Keadilan Hukum HRS, Muhammad Taufiq : Sepatutnya Habib Rizieq Bebas

Keadilan Hukum HRS, Muhammad Taufiq : Sepatutnya Habib Rizieq Bebas
Dr. Muhammad Taufiq, SH,MH,



ZONASATUNEWS.COM, SURAKARTA– Keadilan Hukum antara HRS & Koruptor menjadi topik utama dalam webinar yang dilaksanakan 5 September 2021 dengan Dr. Muhammad Taufiq, S.H.,M.H sebagai narasumber.

Kasus HRS menarik banyak perhatian masyarakat apalagi ketika putusan perkaranya dibandingkan dengan putusan perkara-perkara korupsi. Dalam hal ini Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan 4 tahun penjara atas kasus swab test Rizieq Shihab di RS Ummi Bogor

Dalam webinar ini Dr. Muhammad Taufiq, S.H.,M.H menjelaskan bahwa berdasarkan fakta hukum dari HRS maka sepatutnya ia dibebaskan dari penahanannya dengan berbagai pertimbangan,diantaranya :

Surat Penetapan Perintah Penahanan Nomor: 1831/Pen.Pid/2021/PT DKI tertanggal 5 Agustus 2021 yang ditandatangani oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak-hak asasi Habib Rizieq Syihab.

Masa penahanan Terdakwa Moh. Rizieq bin Sayyid Husein Shihab alias Habib Muhammad Rizieq Shihab dalam perkara Nomor: 221/Pid.Sus/2021/PN Jkt Tim Jo Nomor: 171/Pid.Sus/2021/PT DKI akan berakhir pada tanggal 25 Agustus 2021, sedangkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas perkara tersebut menguatkan dengan hukuman 8 (delapan) bulan dan masa penahanan berdasarkan putusan tersebut berakhir pada tanggal 8 Agustus 2021,

Penahanan pada perkara Prokes Petamburan dijadikan sebagai dasar perpanjangan penahanan untuk perkara RS UMMI. Hal ini dapat dilihat dari masa penahanan yang berakhir pada tanggal 8 Agustus 2021 disambung dengan perintah penahanan terhitung sejak tanggal 9 Agustus 2021 untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.

“Dengan kata lain Penetapan Perintah Penahanan tersebut mendasarkan pada perkara Prokes Petamburan,” kata Taufiq

Dalam perkara RS. UMMI, HRS dari tahap penyidikan sampai pemeriksaan di sidang pengadilan tidak pernah dilakukan penahanan. Pengadilan dalam perkara a quo juga tidak memerintahkan penahanan.

Oleh karena itu, tidak dapat dibenarkan perpanjangan penahanan menggunakan perkara yang lain (in casu perkara Prokes Petamburan).

“Surat penetapan perintah penahanan pengadilan tinggi DKI Jakarta tidak dapat diterima sebagai suatu kenyataan hukum yang pasti, dalam hal ini batal demi hukum,” jelas Taufiq.

Hal tersebut juga dikuatkan dengan ketentuan bahwa asas hukum acara pidana yang mewajibkan semua perkara harus dipidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tersangka atau terdakwa memiliki hak, saksi memiliki hak, dan juga penegak hukum memiliki hak yang telah diatur dalam hukum sehingga tidak bisa bertindak semena-mena.

Kasus HRS menjadi semakin miris ketika kita mengetahui bagaimana hukuman koruptor seringkali memperoleh keringanan. Sebagai contoh hukuman Juliari Batubara diringankan dengan pertimbangan bahwa dirinya telah cukup dicerca, dimaki, dan dihina masyarakat adalah hal yang aneh.

“Putusan ini adalah sebuah putusan yang tidak bisa dinalar dengan akal sehat. Kondisi ini tentu menjadi hal yang sangat aneh di Indonesia, padahal telah jelas tertuang pada pasal 52 KUHP yang menyebutkan bilamana seseorang melakukan kejahatan dan seseorang itu adalah sebagai pejabat maka dengan adanya kekuasaan dan jabatan itu hukuman ditambah menjadi sepertiga.,” tegas Taufiq. (Disetrap.com)

EDITOR : SETYANEGARA