Amandemen UUD 1945 Bentuk Kudeta Konstitusi

Amandemen UUD 1945 Bentuk Kudeta Konstitusi



Oleh: Prihandoyo Kuswanto
Ketua Pusat Study Kajian Rumah Panca Sila

Amandemen UUD 1945 merupakan pengkhianatan terhadap para pendiri negara dan sekaligus merupakan kudeta terhadap Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

Apakah para elite partai politik dan penyelenggara negara, pakar ketatanegaraan para cerdik pandai di kampus tidak memahami akibat diamandemen UUD 1945 adalah bentuk kudeta terhadap negara Proklamasi 17 Agustus 1945?

Apakah Megawati, Prabowo Subianto, Jokowi, SBY, dan elite politik tidak merasa bersalah atau berdosa terhadap bangsa ini yang terus tidak lagi mau memahami apa itu Indonesia yang di Merdekakan Soekarno-Hatta 17 Agustus 1945?

Kata Bung Karno sejarah adalah kaca benggala yang harus terus disimak. Agar bangsa dan negara ini tidak melenceng dari cita-cita berdirinya negara Indonesia

Akibat tidak memahami dan mendalami hubungan Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh UUD 1945 tidak memahami apa ideologi Pancasila maka diamandemenlah UUD1945. Sekarang DPR mulai ngarang-ngarang menerbitkan UU Haluan Ideologi Pancasila.

UU HIP. Aneh dan janggal. Bagaimana Ideologi Pancasila itu, ya UUD 1945 dari pembukaan batang tubuh dan Penjelasan-nya. Kok mau dibuat UU. Secara herarki bagaimana? Apa bisa UU lebih tinggi dari UUD 1945? Rupanya DPR semakin keblinger dan tidak mau membuka dokumen hubungan Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945 .

Hubungan Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945 itu adalah hubungan sebab akibat yang tidak bisa dipisahkan atau dipenggal. Karena ada Pembukaan UUD 1945 itulah maka ada batang tubuh UUD 1945 .dan penjelasannya.

Mari kita bahas hubungan Pembukaan dan UUD 1945 asli hasil kajian Prof Noto Negoro. Kiranya perlu kita simak agar kita tidak kesasar dan tidak mengerti kalau negara sudah dikudeta.

Bahkan TNI POLRI sebagai penjaga Pancasila dan UUD 1945 tidak mengerti. Terus mereka yang lulusan Lemhamnas dan sekaligus dosen-dosen pengajarnya, apa yang diajarkan? Kok sampai tidak mengerti tentang ideologi negara Pancasila?

Pendjelmaan (pelaksanaan objektif) Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Uraian ideologi Pancasila di dalam batang tubuh UUD 1945.

Udjud pelaksanaan objektif mengenai asas kerohanian Negara (Pantjasila) adalah sebagai berikut :

1.Asas “ke-Tuhanan Jang Maha Esa” tersebut dalam Bab XI hal Agama, pasal 29 dari Undang-undang Dasar 1945.

2.Asas “kemanusiaan jang adil dan beradab” terdapat dalam ketentuan-ketentuan hak asasi warganegara tertjantum dalam pasal-pasal 27, 28 dan 31 ajat 1 dari Undang-undang Dasar 1945.

3.Asas “persatuan Indonesia” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 26 tentang warganegara, pasal 31 ajat 2 tentang pengadjaran nasional, pasal 32 tentang kebudajaan nasional, pasal 35 tentang bendera Negara dan pasal 36 tentang bahasa Negara.

Diantara pendjelmaan daripada asas “persatuan Indonesia” terdapat satu hal, jang amat penting untuk pada tempat ini dikemukakan. Karena djika hal ini disadari, sungguh akan merupakan dasar bagi tertjapainya realisasi sifat kesatuan daripada Negara dan bangsa. Lambang Negara ditetapkan oleh Pemerintah, dan menurut ketetapan ini “Bhinneka Tunggal Ika” adalah lambang Negara, satu sungguhpun berbeda-beda.

Negara Indonesia adalah satu, akan tetapi terdiri dari pulau-pulau jang amat banjak djumlahnja. Bangsa Indonesia adalah satu, akan tetapi terdiri atas suku-suku bangsa jang banjak djumlahnya. Tiap-tiap pulau dan daerah, tiap-tiap suku bangsa mempunjai tjorak dan ragam sendiri-sendiri, beraneka warna bentuk-sifat daripada susunan keluarga dan masjarakatnja, adat-istiadatnja, kesusilaannja, kebudajaannja, hukum adatnja dan tingkat hidupnja.

