
', layer: '
RIHLAH TAMAT 4
Rombongan Rihlah Peradaban di depan Plaza de Torros
'}, {id: 66435, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/08/RIHLAH-TAMAT-3.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/08/RIHLAH-TAMAT-3-150x150.jpg', permalink: '
', layer: '
RIHLAH TAMAT 3
Rombongan Rihlah Peradaban singgah sejenak di restoran Maroko yang menyajikan
makanan halal, Khaima Park
'}, {id: 66437, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/08/RIHLAH-TAMAT-2.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/08/RIHLAH-TAMAT-2-150x150.jpg', permalink: '
', layer: '
RIHLAH TAMAT 2
Bukit Dispenia Peros di Jaen, tempat pembuangan mayat-mayat tentara AlMuwahhidun saat Perang al-Iqab.
'}, {id: 66438, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/08/RIHLAH-TAMAT.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/08/RIHLAH-TAMAT-150x150.jpg', permalink: '
', layer: '
RIHLAH TAMAT
Muhammad bin Abdullah bin Malik ath-Tha\'i alJayyani (1202 - 1274 M)
'} ];
Tulisan berseri ini diambil dari buku menarik berjudul “Rihlah Peradaban, Perjalanan Penuh Makna di Turki dan Spanyol” yang ditulis oleh Biyanto, Syamsudin, dan Siti Agustini. Ketiganya adalah fungsionaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur.
Buku ini mengisahkan perjalanan di Turki dan Spanyol, dua tempat yang penuh dengan memori kejayaan Islam dimasa lalu. Buku ini sangat menarik. Selamat mengikuti serial ini.
Buku ini mengisahkan perjalanan di Turki dan Spanyol, dua tempat yang penuh dengan memori kejayaan Islam dimasa lalu. Buku ini sangat menarik. Selamat mengikuti serial ini.
Ahad, 16 Oktober 2022, pukul 09:10, waktu setempat, rombongan Rihlah Peradaban PWM Jawa Timur keluar dari Hotel Euro Stars Madrid Forrow. Hotel ini merupakan tempat menginap rombongan selama berada di kota Madrid.
Saat itu, rombongan menuju Cordoba yang masuk wilayah provinsi Andalusia. Madrid sendiri merupakan kota paling ramai kedua di Eropa setelah Paris, Perancis. Menurut sejarahnya, kota Madrid dulu hanyalah padang rumput untuk gembalakan hewan ternak.
Nama Madrid diberikan oleh kaum Muslimin yang berkuasa saat itu. Terambil dari kata majre, yaitu wilayah subur yang dialiri sungai. Umat Islam-lah yang pertama kali mengubah padang rumput Madrid menjadi pemukiman yang ramai.
Faktanya Madrid memang wilayah subur. Di kanan dan kiri sepanjang perjalanan menuju Cordoba, terlihat hamparan pohon oak dan pinus.
Jika semakin dekat dengan Cordoba, maka semakin terlihat hamparan kebun zaitun, kacang almond, anggur, dan kapas. Buah tin juga ditemukan, namun tidak ditanam di kebun. Ia tumbuh secara alami di pucuk bukit.
Pohon kurma juga tumbuh dengan baik, setidaknya yang terlihat di sekitar gerbang masuk kota Cordoba. Buah kurma di wilayah ini tidak bisa dipanen, sebab tidak memperoleh cuaca panas yang cukup. Buah kurma yang sejatinya siap panen menjadi rusak karena keduluan datangnya musim dingin.
Plaza de Toros
Masuk kota Madrid, jangan lupa singgah di Plaza de Toros. Plaza dalam bahasa Spanyol berarti lapangan atau alun-alun. Sedangkan toros berarti sapi (dari bahasa Arab, thaur). Plaza de Toros adalah stadium megah dan indah dengan arsitektur khas Moor (muslim).
