, para raja leluhur Cindelaras merestuinya untuk menjadi raja di Jenggala. Bahkan mereka berpesan agar negeri ini kembali menjadi negeri yang besar, maju, dan berpengaruh diseluruh muka bumi,” kata Ki Joyo.
“Saya punya firasat, raja akan segera mengangkat secara resmi Cindelaras menjadi Pangeran Mahkota yang akan menggantikan kedudukannya nanti. Ini kalau melihat bagaimana keinginan raja dalam mewariskan berbagai ilmu yang dimiliki kepada Cindelaras. Begitu semua ilmu telah diwariskan, saat itulah, menurut perhitunganku, raja akan mengumumkan keputusan penting: membuka jatidiri Cindelaras, dan mengangkat Cindelaras menjadi Pangeran Mahkota,” kata Ki Joyo.
“Cindelaras juga mengatakan tidak lama lagi akan terjadi pergolakan. Namun dia tidak menjelaskan apa yang dimaksud pergolakan itu,” kata Respati.
“Ya, setelah raja membuka jatidiri Cindelaras dan mengangkatnya sebagai Pangeran Mahkota, maka Permaisuri akan kecewa dan marah besar. Karena semua rencananya kandas. Kemudian dia akan menggerakkan smeua kekuatan yang dimilikinya untuk melakukan perlawanan. Itu bisa menyebabkan terjadinya pergolakan,” jawab Ki Joyo.
“Tetapi, bisa juga oleh sebab lainnya, diluar perhitungan manusia,” lanjut Ki Joyo.
Karena hari sudah cukup malam, Ki Joyo mempersilakan Respati dan Aryadipa untuk istirahat. Mereka berdua menuju kamar masing-masing.
Ki Joyo masih terkesan dengan berbagai cerita tentang Cindelaras. Dia berkeyakinan Yang Maha Kuasa akan menjadikan dia sebagai seorang raja besar. Hal itu menilik dari anugerah berbagai ilmu yang diterima oleh Cindelaras.
Tapi yang paling mengganggu pikirannya adalah perkataan Cindelaras, akan terjadi pergolakan di Jenggala.
“Itu pasti saat pergantian kekuasaan. Saat Baginda turun tahta dan Cindelaras menggantikannya sebagai raja. Tapi bisa saja saat sebelum itu, yaitu saat pengangkatan Pangeran Mahkota,” pikir Ki Joyo.
“Saya harus bicara dengan Kaneng Patih besok pagi,” ia memutuskan.
*****************************
Bertemu dalam mimpi
Sementara itu, Respati, malam itu segera tertidur sesampainya di kamarnya. Saat itu hatinya sulit dilukiskan. Bayangan-bayangan selama ini mulai menjadi nyata. Sebenarnya dia tidak ingin segera tidur, karena ingin berlama-lama menikmati keindahan dunia. Namun kedua matanya sangat berat untuk ditahankan. Dia tertidur.
Saat tertidur itulah dia bermimpi bertemu Cindelaras. Bagaimana bahagianya, sulit dijelaskan. Karena tidak ada kata yang benar-benar tepat yang bisa mewakili perasaan itu.
“Sekartaji, aku menunggumu disini. Kemarilah, wanita agung diseluruh jagad Nusa Jawa ini,” kata Cindelaras.
Respati kaget dan menoleh. Karena yang memanggil dirinya Sekartaji selama ini hanya Cindelaras.
“Cindelaras, disini kau rupanya. Bukannya kau meminta aku menemuimu di dibawah pohon besar didepan pasar kotaraja. Mengapa kau ada disini, bukan dibawah pohon besar,” jawab Sekartaji.
“Ha..ha..ha..Sekartaji, bukannya kita sudah bertemu tadi sore. Kau ditemani Arya. Kita bertemu dibawah pohon besar di depan pasar kotaraja. Masa kau lupa, Sekartaji,” kata Cindelaras.
“Benarkah kita sudah bertemu,” tanya Sekartaji.
“Iya sudah. Kamu tidak usah bingung Sekartaji. Aku hanya ingin membuktikan perkataanku, bahwa aku bisa menemuimu dialam mimpi. Saat inilah aku buktikan, agar kau yakin dengan apa yang aku katakan,” jawab Cindelaras.
“Jadi aku ini sedang bermimpi. Bukan nyata,” kata Sekartaji.
“Mimpi itu juga nyata Sekartaji, hanya terjadi dialam yang berbeda. Disini kau juga bisa merasakan senang, bahagia, dan sedih. Cobalah kesini, aku cubit, kau pasti juga bisa merasakan sakit,” kata Cindelaras.
