Oleh: Achmad Nur Hidayat
Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakata
Kenaikan 6,5% untuk UMP 2025 tersebut Tepat Namun Belum Cukup Jitu (Achmad Nur Hidayat)
Keputusan pemerintah menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) nasional sebesar 6,5% untuk tahun 2025 patut diapresiasi.
Kenaikan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja, terutama di tengah tantangan ekonomi pascapandemi dan fluktuasi harga barang kebutuhan pokok.
Namun, langkah ini, meskipun penting, belum cukup jitu untuk menangani persoalan mendasar ketenagakerjaan di Indonesia, terutama bagi pekerja informal yang merupakan mayoritas tenaga kerja di negeri ini.
Signifikansi Kenaikan UMP
Kenaikan UMP 2025 membawa implikasi positif, terutama dalam meningkatkan daya beli pekerja formal. Dengan kenaikan 6,5%, UMP rata-rata nasional diperkirakan mencapai Rp5,39 juta, meningkat dari Rp5,07 juta pada tahun 2024.
Dalam konteks inflasi dan biaya hidup yang terus meningkat, kebijakan ini setidaknya memberikan ruang bagi pekerja untuk mempertahankan daya beli mereka.
Namun, kenaikan ini tidak cukup untuk menutup kesenjangan antara pertumbuhan upah dan kebutuhan hidup layak (KHL), terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Medan.
Data menunjukkan bahwa upah minimum di sejumlah daerah masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan UMP, meskipun penting, tetap memiliki keterbatasan dalam menciptakan kesejahteraan yang merata.
Pekerja Informal: Mayoritas yang Terabaikan
Salah satu kelemahan mendasar dari kebijakan kenaikan UMP adalah tidak menyentuh mayoritas pekerja di sektor informal. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 56% dari total tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor informal.
Mereka mencakup pedagang kaki lima, buruh harian, pengemudi ojek online, hingga pekerja rumah tangga. Kelompok ini, meskipun memberikan kontribusi besar pada perekonomian, tidak memiliki perlindungan formal seperti jaminan sosial, kepastian pendapatan, atau hak atas kenaikan UMP.
Kenaikan UMP tidak memberikan dampak langsung bagi pekerja informal karena mereka tidak terikat pada sistem upah yang diatur oleh undang-undang ketenagakerjaan.
Akibatnya, mayoritas pekerja di sektor ini tetap terjebak dalam ketidakpastian pendapatan, tanpa jaminan yang memadai untuk menghadapi kenaikan harga barang dan jasa.
Pentingnya Skema Perlindungan Kenaikan Harga
Dalam kondisi di mana mayoritas tenaga kerja berada di sektor informal, kenaikan UMP harus disertai dengan tindakan lain yang lebih inklusif.
Salah satu tindakan yang perlu dilakukan adalah memperkenalkan skema perlindungan terhadap kenaikan harga bagi pekerja informal.
Skema ini dapat berupa bantuan langsung tunai (BLT), subsidi barang kebutuhan pokok, atau program perlindungan sosial yang dirancang khusus untuk kelompok pekerja informal.
Langkah ini penting untuk memastikan bahwa kelompok pekerja yang tidak terjangkau oleh kebijakan UMP tetap memiliki daya beli yang cukup.
Selain itu, skema ini dapat menjadi bentuk pengakuan terhadap kontribusi pekerja informal dalam perekonomian nasional.
Kemudahan Legalitas dan Insentif bagi Pekerja Informal
Selain perlindungan terhadap kenaikan harga, pemerintah perlu memperhatikan aspek legalitas dan kepastian pendapatan bagi pekerja informal.
Salah satu hambatan utama yang dihadapi oleh pekerja informal adalah sulitnya mendapatkan pengakuan legal atas pekerjaan mereka.
Hal ini membuat mereka rentan terhadap eksploitasi dan sulit mengakses program-program perlindungan sosial.
Pemerintah dapat memperkenalkan kebijakan yang mempermudah legalitas usaha atau pekerjaan di sektor informal.
Misalnya, dengan menyederhanakan proses perizinan usaha mikro dan kecil (UMK) atau memberikan insentif pajak bagi pekerja informal yang mendaftarkan usahanya secara resmi.
Langkah ini tidak hanya memberikan perlindungan hukum bagi pekerja informal, tetapi juga membuka akses mereka terhadap berbagai program bantuan pemerintah.
Selain itu, pemerintah perlu mengembangkan skema insentif kepastian pendapatan bagi pekerja informal.
Misalnya, melalui program asuransi pendapatan yang memberikan jaminan minimum pendapatan bulanan bagi pekerja di sektor ini. Skema semacam ini telah diterapkan di beberapa negara dengan hasil yang positif dalam mengurangi ketimpangan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja informal.
Transformasi Sistem Ketenagakerjaan
Langkah-langkah di atas perlu dilihat sebagai bagian dari transformasi sistem ketenagakerjaan yang lebih besar.
Sistem ketenagakerjaan Indonesia saat ini cenderung memberikan perhatian lebih pada sektor formal, sementara sektor informal sering kali hanya menjadi pelengkap kebijakan.
Padahal, untuk menciptakan kesejahteraan yang merata, sektor formal dan informal harus diperlakukan secara setara dalam perumusan kebijakan ketenagakerjaan.
Transformasi ini membutuhkan perubahan paradigma dari pemerintah, pengusaha, dan masyarakat.
Pemerintah perlu melihat sektor informal sebagai bagian integral dari perekonomian nasional, bukan sekadar sektor yang berada di luar sistem formal.
Pengusaha perlu menyadari bahwa investasi dalam kesejahteraan pekerja, baik formal maupun informal, pada akhirnya akan membawa manfaat jangka panjang bagi produktivitas dan stabilitas sosial.
Sementara itu, masyarakat perlu didorong untuk menghargai dan mendukung pekerja informal sebagai bagian dari komunitas ekonomi yang lebih luas.
Kenaikan UMP 2025 adalah langkah yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja formal.
Namun, kebijakan ini belum cukup jitu untuk menciptakan kesejahteraan yang merata di tengah dominasi pekerja informal di Indonesia.
Untuk itu, pemerintah perlu melengkapi kebijakan ini dengan tindakan lain, seperti memperkenalkan skema perlindungan kenaikan harga, mempermudah legalitas bagi pekerja informal, dan memberikan insentif kepastian pendapatan.
Langkah-langkah ini tidak hanya akan memberikan manfaat langsung bagi pekerja informal, tetapi juga memperkuat fondasi perekonomian nasional.
Dengan menciptakan sistem ketenagakerjaan yang lebih inklusif dan berkeadilan, Indonesia dapat bergerak menuju visi kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyatnya.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Kita Harus Faham DNA Media Barat
Bukti Gamblang, Kebenaran Takdir Allah
Roadmap Indonesia Menuju Emisi Nol 2060: Tantangan dan Solusi untuk Meningkatkan Produksi Energi Bersih
Turki: Contoh Keseriusan Menuju Emisi Nol dengan Energi Terbarukan
Keikhlasan Kunci Keberhasilan
Akurasi Membaca Kemunculan Pratanda Pilbup Kulon Progo
Para Pejabat Negara Perlu Belajar Ilmu Komunikasi
BUMN Indonesia menyedihkan, Bagaimana Mau Setara Temasek
Membantah Penilaian The Economist: Presiden Prabowo dan Kabinetnya Memiliki Visi Kuat
Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (Bagian 2): “Profesor Kancil”, “Don Dasco”, dan “Mr. Dasco”
No Responses