Inilah tempat dilangsungkannya pertunjukan matador. Matador adalah atlet penakluk banteng liar. Sedangkan toro adalah banteng liar itu sendiri.
Pertandingan antara matador dan toro adalah budaya yang paliing populer di Spanyol. Bahkan, terasa sudah menjadi icon Negeri Matador itu.
Namun belakangan keberadaannya dikecam keras oleh aktivis lingkungan hidup semacam green peace dan organisasi organisasi pencinta binatang.
Hal itu karena dalam pertunjukan matador ada penyiksaan yang kejam kepada banteng. Di balik kain merah yang dipegang para matador terdapat pisau kecil yang runcing dan tajam.
Setiap kali banteng menanduk, maka saat itu juga pisau tadi ditusukkan ke arah banteng. Pada akhirnya banteng mati perlahan karena kehabisan darah. Daging banteng yang mati dalam acara matador harganya lebih mahal dari daging sapi biasa, sebab dagingnya dinilai berkualitas tinggi.
Banteng liar untuk pertunjukan matador ini dipelihara secara khusus di wilayah antara Madrid hingga Cordoba. Banteng-banteng tersebut memperoleh nutrisi dan perlakuan khusus hingga layak dibawa ke lapangan Plaza de Toros.
Karena ada penyiksaan binatang dan praktik penyembelihan yang tidak syar’i, maka hal ini dilarang dalam pandangan syariat Islam. Pandangan ini dianut berbagai komunitas Muslim di Spanyol.
Provinsi Jaen
Rombongan Rihlah Peradaban singgah sejenak di restoran milik imigran asal Maroko yang menyajikan makanan halal. Menunya sea food, olahan daging ayam dan sapi. Lengkap dengan sayur-mayur dan buah-buahan yang masih segar.
Nama resto ini Khaima Park. Terletak di distrik Guaruman (dari bahasa Arab, wadi rumman atau lembah delima), Provinsi Jaen. Menurut Yasin Maimir, tour guide yang memandu rombongan, Provinsi Jaen adalah tempat kelahiran ulama ahli bahasa Arab yang terkenal, yaitu Ibnu Malik al-Jayyan.
Buku karangannya yang berjudul Alfiyah ibnu Malik, dipelajari di berbagai lembaga pendidikan keagamaan Islam seluruh dunia, terutama di Indonesia, dari dulu hingga sekarang.
Muhammad ibnu Malik adalah maestro bahasa Arab yang tidak ada
tanding, setelah al-Khalil bin Ahmad, Sibawaih, dan az-Zujaj.
Rombongan Rihlah Peradaban singgah sejenak di restoran Maroko yang menyajikan makanan halal, Khaima Park.

Rombongan Rihlah Peradaban singgah sejenak di restoran Maroko yang menyajikan makanan halal, Khaima Park
Sebelum masuk kota Cordoba, ada kota yang cukup penting dalam sejarah Islam di Andalusia, yaitu kota Jaen. Kota Jaen adalah ibu kota provinsin Jaen. Salah satu provinsi dalam komunitas otonom Andalusia, Dikenal oleh orang Romawi sebagai Aurinx, kota ini adalah pusat kerajaan Islam Jayyán.
Kota ini dikuasai kembali oleh raja Katholik Ferdinand III dan Leon pada tahun 1246. Di antara tonggak peradaban yang ditinggalkan umat Islam pada periode ini adalah kastil Santa Catalina (Castillo de Santa Catalina).
Kastil ini semula adalah benteng pertahanan kerajaan Islam Jayyan. Hal ini berlangsung sampai pada abad ke-12. Kemudian berubah menjadi katedral setelah gabungan kerajaankerajaan Katholik mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam yang berkuasa di wilayah itu.
Di provinsi Jaen terdapat kota kecil yang menyisakan nestapa mendalam pada lintasan sejarah Muslim, yaitu Kota Castilla La Mancha. Dulunya merupakan wilayah perbatasan antara kerajaan Kristen dan Muslim.