Sekartaji menuruti permintaan Cindelaras untuk mendekat. Saat dicubit tangannya, dia merasakan sakit meskipun hanya sebentar.
“Aduh, sakit Cindelaras. Kamu coba rasakan juga ya, ini aku cubit kamu. Bagaimana sakit apa tidak,” tanya Sekartaji.
“Aku tidak merasakan sakit, Sekartaji, tapi justru senang. Aneh ya,” Cindelaras tertawa menggoda Sekartaji.
Kedua anak muda yang sedang jatuh hati itu saling bercerita kemana-mana dengan perasaan berbunga-bunga.
“Sekartaji. Pertemuan kita cukupkan sampai disini, aku harap kau bisa tidur dengan nyenyak. Agar kau bisa menyambut hari esok dengan badan sehat dan hati bahagia,” Cindelaras berjalan meninggalkan Sekartaji, dalam jarak yang belum jauh, dia menoleh dan melambaikan kedua tangannya tanda berpisah.
Sekartaji menyambutnya dengan melambaikan kedua tangannya sambil tersenyum bahagia.
“Sampai bertemu lagi Cindelaras,” Sekartaji tiba-tiba terbangun, kedua tangannya masih dalam keadaan melambai-lambai dengan perasaan penuh bahagaia.
“Cindelaras baru saja menemuiku dalam mimpi. Rasanya seperti benar-benar ntaya. Perasaan senangku masih tersisa dan membekas. Benar Cindelaras, alam mimpi itu seperti alam nyata juga. Tapi berbeda tempatnya. Aduh, ingin rasanya aku terus bermimpi,” kata Sekartaji dalam hatinya.
Dia berpikir sudah pagi, karena itu bersegera menuju kamar mandi. Tapi rupanya dia salah. Dilihatnya malam masih gelap gulita. Suara jangkrik dan kodok bersautan. Di kejauhan dia mendengar kokok ayam jantan, tapi tidak saling bersautan. Pertanda hari masih malam.
“Ternyata baru sebentar aku tertidur, tapi rasanya sudah cukup lama aku bertemu dan saling bercerita dengan Cindelaras dalam mimpi tadi,” pikir Sekartaji.
“Aku mau tidur lagi, siapa tahu bisa bertemu dengan Cindelaras dialam mimpi nanti,” kata Sekartaji sambil tersenyum dengan penuh harapan.
*************************************
Pagi di Kepatihan
Seperti tidak ada waktu lain, Ki Joyo pagi-pagi sudah menghadap Ki Patih di Kepatihan. Dia ingin segera melaporkan pertemuan aneh antara Cindelaras, Respati Aryadipa.
Saat Ki Patih sudah beraa didepannya, Ki Joyo ceritakan semua yang didengarkan dari Respati maupun Aryadipa, tadi malam.
“Cindelaras memang pilihan Yang Maha Kuasa. Dia dipilih dan dianugerahi berbagai bekal ilmu untuk membuat negeri Jenggala besar dan maju. Hemm…” kata Ki Patih menyambut cerita Ki Joyo.
“Ki Joyo, menilik cerita tadi. Salah satu ilmu tingkat tinggi yang dimiliki raja yaitu ilmu “gerak tanpa bayangan” dan “menembus dinding” sudah diwariskan kepada Cindelaras. Bisa jadi, semua ilmu milik Baginda raja sudah dikuasai dengan baik oleh Cindelaras. Rupanya ini teka-teki yang belum aku pecahkan, mengapa Baginda raja sengaja membiarkan Cindelaras tetap didalam penjara,” kata Ki Patih.
“Kanjeng Patih, Cindelaras juga berpesan, berhati-hatilah karena sebentar lagi akan terjadi pergolakan di Jenggala,” kata Ki Joyo.
“Tidak lama lagi, waktu yang aku tunggu akan tiba, Ki Joyo” kata Ki Patih
“Maksud Kanjeng Patih?” sela Ki Joyo.
“Pergantian kekuasaan itu akan segera tiba. Cindelaras akan segera diangkat menjadi Pangeran Mahkota, calon resmi yang akan menggantikan Baginda raja,” jawab Ki Patih.
“Saat itulah Ki Joyo, kemungkinan pergolakan akan terjadi. Permaisuri pasti sangat kecewa dan marah karena rencananya gagal total. Apalagi, setelah Baginda membuka jatidiri Cindelaras, Ibundanya, dan membeberkan rahasia rencana jahat permaisuri, yang selama ini terkunci tiada yang tahu. Dia pasti akan melawan dengan mengerahkan semua kekuatannya,” jawab Ki Patih.
