Oleh: Daniel Mohammad Rosyid
@Rosyid College
Sejarah konstitusi kita menunjukkan gejala yang semakin membahayakan eksistensi dan masa depan Negara Proklamasi. UUD 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945 dalam Sidang Panitya Persiapan Kemerdekaan Indonesia adalah pernyataan perang melawan segala bentuk penjajahan sekaligus strategi memenangkan perang tersebut. Sekalipun ada perubahan pada naskah Pembukaan yang semula diadopsi dari Piagam Jakarta, UUD 1945 yang disahkan itu akhirnya diterima oleh para pendiri bangsa dari berbagai latar belakang agama – kecuali kaum komunis – sebagai konstitusi NKRI yang baru merdeka. Di sini perlu segera dicatat bahwa prinsip Bhinneka Tunggal Ika itu tidak mencakup kaum komunis.
Namun sejarah menunjukkan bahwa proklamasi itu segera ditolak oleh Belanda sebagai bagian dari Sekutu yang baru saja memenangkan PD II mengalahkan Nazi Jerman dan Italia di Eropa, dan Jepang di Asia. Upaya untuk menjajah kembali Indonesia dimulai dengan kedok pelucutan senjata tentara pendudukan Jepang oleh NICA yang dipimpin oleh Inggris. Upaya rekolonisasi NKRI itu dilawan dengan keras dalam Perang Surabaya 3 bulan setelah proklamasi. Belanda kemudian melancarkan aksiaksi pendudukan kembali hingga akhirnya disepakati sebuah NRIS dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada 1949, tanpa Papua Barat. Perlu dicermati bahwa formulasi RIS itu berada dalam sebuah Uni Belanda-Indonesia yang dipimpin oleh Ratu Belanda.
Di sela-sela perjuangan mempertahankan kemerdekaan itulah SM. Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1949 memproklamasikan Darul Islam di Jawa Barat sebagai protes terhadap perjanjian-perjanjian Linggarjati, lalu Renville yang dinilai merugikan kedaulatan RI. Dalam perspektif ini, proklamasi DI tidak bisa disebut sebagai makar. Kemudian sejarah menyaksikan upaya PM Natsir untuk mengembalikan NKRI melalui mosi integral Natsir. Upaya ini berhasil mengembalikan NKRI namun berdasarkan UUD Sementara sejak 17 Agutus 1950. UUDS berlaku sampai Dekrit Presiden pada 5 juli 1959 untuk Kembali ke UUD1945.
Sejak Dekrit Presiden 1959 itu, UUD1945 ditafsirkan Soekarno sebagai Nasakom yang didukung penuh oleh PKI, kemudian terbukti menjadi blunder politik Soekarno yang paling monumental. Pada saat kelompok Islam makin terpinggirkan, persaingan antara TNI AD dan PKI akhirnya meletus menjadi G30S/PKI yang melahirkan Orde Baru di bawah Soeharto. Orde Baru lahir di tengah perang dingin dengan dukungan Barat dan AS. Kebijakan ekonomi Indonesia praktis mengekor Barat dan AS dengan IGGI pimpinan Belanda sebagai proxy yang memberi bantuan berupa hutang. UU PMA 1967 segera membuka pintu bagi investasi asing di sektor-sektor strategis dan ekstraktif seperti energi dan pertambangan. Freeport merupakan korporasi penting disamping perusahaan-perusahaan migas AS lainnya seperti ARCO dan Chevron.
Orde Baru menafsirkan UUD1945 secara kapitalistik sehingga kemudian melahirkan sebuah ersatz capitalism di mana segelintir pengusaha baik China maupun pribumi mendapatkan banyak fasilitas negara sehingga tumbuh menjadi konglomerat. Koperasi dibangun, tapi tidak pernah menjadi korporasi besar seperti milik keluarga Liem Siu Liong atau Keluarga Bakrie. Menjelang kejatuhannya, Soeharto mulai menyadari bahwa hubungannya dengan ummat Islam perlu diperbaiki agar pribumi bisa mengimbangi kelompok-kelompok China ini. Kedekatannya dengan Islam diwujudkan Soeharto melalui BJ Habibie yang melahirkan ICMI pada awal 1990an. Di bawah Habibie, peranan kelompok elite Islam mulai mewarnai jagad politik nasional sehingga Indonesia tampil menjadi kekuatan ekonomi baru jauh sebelum China muncul sebagai raksasa ekonomi. Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu macan asia dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Kebangkitan Islam di era Habibie ini kemudian terbukti dilihat sebagai ancaman oleh Barat yang didukung oleh kelompok nasionalis sekuler dan kiri radikal di dalam negeri. Melalui serangan moneter, akhirnya Soeharto dan kemudian Habibie berhasil dijatuhkan. Baik Amien Rais maupun Akbar Tanjung tidak menyadari bahwa gerakan reformasi itu adalah upaya menjegal kebangkitan Islam dalam evolusi NKRI menuju negara maju sekaligus pukulan pamungkas atas UUD1945 sebagai strategi perang melawan nekolim.
