Kesetiaanku Pada Negara Mulai

Kesetiaanku Pada Negara Mulai




Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Saya tulis artikel ini tepat pada hari Rabu tanggal Hari ini, 27 November 2024 dimana negara kit aini mencatatkan sejarah baru pesta politik. Untuk pertama kalinya, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di seluruh wilayah nusantara dilakukan secara serentak, mulai dari tingkat provinsi, kota, hingga kabupaten.

Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pilkada serentak 2024 ini ada 1.556 pasangan calon (paslon) kepala daerah yang memperebutkan kursi gubenur-wakil gubernur, wali kota-wakil wali kota, serta bupati-wakil bupati di 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota dan dengan total lebih dari 203 juta pemilih terdaftar, karena itu Pilkada 2024 menjadi pemilihan lokal terbesar sepanjang sejarah.

Sayangnya, meski diselenggarakan di bawah kepemimpinan Presiden baru, Prabowo Subianto, pesta politik lokal kali ini masih diwarnai berbagai refleksi buruk, terutama terkait netralitas. Prabowo bahkan ikut mencederai netralitas Pilkada 2024. Pak Presiden Prabowo menyatakan dukungan kepada salah satu paslon gubernur dan wakil gubernur Banten, yaitu Andra Soni – Ahmad Dimyati Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, serta Ridwan Kamil – Suswono Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.
Seperti diketahui, dukungan Prabowo untuk Andra Soni – Ahmad Dimyati dan Ridwan Kamil – Suswono bukan yang pertama kalinya di Pilkada tahun ini. Sebelumnya, Prabowo juga secara blak-blakan mendukung dan mengajak masyarakat untuk memenangkan Luthfi – Taj Yasin di Pilkada Jawa Tengah.

Pernyataan tersebut dibuat dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Partai Gerindra. Pasal dalam Undang-Undang (UU) Pilkada yang secara detail melarang seorang presiden memberikan dukungan terhadap calon kepala daerah tertentu memang tidak ada. Namun, sejumlah pakar menegaskan bahwa sikap tersebut tidak etis secara politik, karena akan membuat kompetisi berjalan tidak setara.

Sikap politik Pak Prabowo itu menunjukkan bagaimana elite partai politik memiliki pengaruh dan kuasa penuh dalam menentukan arah kompetisi politik lokal. Dominasi elite semacam ini juga bisa dilihat dari banyaknya daerah yang menghadirkan pasangan calon tunggal yang akan melawan kotak kosong. Setidaknya ada 37 daerah yang memiliki paslon tunggal.

Banyak pihak berpendapat bahwa elite partai tampaknya menganggap partai adalah milik mereka dan menjadi kendaraan untuk meraih kekuasaan. Padahal, perlu dingat bahwa mereka butuh dukungan publik sebagai sumber utama legitimasi meraih kekuasaan pemerintahan.

Meskipun pernyataan sikap politik Pak Prabowo itu dalam kapasistanya sebagai ketua partai, namun perlu diingat bahwa sekarang beliau diberi mandate rakyat menjadi Presiden Indonesia. Sepatutnya Pak Prabowo ingat Manuel L Quezon, Presiden Persemakmuran Filipina (1935-1944) pernah mengatakan: “My loyalty to my party ends where my loyalty to my country begins.“ Kalimat yang sama pernah pula diucapkan oleh Presiden AS; John F Kennedy (1961-1963). Kalimat tersebut bermakna – kalau terjemahan bebasnya kira-kira demikian: “Kesetianku kepada partai berakhir ketika kesetianku kepada negara mulai”. Tetapi makna yang lebih luas adalah kalau seseorang pemimpin partai politik sudah menjadi pemimpin pemerintahan atau pemimpin negara, maka maka pada saat itu juga dia harus melepaskan atribut partai politiknya”.

Kita tidak tahu betul apakah arahan politik Pak Presiden itu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemilih dalam menentukan pilihannya sebab rakyat Indonesia saat ini sudah pintar dan cerdas dalam kehidupan berpolitik.

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=