“Kita harus bersiap lebih waspada lagi Ki Joyo. Karena menurut dugaanku, sesuai dengan perhitunganku dari laporan pasukan khusus, pergolakan itu, tepatnya pemberontakan itu bisa terjadi setiap saat,” kata Ki Patih.
“Menurut laporan pasukan sandi, Permaisuri sudah jarang ada di istana. Dia lebih banyak berada di luar istana, bertemu dengan orang-orang sakti dari aliran hitam. Juga menemui kelompok-kelompok perguruan silat. Dia sedang menghimpun kekuatan. Pada saatnya nanti pasti kekuatan itu akan diarahkan ke istana,” jawab Ki Patih,
“Kita harus mendahului gerakan permaisuri. Saya akan berbicara kepada Baginda untuk segera membuat keputusan agung. Mengangkat Cindelaras sebagai Pangeran Mahkota,” tegas Ki Patih.
“Saya sependapat dengan Kanjeng Patih,” kata Ki Joyo.
Hari itu juga, setelah Ki Joyo pamitan, Ki Patih berangkat menuju istana. Dia langsung menuju Puri Raja. Ki Patih tidak mau membuang-buang waktu. Dia benar-benar merasa waktu begitu sempit. Sehingga tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
“Ada apa Ki Patih pagi-pagi begini sudah menghadapku. Tidak biasanya, apakah ada yang genting, ha..ha..ha…,” tanya raja dengan santainya.
Ki Patih mengucap salam dan mendoakan keselatamatan dan panjang umur bagi Baginda raja. Kemudian menceritakan semua yang diketahuinya, baik kabar yang bersumber dari Ki Joyo maupun dari pasukan khusus sandi.
“Ha..ha…ha…Cindelaras rupanya sudah menguasai semua ilmu yang aku ajarkan. Bagus, bagus. Anak itu memang cerdas sekali. Cepat sekali menguasai ilmu. Aku butuh waktu bertahun-tahun untuk belajar ilmu-ilmu tersebut. Tapi Cindelaras tidak sampai satu bulan sudah bisa menguasai semuanya dengan sempurna,” kata raja dengan bangga memuji Cindelaras.
“Lalu apa usulmu Ki Patih,” tanya Baginnda raja.
“Secepatnya Baginda menetapkan Cindelaras sebagai Pangeran Mahkota, calon resmi yang akan menggantikan Baginda,” jawab Ki Patih lugas. Ki Patih kemudian menguraikan berbagai pertimbangannya, termasuk segala resiko yang mungkin terjadi.
“Baiklah aku setuju. Aku memang menunggu waktu sampai Cindelaras mampu menguasai semua ilmu yang aku wariskan. Sekarang aku melihat, dia sudah menguasai dengan sempurna. Ki Patih, segera gelar Pisowanan Agung, katakan acaranya aku akan mengadili kejahatan Cindelaras karena melanggar aturan negara,” kata Baginda raja.
Ki Patih lega hatinya. Ternyata usulnya gayung bersambut. Maka hari berikutnya digelar Pisowanan Agung yang dihadiri oleh semua nayaka praja utama.
Baca Juga:
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 37)
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 38)
***************************************
Diangkat Pangeran Mahkota
Segenap nayaka praja hadir di Bangsa istana. Baginda datang dan langsung duduk di kursi raja. Kursi disebelah Baginda raja tampak kosong. Itu adalah kursi permaisuri. Sejak kejadian yang memalukan tempo dulu saat pengukuhan Ki Patih itu, permaisuri tidak pernah lagi hadir dalam pisowanan agung. Keadaan ini sudah dimaklumi oleh semua nayaka, sehingga mereka tidak lagi bertanya-tanya.
Setelah semua nayaka menghaturkan “sembah bekti”, berdoa untuk keselamatan dan kesejateraan baginda raja, maka Ki Patih membuka acara pisowanan agung itu dengan kegiatan tunggal: mengadili Cindelaras. Raja akan memberikan hukuman yang setimpal dengan kesalahan yang dilakukan oleh Cindelaras.
Ruang Bangsal hening. Pasukan jaga segera membawa Cindelaras masuk. Dia ditempatkan didepan Baginda raja dalam keadaan tangan diikat. Namun ada sedikit keanehan bagi yang memperhatikan dengan seksama. Pakaian Cindelaras bagus dan rapi. Wajahnya bersih bersinar tanpa ada goresan kesedihan, apalagi ketakutan. Anak muda itu tenang sekali.