Golongan bangsa jang tidak asli terdiri atas golongan keturunan Tiong Hwa, keturunan Arab, keturunan Belanda dan golongan dari mereka jang berasal dari orang asing tulen. Lebih daripada jang terdapat dalam golongan bangsa Indonesia jang asli, diantara mereka ada perbedaan jang besar dalam segala sesuatu. Sedangkan disampingnja ada perbedaan pula dengan golongan bangsa Indonesia jang asli.

Kalau ditambahkan terdapatnya pelbagai agama dan kepertjaan hidup lainnya, maka makin mendjadi besar perbedaan jang terdapat di dalam masjarakat dan bangsa Indonesia. Jang demikian itu disamping daja penarik ke arah kerdja sama dan kesatuan menimbulkan djuga suasana dan kekuatan tolak-menolak, tentang-menentang, jang mungkin mengakibatkan perselisihan, akan tetapi mungkin pula, apabila dipenuhi hidup jang sewadjarnya, menjatukan diri dalam suatu resultan atau sintesa jang malahan memperkaja masjarakat.

Dimana dapat, perlu diusahakan peniadaan dan pengurangan perbedaan-perbedaan jang matjam terachir itu. Meskipun dengan harapan, bahwa usaha itu akan tidak berhasil sempurna.

Dalam kesadaran akan adanja perbedaan-perbedaan jang demikian itu, orang harus berpedoman kepada lambang Negara “Bhinneka Tunggal Ika”, menghidup-hidupkan perbedaan jang mempunjai daja penarik ke arah kerdja sama dan kesatuan, dan mengusahakan peniadaan serta pengurangan perbedaan jang mungkin mengakibatkan suasana dan kekuatan tolak-menolak ke arah perselisihan, pertikaian dan perpetjahan atas dasar kesadaran akan kebidjaksanaan dan nilai-nilai hidup jang sewadjarnya. Lagipula dengan kesediaan, ketjakapan dan usaha untuk sedapat mungkin menurut pedoman-pedoman madjemuk-tunggal bagi pengertian kebangsaan, ialah menjatukan daerah, membangkitkan, memelihara dan memperkuat kehendak untuk bersatu dengan mempunjai satu sedjarah dan nasib, satu kebudajaan di dalam lingkungan hidup bersama dalam suatu Negara jang bersama-sama diselenggarakan dan diperkembangkan.

“Bhinneka Tunggal Ika” adalah merupakan suatu keseimbangan, suatu harmoni jang tentu akan berubah-ubah dalam bentuknja, akan tetapi akan tetap dalam dasarnja, antara kesatuan dan bagian-bagian dari kesatuan, dalam segala matjam hal tersebut di atas, dan djuga dalam hal susunan bentuk dan susunan pemerintahan Negara.

4. Asas “kerakjatan yang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan/perwakilan” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal 2 ajat (1) tentang terdirinja Madjelis Permusjawaratan Rakjat atas wakil-wakil rakjat, pasal 5 ajat (1) tentang kekuasaan Presiden membentuk Undang-undang dipegang dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat, pasal 6 ajat (2) tentang Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakjat (pasal 19 sampai dengan 22). Pasal 18 tentang Pemerintah Daerah.

5. Asas “keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam Bab IV tentang kesedjahteraan social, perintjiannja terdapat pertama dalam pasal 33 tentang hal susunan perekonomian atas dasar kekeluargaan, tentang tjabang-tjabang produksi jang penting bagi Negara, dan menguasai hadjat hidup orang banjak dikuasai oleh Negara tentang bumi dan air dan kekajaan alam jang terkandung di dalamnja dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakjat; kedua dalam pasal 34 tentang fakir-miskin dan anak-anak jang terlantar dipelihara oleh Negara.

Jadi jelas Ideologi Pancasila teruarai didalam pasal-pasal UUD 1945. Oleh sebab itu amandemen UUD 1945 yang memisahkan Pembukaan UUD 1945 dengan batang tubuh sama artinya menghilangkan Ideologi Pancasila. Para elite dan pengamandemen UUD 1945 rupanya tidak memahami bawah pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 mempunyai hubungan yang erat yang tidak bisa dipisahkan.