Bukti yang paling nyata penjegalan itu adalah pemalsuan UUD 1945 menjadi UUD2002 melalui 4 kali perubahan besar-besaran atas prinsip-prinsip dasar UUD1945. Yang sering disebut sebagai amandemen itu ternyata adalah total replacement UUD 1945 dengan UUD2002. Setelah hampir 40 tahun UUD1945 ditafsirkan secara komunistik lalu secara kapitalistik, akhirnya UUD 1945 benar-benar diganti sama sekali menjadi UUD2002. Di bawah panji-panji reformasi, kudeta konstitusi ini didaku sebagai kemenangan puncak masyarakat sipil atas otoriterianisme Orde Baru yang didukung tentara.
Setelah eksperimen demokrasi ‘mbelgedhes’ pepesan kosong yang gagal mewujudkan cita-cita reformasi, kelompok-kelompok nasionalis dan kiri sekuler radikal ini kini berusaha membangun wacana publik bahwa Kembali ke UUD 1945 adalah sama dengan Kembali ke Otoriterianisme Orde Baru. Padahal yang sesungguhnya terjadi adalah pertumbuhan pesat ersatz capitalism di era Soeharto menjadi full fledged capitalism di era Jokowi. Masyarakat, termasuk pelajar, jatuh kedalam jebakan gamol, pornol, judol, dan pinjol sebagai tanda kemiskinan yang meluas. Kelas menengah menipis, sementara korupsi makin menjadi. Bahkan kini para die hard Jokowers mulai menyerang Jokowi habis-habisan atas dekadensi demokrasi. Para reformis yang selama 20 tahun berkuasa itu kini harus mengakui kegagalan mereka dalam mewujudkan tujuantujuan reformasi.
Kekuatan-kekuatan nekolimik asing, dibantu oleh kaum nasionalis sekuler dan kiri radikal tidak akan pernah berhenti membegal pelaksanaan UUD1945 secara murni dan konsekuen. Deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara, korupsi yang merajalela, rekrutmen politik yang makin tinggi ongkos namun keropos serta dinamika geopolitik global yang makin tidak menentu yang berpotensi berkembang menjadi krisis energi, makanan dan air menunjukkan kegentingan yang semakin berbahaya bagi keberlangsungan NKRI.
Tiba kini saatnya untuk bangsa ini benar-benar kembali menjadikan UUD1945 sebagai strategi memenangkan perang melawan neokolonialisme untuk menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dalam sebuah بلدة طيبة ورب غفور. Ummat Islam perlu lebih asertif dalam merebut peran-peran berbangsa dan bernegara dengan bersinergi bersama pemerintah untuk memberi kontribusi bagi transformasi RI menjadi kekuatan baru di Asia Pasifik untuk mengimbangi kebangkitan China justru pada saat Barat dan AS kehilangan kepemimpinannya.
Gunung Anyar, Surabaya. 3 Januari 2025
EDITOR: REYNA
Related Posts
Sumpah Prabowo Subianto
Itu Organisasi Kriminal..
Atasi Kemelut Internasional, Habib Umar Alhamid: Prabowo Harus Ciptakan Dunia Baru !
Yahya Zaini: Efisiensi Anggaran Tidak Akan Ganggu Program Cek Kesehatan Gratis
Ketika Menteri Bahlil Dijebak
Bayang-Bayang Oligarki di Antara Konflik Prabowo dan Jokowi
Wapres Dimakzulkan
Panitia PTSL Desa Dawuhan Kidul Kecamatan Papar Kabupaten Kediri Diduga Lakukan Praktek Pungli Menabrak Aturan SKB 3 Menteri
Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (Bagian 36): OPM Jangan Coba-Coba Mengancam dan Meneror
Polres Jombang Klarifikasi Tuduhan Terima Upeti Pelaku Penyalahgunaan BBM Bersubsidi
No Responses