Setelah itu Baginda Raja bertitah. Suaranya berat berwibawa. Semua nayaka memperhatian tiap kata yang diucapkan Baginda Raja. Mereka tidak mau tertinggal satu patah kata pun, karena pengadilan terhadap Cindelaras ini pasti akan menjadi kabar yang menggemparkan. Mereka bertanya-tanya, hukuman apa yang akan dijatuhkan Baginda Raja. Semua tahu kesalahannya hanyalah karena Cindelaras melakukan adu jago, saat kegiatan itu dilarang oleh negara. Lain tidak.
“Wahai para nayaka praja Jenggala, kalian sudah tahu siapa anak muda yang ada didepanku ini? Katakan semuanya, siapa anak muda ini?” tanya Baginda Raja, yang segera disambut dengan jawaban hampir bersamaan oleh segenanap nayaka praja..
“Cindelaras………………”
“Tahukan kalian semua, apakah kesalahannya sehingga anak muda ini dipenjara?” tanya Baginda Raja. Susana bangsal hening. Tak ada jawaban satupun.
“Ya, kesalahan anak muda ini karena dia melakukan adu jago, saat negara melarangnya. Dia ditangkap dan dipenjara. Dia sudah menjalani hari-hari buruknya dalam penjara itu. Aku bertanya kepada kalian semua, apa hukuman yang pantas bagi anak muda ini,” tanya Baginda Raja.
Seorang perwira muda tiba-tiba berdiri dan minta diberi kesempatan untuk berbicara.
“Baginda Raja, mohon maaf sebelumnya kalau hamba dianggap lancang. Anak muda yang namanya Cindelaras ini, memang bersalah. Namun Baginda perlu mempertimbangkan sebelum menjatuhkan hukuman. Larangan itu sekarang sudah dibatalkan. Sehingga adu jago sudah dibolehkan lagi. Selanjutnya, Baginda Raja, Cindelaras sudah menjalani hukumannya berbulan-bulan dalam penjara.”
Baca seri berikutnya:
“Mohon maaf Baginda Raja, mohon kebaikan Cindelaras selama ini dipertimbangkan. Banyak rakyat kita, terutama yang miskin, mendapat uluran tangan, kebaikan hati dari Cindelaras saat adu jago. Setelah menang Cindelaras membagikan hasil kemenangannya kepada orang-orang miskin. Juga kepada orang-orang tua jompo. Kepada para janda yang menghidupi anak-anak yang diitnggalkan suaminya. Juga memberikan bekal kepada para pengembara pencari ilmu. Dia sama sekali tidak mengambil hasil dari kemenangannya.”
Raja diam terpaku mendengarkan perkataan seorang perwira muda ini.
“Lanjutkan, kalau masih ada yang ingin kau katakan,” kata Baginda Raja.
“Mohon maaf Baginda, Cindelaras melakukan hal itu tidak hanya sekali dua kali. Tetapi dia melakukannya di mana-mana. hampir di seluruh pelosok negeri Jenggala. Sehingga saat dia dipejara, banyak rakyat miskin menangis. Mengapa anak muda sebaik itu harus dipenjara gara-gara adu jago. Seandainya dibolehkan dijenguk oleh rakyat, penjara itu akan penuh sesak setiap hari.”
“Baginda Raja, anak muda ini diam-diam dicintai oleh rakyat Jenggala. Bila dia diperlakukan tidak adil, mohon maaf Baginda Raja, saya mengkhawatirkan nama baik Baginda akan rusak karenanya.”
Baginda Raja memperhatikan perwira muda yang pintar bertutur kata itu. Raja terkesima dengan uraian yang menyentuh perasaan itu.
“Lalu apa pendapatmu wahai perwira muda yang berani dan pintar. Katakan jangan takut,” kata Raja.
“Mohon ampun Baginda Raja, kalau boleh saya mengusulkan…….Cindelaras dibebaskan saja. Sekali lagi mohon maaf,” kaya perwira muda itu.
“Dibebaskan? Bagaimana pendapat kalain semua yang hadir disini. Apakah Cindelaras pantas dibebaskan?” tanya Baginda Raja.
“Ya Baginda, dibebaskan lebih baik,” sahut perwira lainnya.
“Baiklah aku mengambil keputusan: sejak saat ini Cindelaras dibebaskan,” kata Baginda Raja.
Diluar dugaan, keputusan itu disambut gembira oleh semua nayaka praja. Tepuk tangan menggema diruang bangsa itu. Benar-benar keputusan yang dinanti-nanti bukan saja oleh rakyat Jenggala, tetapi para nayaka praja pun mengharapkannya.