Pada tahun 1212, terjadi Perang al-Iqab. Perang antara pasukan kerajaan al-Muwahhidun melawan tentara Salib. Perang Salib sendiri diproklamasikan oleh Paus Innocent III.
Pertempuran al-‘Iqāb ini juga disebut dengan pertempuran Las Navas de Tolosa. Pertempuran besar pada 16 Juli 1212 ini merupakan penguasaan kembali Spanyol oleh kerajaan Kristen.
Dalam perang ini dinasti Muslim al-Muwahhidun dikalahkan oleh gabungan tantara Kristen Castilia, Aragon, Navarra, dan Portugal. Pertempuran itu terjadi sekitar 64 km utara Jaén, di Andalusia, Spanyol selatan.
Kekalahan memilukan dinasti Al-Muwahhidun terjadi di sebuah bukit yang bernama Dispenia Peros. Menurut bahasa setempat, Dispenia Peros berarti tempat membuang anjing, mayat-mayat tentara Al-Muwahhidun dilempar ke bawah jurang di area perbukitan tersebut.
Sepuluh tahun setelah perang ini, Andalusia secara keseluruhan jatuh ke tangan tentara Kristen. Hal itu terjadi setelah kaum Muslimin berkuasa kurang lebih 800 tahun di wilayah Andalusia. Bukit Dispenia Peros di Jaen, tempat pembuangan mayat-mayat tentara Al Muwahhidun saat Perang al-Iqab.
Baca Juga:
- Rihlah Peradaban, Perjalanan Penuh Makna Di Turki Dan Spanyol (Seri-27): Menara AdzanBerganti Lonceng Gereja
- Rihlah Peradaban, Perjalanan Penuh Makna Di Turki Dan Spanyol (Seri-28): Ulama Sevilla Yang Berpengaruh di Nusantara
Ibn Malik Ulama Jaen
Muhammad Ibnu Maliki, pengarang Kitab Alfiyah, nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Jamal al-Din Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Malik al-Tha’i al Jayyani.
Sebagian besar catatan menunjukkan bahwa ia lahir di provinsi Jaen, Andalusia pada tahun 600 H. Nama populernya adalah Muhammad bin Malik. Ia sendiri yang memperkenalkan dirinya seperti itu. Sebagaimana ia tulis di permulaan bait Alfiyah:
Muhammad berkata dia adalah ibnu Malik, Aku puji
Tuhanku, Allah yang Maha Memiliki.
Ibnu Malik memulai studinya di negaranya dengan menghafal Al-Qur’an, mempelajari variasi bacaannya, tata bahasa Arab, dan fikih menurut mazhab Imam Malik.
Ia menghabiskan masa remajanya di tempat kelahirannya, yaitu Jaen, di bawah bimbingan Tsiabit bin Khayyar al-Kila’iy. Ia juga rajin mengikuti
lingkaran studi ilmu nahwu di bawah bimbingan Abi Ali ash Shalubin.
Ibnu Malik melakukan perjalanan ke wilayah Timur pada puncak masa mudanya. Diperkirakan berlangsung antara tahun 625 H sampai tahun 630 H. Alasan perjalanannya ada dua hal.
Pertama, karena kekacauan politik yang terjadi di Andalusia. Dan yang kedua, tradisi turun-temurun sebagian besar ulama Andalusia pada waktu itu, yaitu pergi ibadah haji dan thalabul ‘ilmi.
Di Damaskus, ia berguru kepada syaikh Mukrim, Abu Sadiq al-Hasan bin Sabah, Abu al-Hasan as-Sakhawi, dan lainnya. Kemudian pergi ke Aleppo, dan belajar tata Bahasa arab kepada Ibnu Yaisy, pensyarah kitab al Mufassal karangan Imam az Zamakhshari.
