Kebun Raya pertama
Dalam tulisannya Gardens of Islam, Andrew M Watson menulis, kecintaan terhadap tanaman (umat Islam) tercermin di aneka puisi. Puisi tentang taman yang mungkin berasal dari Persia menjadi salah satu bentuk puisi utama di era Dinasti Abbasiyah pada abad kedelapan hingga 10.
Begitu cintanya umat Islam pada masa itu dengan tanam-tanaman, tak heran bila kemudian kota-kota Muslim pada masa lalu memiliki banyak taman dan kebun.
“Orang Muslimlah yang pertama kali membangun kebun raya,” kata Watson dalam Agricultural Innovation in the Early Islamic World.
Salah satu kota Muslim yang paling awal memiliki kebun adalah Baghdad di bawah Dinasti Umayyah. Di Kairo (Mesir), sultan Mamluk, Qalawun, membawa berbagai tumbuhan dari Suriah untuk ditaruh di kebun yang dibuatnya. Sebuah genre puisi baru di dunia sastra Arab bernama rawdiya (puisi kebun) bahkan lahir karena ketertarikan pada kebun ini.
Namun, di Spanyol masa Islam-lah kebun-kebun berkembang dengan sangat pesat, baik dari segi fungsi, jenis tanaman, peningkatan produksi, teknik irigasi, hingga pengaturan lanskap kebun. Sejarawan ahli seni dan arsitektur Islam klasik, D. Fairchild Ruggles, dalam bukunya, Gardens, Landscape, and Vision in the Palaces of Islamic Spain, menyebut bahwa para raja Muslim Spanyol adalah pelopornya. Mereka tertarik berkebun tanaman asing demi alasan keindahan, guna mendapatkan tanaman obat serta untuk menunjukkan kemampuan mereka mengoleksi benda-benda yang jarang dipunyai orang.
Emir pertama Cordoba (sebuah kota yang terletak di kawasan Andalusia) Abd al Rahman I (yang memerintah sejak tahun 756) mengumpulkan dan mencangkok tanaman eksotis untuk dikembangkan di daerah kekuasaannya. Bila penguasa lain mengirim utusan ke negeri yang jauh untuk membuka hubungan dagang, maka ia mengirim utusan untuk mendapatkan tanaman yang tidak ada di Andalusia. Tanaman-tanaman asing ini ia taruh di perkebunan kerajaan bernama Rusafa. Kebun-kebun di Rusafa diairi dengan baik dan dikenal karena keragaman jenis tanaman yang dipunyainya.
Salah satu tanaman eksotis yang mengisi kebun Abd al Rahman I adalah pohon delima asal Suriah. Ketika pertama dibawa ke Andalusia, buahnya, walau tampak indah, tidak bisa dimakan. Salah satu pengikut Abd al Rahman I lalu bereksperimen dengan bijinya dan menanamnya di tanah Andalusia. Eksperimen menanam tanaman asing ini berhasil, dan dengan segera ditiru oleh penduduk Andalusia.
Buah delima di dalam bahasa Inggris dikenal sebagai pomegranate, yang secara harfiah berarti ‘apel granada’. Nama Kota Granada, salah satu kota ternama di Spanyol Masa Islam, diambil dari nama buah delima ini, yang ditanam dalam jumlah banyak oleh penduduknya kala itu.
Di Cordoba sendiri datang berbagai tanaman dan buah dari India dan Cina, yang dibawa masuk oleh imigran maupun pedagang. Ada yang dibawa dalam bentuk biji, tapi tak sedikit juga yang dibawa dalam bentuk buah kering.
Selain buah delima Suriah, ada beberapa tanaman lain yang menjadi karakteristik Dunia Islam masa itu. Salah satunya adalah buah ara, yang dikenal juga sebagai buah tin, buah yang namanya diabadikan sebagai nama surah dalam Al Qur’an. Pada pertengahan abad ke-9, seorang penyair bernama Yahya al Jazal dengan diam-diam membawa biji-biji buah tin jenis baru dalam tumpukan buku yang ia bawa dari Byzantium menuju Cordoba. Biji itu ditanam di Cordoba dan berhasil berbuah, meski tidak tumbuh di tanah asalnya.
Raja Seville pada abad ke-11, al Mu’tamid, suatu saat ditawari oleh seorang petani empat buah melon ukuran besar. Ia sangat tertarik, lalu bertanya teknik yang dipakai petani. Sang petani rupanya memakai teknik perkebunan baru, termasuk dengan pembabatan dahan dan penopangan tanaman dengan kayu. Di sisi Dunia Islam yang lain, seorang kalifah Muwahhidun yang berkuasa di Afrika Utara, Abu Ya’qub Yusuf I, membeli beragam jenis buah, mulai dari pir hingga apel, dari Granada dan Guadix. Ia lalu memerintahkan agar buah-buah ini ditanam di kebun yang ada di istananya, al Buhayra.
Peradaban Islam di Spanyol dikenal berkontribusi memajukan ilmu pengetahuan lewat berbagai perpustakaan yang dibangun oleh para rajanya dan kehadiran para sarjana di berbagai bidang, mulai dari astronomi hingga filosofi. Para sarjana ini menulis banyak karya penting yang diwariskan ke zaman selanjutnya.
BACA JUGA:
- Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (27)
- Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (28)
Namun, yang tak boleh dilupakan adalah karya-karya di bidang botani yang juga lahir dalam jumlah yang besar pada masa ini dan membawa pengaruh penting. Para botanis ini umumnya juga berprofesi sebagai dokter yang harus mengetahui dunia tanaman dalam rangka mencari dan membuat obat-obatan herbal. Mereka menerjemahkan dan merangkum ilmu botani dari masa Yunani dengan pengetahuan agrikultur dari Iberia, plus pengamatan mereka sendiri atas tanaman yang mereka temukan. Di antara mereka ada nama Ibn Juljul (dokternya raja Cordoba), Abulcasis (dokternya al Hakam II dan al Mansur) serta Ibnu Sina atau Avicena yang ternama itu.
Bersambung ke halaman berikutnya
Related Posts
FORSAK bawa bukti dugaan gratifikasi yang melibatkan oknum Kombes ke Propam Mabes Polri dan pungli di MTSN 1 Sidoarjo ke Bareskrim
IRGC Iran menyita kapal ‘yang terkait dengan Israel’ di dekat Selat Hormuz
Eksodus Pendukung Yang Simpati, Demokrat Hilang 10 Kursi, Ahmad Dhani Dan Gus Irfan Caleg Lintas Pemilih
MK Tolak Gugatan PT GKP, Pulau Kecil Tak Boleh Jadi Wilayah Tambang
Anak Usaha Harita Group Tetap Menambang Nikel di Wawonii Sultra Diduga Secara Melawan Hukum
Acara Reuni SMPN Bandar Kedung Mulyo Angkatan 1987 Berlangsung Meriah
Anthony Budiawan: Jan Tinbergen itu Ahli Ekonomi atau Ahli Nujum?
AS memperingatkan Iran untuk tidak menggunakan serangan konsulat sebagai ‘dalih untuk meningkatkan eskalasi lebih lanjut di kawasan’
Menguak Fenomena Politik Bansos Dalam Pilpres 2024
Rocky Gerung berharap MK beri putusan Revolusioner
No Responses
You must log in to post a comment.