Baginda Raja senang karena keputusan itu ternyata disambut baik oleh segenap nayaka yang hadir diruangan bangsal itu. Dia merasa yakin, saatnya telah tiba untuk membuka misteri yang selama ini tertutup rapat.
“Baiklah, dengarkan baik-baik apa yang akan aku katakan selanjutnya. Aku akan membuat keputusan penting bagi keberlangsungan hidup kerajaan Jenggala. Tapi sebelum keputusan aku jatuhkan, akau akan ceritakan suatu peristiwa penting, yang selama ini menjadi misteri yang tertutup rapat-rapat. Bahkan tak seorang pun rakyat Jenggala mengetahuinya,” kata Baginda Raja yang disimak dengan sungguh-sungguh oleh para nayaka.
“Wahai, para nayaka praja yang aku cintai dan aku andalkan. Kalian mungkin hanya mengenal Cindelaras sebagai anak muda baik, tukang adu jago yang hasil kemenangannya selalu dibagi-bagikan kepada rakyat miskin. Dia memiliki ayam jago yang hebat, tak pernah terkalahkan sekalipun. Tetapi saya mau bertanya kepada kalian semua, tahukah kalian siapa sebenarnya anak muda ini? Siapa orang tuanya? Darimana dia berasal,” tanya Raja yang membuat semua sadar, bahwa mereka selama ini tidak pernah megetahuinya.
“Hari ini aku akan membuka jatidiri Cindelaras yang sebenanrnya. Dengarkan baik-baik. Cindelaras sebenarnya adalah putraku sendiri. Dia putraku dari permaisuri yang lama. Permaisuri tidak meninggal. Dia melahirkan dalam pengasingan ditempat jauh dari istana. Anak itu oleh ibunya diberi nama Cindelaras,” kata Baginda dengan tenang dan berwibawa.
Titah Baginda Raja seperti bom meledak, ruangan bangsal tergoncang hebat. Seisi ruangan menjadi kaget. Dada mereka bergetar keras. Misteri terselubung telah dibongkar oleh Baginda Raja.
“Dengarkan wahai nayaka praja Jenggala yang aku cintai dan aku andalkan. Setelah kau tahu semua itu, aku akan memberikan nama baru bagi Cindealaras. Raden Panji Inu Kertopati,” kata Baginda Raja.
Setelah suasana kembali tenang Baginda Raja kembali bertitah.
“Aku telah memutuskan melalui renungn yang dalam. Untuk kebaikan dan keberlangsungan negeri Jenggala ini, maka aku angkat Raden Panji Inu Kertopati sebagai Pangeran Mahkota yang secara resmi akan menggantikan kedudukanku kelak, setelah aku lengser,” kata Baginda Raja, yang sekali lagi, mengguncang pikiran dan jiwa segenap yang hadir.
Semuanya serba cepat. Semuanya serba diluar dugaan para nayaka praja. Cindelaras yang kemarin masih dipenjara, kini sudah diangkat menjadi Pangeran Mahkota. Dia calon raja Jenggala nantinya.
“Seluruh nayaka praja harus menghormati keputusanku ini. Ki Patih aku minta segera mengumumkan kepada seluruh rakyat Jenggala tentang keputusanku ini. Bagi siapa saja yang menolak keputusan ini akan berhadapan denganku. Apakah kalian setuju dan mendukung keputusanku?” tanya raja.
“Setuju Baginda Raja dan mendukung keputusan Baginda raja,” jawab segenap nayaka praja yang hadir.
“Raden Panji Inu Kertopati berdirilah. Dipundakmu negeri Jenggala aku titipkan,” kata Baginda Raja.
“Ini adalah keris pusaka kerajaan. Sebagai pertanda restuku. Terimalah,” kata raja, sambil menyerahkan keris pusaka kepada Raden Panji Inu Kertopati.
Bisa diduga, kejadian di Pisowanan Agung hari itu menyebar luas dengan cepat seperti ingin. Kabar itu menggoncangkan negeri Jenggala. Seluruh rakyat Jenggala dibuat kaget oleh keputusan Baginda Raja.
Kabar itu diterima oleh permaisuri baru pada hari itu juga. Yang membawa kabar itu tidak lain adalah Ki Senopati, yang hadir pada Pisowanan Agung itu.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Related Posts
Sutoyo Abadi: Jokowi Bisa Jadi Kuntilanak
Sastrawan Riau: Lancang Kuning Menggugat
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 40-TAMAT)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 38)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 37)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 36)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 35)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 34)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 33)
Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 32)
No Responses
You must log in to post a comment.