Ibnu Malik punya bakat unggul dalam parama sastera Arab. Pengetahuannya tentang seluk-beluk ilmu Nahwu, Sharaf, dan puisi Arab, sangat baik.
Setelah menyelesaikan studi linguistiknya Ibnu Malik mengajar di kota Aleppo. Bahkan, ia menjabat kepala sekolah di Madrasah Negeri yang ada di wilayah itu. Di Aleppo juga ia mengajar tata Bahasa Arab dan mengarang kitab Nazam al-Kafiyah asy Sya’riyah.
Selanjutnya, ia melakukan perjalanan ke distrik Hama, Syria. Ia menetap dan melanjutkan mengajar ilmu tata bahasa Arab. Di distrik Hama ini juga ia konsentrasi menyusun Muhammad bin Abdullah bin Malik ath-Tha’i al Jayyani (1202 – 1274 M)

Bukit Dispenia Peros di Jaen, tempat pembuangan mayat-mayat tentara AlMuwahhidun saat Perang al-Iqab.
Nazam Alfiyah yang terkenal itu. Karya ini sejatinya adalah rangkuman dari kitab al-Kafiah al-Wafiyah. Ia kemudian pindah ke Damaskus. Di kota ini ia fokus mengajar dan mengarang kitab. Murid-muridnya sangat banyak. Majlis ta’lim-nya mengalahkan tempat-tempat belajar yang lainnya.
Di Damaskus, Ibnu Malik mengajar di Masjid Umayyat dan Sekolah Tinggi Al-Adiliyah. Di Lembaga pendidikan ini, ia diangkat sebagai direkturnya. Di antara kebiasaannya adalah berdiri di depan pintu madrasah. Kemudian secara terbuka ia mengumumkan: “Adakah orang yang ingin belajar ilmu hadits, tafsir, atau ilmu agama yang lainnya?” Jika tidak ada yang menjawab, maka ia bilang, “Saya sudah terbebas dari dosa sebagai
orang yang menyembunyikan ilmu”.
Di antara murid-muridnya adalah Syekh Baha’uddin, Imam al-Nawawi, al-Alam al-Faruqi, Syamsuddin al-Ba’ali, dan az-Zaen al-Mazi. Di antara bukti kemuliaan Ibnu Malik adalah pernghormatan yang diberikan oleh Qadi al-Qadat Syamsuddin ibn Khalikan.
Diriwayatkan setiap kali Ibn Malik terlihat shalat di Masjid Iamik al-Adiliyyah, maka Qadi al-Qadat Syamsuddin ibn Khalikan datang untuk menemaninya dan mengajak ke rumahnya. Semua itu dilakukan untuk menghormati Ibn Malik.
Karya-Karya Ibnu Malik
Ibnu Malik hidup lebih dari tujuh puluh tahun. Sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk belajar, mengajar, dan mengarang buku. Buku-buku karangannya sangat banyak, enak dibaca, dan mudah dipahami. Di antara buku-buku Ibnu Malik yang paling terkenal:
1. Al-Kafiyyah asy-Syafiyah. Ini adalah nazam yang panjangnya tiga ribu bait dengan wazan Bahr ar-Rajaz, yang mencakup tata bahasa dan morfologi (Nahwu dan Sharaf). Penjelasannya dicetak di Universitas Umm Al-Qura, dengan tahqiqi oleh Abdel Mon’im Haredy.
2. Al-Khalasah atau Al-Alfiyyah. Ini adalah nazam sebanyak seribu bait denga Bahr ar-Rajaz. Buku ini sejatinya adalah ringkasan dari buku Al-Kafiyyah asy-Syafia.
3. Tashil Fawa’id wa Takmil Maqashid. Kitab ini diterbitkan di Kairo oleh Kementerian Kebudayaan Mesir, dengan tahqiq oleh Muhammad Kamil Barakat. Kitab ini memperoleh syarah dari sejumlah ulama. Di antara syarah Abu Hayyan dan syarah Ibnu Aqil.