Asas Politik Negara Indonesia Diamandemen

Daripada asas politik Negara, bahwa Negara Indonesia “terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia jang berkedaulatan rakjat”, jang ditentukan dalam Pembukaan, udjud pelaksanaannja objektif terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal 1 ajat (1), bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, dan pasal 1 ajat (2), bahwa kedaulatan rakjat dilakukan sepenuhnja oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat.

Diamandemen nya pasal 1 ayat 2 Kedaulatan adalah ditangan rakyat dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) diamandemen menjadi
Pasal 1 ayat 2 Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar

Akibat diamandemen nya pasal 1 ayat 2 adalah mengamandemen asas politik negara, susunan Negara Republik Indonesia tidak lagi wujud dari kedaulatan rakyat.

Adapaun tudjuan Negara, tertjantum dalam Pembukaan, jang nasional (“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah serta memadjukan kesedjahteraan umum dan mentjerdaskan kehidupan bangsa”), pendjelmaannya objektif adalah sebagai di bawah ini.

Pertama-tama terkandung djuga dalam pendjelmaan daripada asas kerohanian dan asas politik Negara sebagaimana dimaksudkan di atas, karena kedua asas Negara itu memang dikehendaki untuk mewujudkan atau mentjapai tudjuan Negara.

Lain daripada itu terutama untuk tudjuan Negara jang negatif, jaitu keselamatan bangsa dan Negara atau perdamaian, pendjelmaannja objektif terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam Bab IX tentang kekuasaan kehakiman (pasal 24 dan 25) dan Bab XII tentang Pertahanan Negara (pasal 30) serta kekuasaan Presiden dalam pasal 14 untuk memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi, dalam pasal 10 atas Angkatan Perag, dalam pasal 11 untuk menjatakan perang, membuat perdamaian dan perdjandjian dengan Negara lain, dan dalam pasal 12 untuk menjatakan keadaan bahaja.

Besar artinja telah dapat ditundjukkan tadi, bahwa Undang-undang Dasar 1945 sebenarnya merupakan pendjelamaan dari Pembukaan dan bagaimana pendjelmaan itu. Dapat dikatakan, bahwa hal ini kebanjakan masih belum diperhatikan, sampai sepertinya dapat ada pendapat, bahwa asas kerohanian Negara (Pantjasila) adalah kosong.

Menurut pendjelasan resmi daripada Undang-undang Dasar 1945, termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7, Pembukaan adalah “suasana kebatinannja (geistlichen Hintergrund) dari Undang-undang Dasar ………… (jang) tidak dapat dipahamkan, kalau hanja dibatja teksnja sadja”, dan bahwa “pokok-pokok pikiran (dalam Pembukaan) …. mewujudkan tjita-tjita Hukum (rechsidee) jang menguasai Hukum Dasar Negara, baik jang tertulis (Undang-undang Dasar) maupun Hukum jang tidak tertulis. Undang-undang Dasar mentjiptakan pokok-pokok pikiran jang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnja”.

Pokok-pokok pikiran ini diuraikan didalam penjelasan oleh karena pengamandemen naif maka dihapuskan .

Jadi jelas amandemen UUD 1945 merupakan tindakan yang menghilangkan penjelasan UUD 1945 merupakan tidakan kudeta agar generasi penerus tidak bisa mengerti tentang pokok-pokok pikiran yang ada di Pembukaan UUD 1945 ,menghilangkan suasana kebahtinan dari UUD 1945 sehingga dengan dihilangkan nya pokok-pokok pikiran pembukaan UUD 1945 hilanglah cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar .

Dengan demikian ada hubungan hierarchis dan organis antara Undang-undang Dasar 1945 dengan Pembukaan, ialah mempunjai kedudukan di bawah dan di dalam lingkungan Pembukaan. Dengan lain perkataan Undang-undang Dasar itu adalah merupakan isi daripada asas kerohanian Negara, asal politik Negara dan tudjuan Negara. Pantjasila tidak tinggal tjita-tjita dalam abstraktonja, tidak tinggal tjita-tjita dalam angan-angan, akan tetapi telah mempunjai bentuk dan isi jang formil dan materiil untuk mendjadi pedoman bagi hidup kenegaraan dan hukum Indonesia dalam konkretonja.

Maka dari itu Undang-undang Dasar 1945 dengan Pembukaan merupakan kesatuan, jang berarti bahwa :

Tafsir Undang-undang Dasar 1945 harus dilihat dari sudut Pembukaan;

Pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945 dalam undang-undang harus mengingat dasar-dasar jang tertjantum dalam Pembukaan.

Adapun interpretasi dan pelaksanaan undang-undang seharusnja dalam arti jang selengkapnya, ialah meliputi pula seluruh perundang-undangan di bawah undang-undang dan putusan-putusan administratif dari semua tingkat penguasa Negara, mulai dari Pemerintah Pusat sampai alat-alat perlengkapan Negara di daerah, Angkatan Perang, Pamong Pradja dan Polisi dan alat-alat perlengkapan Pemerintah Daerah, alat perlengkapannja. Semuanja harus dilihat dari sudut dasar-dasar jang terkandung dalam Pembukaan.

Dengan demikian seluruh hidup kenegaraan dan (tata) tertib hukum Indonesia didasarkan atas, ditudjukan kepada dan diliputi oleh asas kerohanian, asas politik dan tudjuan Negara jang tertjantum dalam Pembukaan. Tidak ada jang diketjualikan, djuga dalam hal menentukan kebidjaksanaan haluan Negara, kebidjaksanaan hukum dan perundang-undangan, kebidjaksanaan pemerintahan, kebidjaksanaan kesedjahteraan, kebudajaan, kesusilaan dan keagamaan, kebidjaksanaan politik dalam dan luar negeri, kebidjaksanaan keselamatan, pertahanan dan keamanan Negara.

Barang sekiranya disinilah letaknja batas, bentuk dan isi daripada pengertian “nasional’, jang kita inginkan bersama sebagai sifat mutlak bagi kehidupan bangsa, Negara, hukum dan kebudayaan kita.

Hal ini tidak boleh dilupakan pula bagi kehidupan politik (kepartaian) kita, baik dalam bidang dalam negeri maupun luar negeri.

Sebagai bawaan daripada dasar kerakjatan dan dasar perikemanusiaan terdjelma dalam hak asaasi manusia sebagai individu dan machluk sosial kedua-duanya, maka kepartaian kita dan pemerintahan kita didasarkan atas dan diliputi oleh aliran agama dan aliran hidup, jang mempunjai djuga sifat universil dan atau internasional.

Akan tetapi di dalam segala matjam kebidjaksanaan tersebut di atas sifat universil dan internasional itu seharusnja direalisasi dalam bentuk jang “nasional” itu agar supaja kehidupan bangsa, Negara, hukum dan kebudajaan kita adalah merupakan realisasi jang tjotjok dengan pribadi bangsa kita. Kesimpulan ini adalah timbul dengan djelas dan dengan sendirinja dari perdjalanan pikiran seperti berturut-turut diadjukan di atas.

Dapat masih diterangkan lagi atas dasar prinsip ilmiah, ialah bahwa tjita-tjita, dan ideologi adalah tjita-tjita, untuk realisasinja dalan kenjataan membutuhkan suatu bentuk tertentu.

Dalam pada itu halnja tidak demikian, bahwa suatu tjita-tjita hanja mempunjai satu bentuk realisasi tertentu atau tjita-tjita jang berlainan djuga bentuk realisasinja, akan tetapi suatu tjita-tjita mempunjai banyak kemungkinan bentuk untuk diwudjudkan dalam kenjataan, sedangkan tjita-tjita jang berlainan mungkin pula sama dalam bentuk realitasinja. Bagaimana dapat terdjadi, itu adalah bawaan dan pengaruh daripada perbedaan dan perubaha segala sesuatu di dunia, sepertinja keadaan, tempat, waktu, pribadi kemanusiaan baik dari orang-perseorangan maupun bersama, jang tergolong-golong dengan mempunjai keagamaan, kebudajaan, kebutuhan dan kepentingan jang berlainan

Dari uraian diatas harus nya bangsa dan elite ini sadar bahwa Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 telah dikudeta dengan diamandemen sehingga tatanan kenagaraan tidak lagi mencerminkan perjanjian luhur bangsa Indonesia yang dituangkan pada pembukaan UUD 1945 sekarang bisa disaksikan kebingungan –kebingungan terhadap ketatanegaraan , bagaimana Presiden mengangkat dirinya sendiri , diakhir masa jabatan nya tidak perlu mempertangungjawabkan apa yang sudah dilakukan bahkan pembangunan tidak lagi dirancang oleh MPR dan seluruh anak bangsa yang tertuang didalam GBHN .

Butuh ķesadaran bersama dan kenegarawanan untuk menyelamatkan Indonesia tidak ada jalan lain selain kembali pada jalan UUD 1945 dan Pancasila demi masa depan anak cucu kita.

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=