4. Syawahid at-Taudhih wa at-Tashih li Musykilat al-Jami’ ash Shahih, Kitab ini merupakan penjelasan yang memadai tentang i’rab kalimat-kalimat sulit yang terdapat dalam Sahih al-Bukhari. Diterbitkan di Kairo pada tahun 1956, dengan tahqiq dari Muhammad Fu’ad Abdul Baqi (al-Ummah, edisi 56, Sya’ban 1405 H).
Mengenal Kitab Alfiyah
Kitab Alfiyah Ibnu Malik adalah kitab Nahwu-Sharaf yang lengkap. Kitab ini ditulis dalam bentuk nadzam (puisi). Dinamakan Alfiyah, karena terdiri atas 1.002 bait.
Kitab ini umum dipelajari di pesantren bersama dengan kitab gramatikal bahasa Arab lainnya, yaitu Ajjurumiyah dan Imriti. Untuk membaca Nadham Alfiyah, biasanya butuh waktu sekitar satu setengah jam untuk dapat menyelesaikan 1002 baitnya.
Nadham Alfiyah telah menjadi karya yang fenomenal, digemari para santri karena membantu mereka memahami kaidah bahasa Arab, atau yang lazim disebut disebut ilmu Nahwu-Sharaf.
Keunikan kitab Alfiyah ini adalah penempatan kata dan contoh dalam nadzam yang tidak sembarangan. Di samping menjelaskan kaidah-kaidah bahasa Arab ternyata juga mengandung maksud dan isyarah tentang kalam hikmah dan falsafah.
Meski disebut Alfiyah yang berarti seribu, namun pada kenyataannya jumlah bait dari Nadzam Alfiyah adalah 1002 bait. Terkait tambahan 2 bait yang terdapat dalam mukadimah, ada cerita menarik yang menyertainya. Yaitu, tentang rasa bangga atas sebuah karya, ta’zim serta tatakrama kepada sang guru yang sudah berpulang ke rahmatullah. Ibnu Malik dalam menyusun Nadzam Alfiyah ini terinspirasi oleh gurunya,
Syaikh Ibnu Mu’thiy, yang lebih dulu menyusun nadzam yang berjumlah 500 bait, yang diberi nama Al-kafiyah, juga disebut sebagai Alfiyah Ibn Mu’thiy. Disebut demikian karena terdiri dari 1000 satar. Satar yaitu setengah bagian dari bait.
Ketika Ibnu Malik sudah mantab dengan gambaran nadzam Alfiyah yang tersimpan dalam memori otaknya, ia pun memulai untuk menulis untaian nadzam tersebut. Hingga pada saat menulis bait kelima, bagian satar ke sepuluh yang berbunyi;
Dan kitab Alfiyah itu akan menarik keridloan yang
tanpa murka
kitab Alfiyah ini lebih unggul dari pada Alfiyah Ibnu
Mu’thiy.
Seketika semua hafalan dalam memori Imam Ibnu Malik lenyap. Ia tidak ingat satu huruf pun. Tentu Ibnu Malik cemas dan bingung dan tak tahu apa yang harus ia lakukan.
Hingga akhirnya beliau tertidur pulas dan bermimpi bertemu kakek tua yang tidak lain adalah gurunya. Kakek itu menepuk pundak Ibnu Malik sambil berkata, “Anak muda, bangunlah. Bukankah kamu sedang
menyusun sebuah kitab”.
Ibnu Malik menjawab, “Iya kek, namun aku lupa semua hafalanku, sehingga aku tak mampu melanjutkan. Kakek itu pun bertanya lagi.”
“Sudah sampai mana kamu menulisnya?”
“Baru sampai bait kelima”, Ibnu Malik membacakan bait yang terakhir.
“Bolehkah aku melanjutkan hafalanmu?” tanya kakek tersebut.
“Tentu saja,” jawab Ibnu Malik.
Kakek itupun membacakan sepasang bait;
Seperti halnya mengungguli dalam seribu bait
Orang hidup, terkadang mengalahkan 1000 orang yang
sudah mati.
Seketika setelah mendengar satu bait yang diucapkan oleh kakek tersebut, Ibnu Malik terbangun dan menyadari bahwa kakek dalam mimpinya itu tak lain adalah gurunya sendiri, yang menegur dirinya dengan bahasa sindiran pada bait tersebut.
Ibnu Malik juga sadar bahwa ungkapan bangga yang ia ungkapkan dalam bait kelima tersebut ternyata merupakan perasaan takabbur yang timbul dari nafsunya. Sebuah ungkapan yang tidak patut diucapkan seorang murid kepada gurunya.
Sadar akan kesalahannya, Ibnu Malik pun bertaubat mohon ampun kepada Allah SWT. Selepas berziarah, beliau pun hendak melanjutkan karangan tersebut dengan menambahkan dua bait di bagian mukaddimah yang pada awalnya tidak masuk dalam rencana, dengan harapan bahwa hafalannya akan pulih kembali.
Dua bait tersebut berbunyi seperti ini:
Dan dia (Ibnu Mu’thiy) memang lebih dahulu dan
mendapatkan keunggulan.
Dia juga pantas mendapatkan pujian (legitimasi) yang
sangat baik dariku.
Semoga Allah memberikan anugerah yang sempurna
Untukku dan juga untuknya dalam derajat yang tinggi di
akhirat kelak.
Tiba-tiba semua memori hafalan nadzam yang ingin ia tulis kembali pulih dalam ingatannya. Ia pun melanjutkan karangannya, hingga akhirnya rampung menjadi sebuah karya yang terkenal di berbagai penjuru dunia, termasuk di Indonesia, terutama di kalangan pondok pesantren tradisional.
Hingga saat ini pun, masih banyak santri yang menghafalnya, baik seluruhnya ataupun sebagaiannya.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa isi Kitab Alfiyah. Kitab ini merupakan kitab yang berbentuk nadzamnadzam. Terdiri atas 80 bab dengan tambahan 1 bab muqaddimah dan 1 bab khatimah. Sehingga total keseluruhannya ada 82 bab.
TAMAT
Serial tulisan “Rihlah Peradaban, Perjalanan Penuh Makna Di Turki Dan Spanyol” ini sudah TAMAT.
Selanjutnya redaksi zonasatunews.com akan menerbitkan Tulisan Berseri baru yang sangat menarik. Sebuah Novel karya terbaru Dr Muhammad Najib, Duta Besar RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO yang berjudul “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat”
Novel ini merupakan karya “Master Peace” atau “Magnum Opus” dari sejumlah novel karya Dr Muhammad Najib yang telah terbit sebelumnya seperti: “Bersujud Diatas Bara”, “Safari”, serta “Di Beranda Istana Alhambra”.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dubes Muhammad Najib Menerima Mahasiswa Baru Indonesia di Madrid
BPHN Kemenkumham RI Sabet The Winner Of OGP Award 2023 Se Asia Pacific Di Estonia
Dorong Kebangkitan Ekonomi Islam di Pondok Pesantren, 70 Ulama Indonesia ke Malaysia
Bima Suci Simbol Kedekatan Indonesia – Spanyol
Bima Suci Membanggakan di Pentas Global
Dubes Muhammad Najib Hadiri Coctail Party KRI Bima Suci Di Vigo Spanyol
KRI Bima Suci, Duta Diplomasi Maritim Indonesia-Spanyol
Harapan Dari Spanyol di Tahun Politik
Mahasiswa UI Bikin Heboh di Madrid
Rihlah Peradaban, Perjalanan Penuh Makna Di Turki Dan Spanyol (Seri-28): Ulama Sevilla Yang Berpengaruh di Nusantara
No Responses
You must log in to post a comment.