Memilih Presiden Di MPR Itu Sangat Sederhana, Murah, Membuka Peluang Semua Tokoh Bangsa Terbaik Ikut Kontestasi, Tidak Mengancam Perpecahan

Memilih Presiden Di MPR Itu Sangat Sederhana, Murah, Membuka Peluang Semua Tokoh Bangsa Terbaik Ikut Kontestasi, Tidak Mengancam Perpecahan
M Hatta Taliwang



Oleh : M.Hatta Taliwang

Anggota Presidium Gerakan Kembali Ke UUD45 ASLI (G-45)

 

Saya kebetulan berpengalaman memilih Presiden di MPR RI tahun 1999. Tata cara atau prosedurnya diatur dengan TAP MPR No VI/ 1999 sebagai tsb dibawah ini: 
https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4ffe8bcdd6e3c/ketetapan-mpr-nomor-vi-mpr-1999-tahun-1999.

Karena era peralihan dari era Orba ke era Reformasi tentu terjadi ketegangan. 

Setelah Presiden Soeharto tumbang dan digantikan BJ Habibie, masyarakat menuntut Pemilihan Umum tahun 1999 untuk dipercepat. Walhasil, pada tanggal 7 Juni 1999 silam, 48 Partai Politik di Indonesia bersaing pada kontestasi politik. Waktu itu, sejumlah Partai Politik keluar dengan koleksi suara yang dominan.

PDI-P memenangkan 33,7% suara; Golkar meraup 22,4% suara; dan PKB bentukan Gus Dur mengantongi 12,6% suara. Angka ini juga diikuti PPP dan PAN, yang memperoleh 10,7% suara dan 7,1% suara. Menariknya, pada proses pemilihan Presiden-yang waktu itu masih dipilih langsung oleh MPR, nama Gus Dur yang tidak diunggulkan justru mencuat dan menguat ke permukaan.

Hal ini bermula dari urungnya BJ Habibie (Golkar) untuk maju ke bursa pencalonan Presiden, setelah pertanggungjawaban sang Teknokrat ditolak MPR.

Pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme “voting” dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah.

Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia. Akhirnya, memunculkan tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan Presiden diantaranya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yusril Ihza Mahendra.

Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yusril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu yaitu, Abdurrahaman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.

Ketika nama Megawati santer  digadang sebagai Calon Presiden, tercipta gejolak penolakan dari sejumlah elemen masyarakat.

Melihat situasi yang rawan ini, sejumlah tokoh Partai Politik yang dipelopori Amien Rais bergegas membentuk Poros Tengah, untuk menyokong Gus Dur di pencalonan Presiden.

Dalam Biografi Gus Dur yang dituliskan Greg Barton, situasi ini berlangsung secara dramatis dengan bumbu keterkejutan. Sebab saat awal penghitungan, Megawati telak mengungguli sang Kyai. Namun, plot twist (  kejutan dalam cerita) malah muncul di tengah proses penghitungan, ketika Gus Dur menyamai perolehan 250 suara milik Megawati. Puncaknya, pundi suara milik Gus Dur terus melesat hingga akhir, menjaraki 60 suara di atas Megawati.Hasilnya, Gus Dur yang berstatus ‘underdog’ keluar terpilih sebagai Presiden RI ke-4, dengan mengantongi 373 suara, mengungguli Megawati yang hanya mendapat 313 suara.

Barton juga menuturkan, kalau peristiwa ini disambut hadirin di ruang sidang MPR sambil melantunkan shalawat Badar. Megawati yang menyadari bahwa dirinya kalah, menghampiri Gus Dur secara perlahan, meletakan tangannya ke pundak Sang Pemimpin NU, lalu membubuhkan sebuah senyum simpul lengkap dengan mata yang sedikit berlinang. Saya menyaksikan Mega tersedu disamping suaminya Taufik Kiemas yg juga anggota MPR saat itu di ruang Sidang MPR.

Di tengah keriuhan yang terjadi, Gus Dur yang tidak lagi prima usai terkena serangan stroke setahun sebelumnya, justru terlihat tenang dan santai. Sementara sang istri, Sinta Nuriyah, dan putrinya, Yenny Wahid, berdiri di sisinya-dan Megawati, sambil menyimpan mimik muka yang tidak menyangka.

Siapa sangka Gus Dur jadi Presiden. Tak ada yang mengira bahwa Gus Dur akhirnya naik ke tampuk kekuasaan tertinggi negeri. Kabar ini akhirnya sampai ke publik bahkan ke penjuru dunia.Bgaimana tidak?

Dua hari usai momen bersejarah itu, sampul depan majalah The Economist memuat potret Gus Dur di samping judul dengan huruf tebal berwarna kuning berbunyi, “Astaga, Gus Dur yang terpilih: Presiden baru Indonesia yang mengejutkan”.

Greg Barton berkata dalam bukunya berjudul Biografi Gus Dur, tokoh Nahdlatul Ulama itu terpilih sebagai orang nomor satu RI secara mengejutkan.

Padahal, saat itu banyak yang mengira bahwa pertarungan akan dimenangkan oleh putri Soekarno. Kenapa demikian? Karena, selain suara PDI-P yang lebih besar dari PKB di pemilu, kondisi fisik Gus Dur ketika itu sudah payah.

Bagaimana tidak? Ketika pemilihan, Gus Dur sudah tak bisa melihat (mohon maaf), bahkan untuk berjalan sulit. Selain itu, setahun sebelumnya, beliau baru sembuh dari serangan stroke.

Namun,  Tuhan menghendaki cucu Mbah Hasyim itu menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Sidang umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1-21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu, Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR.

Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri.

Berdasarkan pengalaman itulah saya bisa menyusun tulisan berjudul SIMULASI PEMILIHAN PRESIDEN SECARA PERWAKILAN MUSYAWARAH DI MPR dengan modifikasi menggunakan alat alat modern seperti CCTV,alat penyadap untuk mengurangi peluang penyogokan dan kecurangan pada Pilpres bila dilakukan di MPR.

Tulisan ini tentu mengandung pesan agar kita mulai menimbang cara memilih Presiden dengan cara lbh sederhana, murah dan menjamin capresnya tokoh tokoh terbaik dari bangsa ini.

Simulasi Pilpres Dengan Sistem Perwakilan Musyawarah di MPR ALa UUD 194 Asli 

1. HARI DEPAN INDONESIA tidak semata mata ditentukan oleh Partai yang sdh kita ketahui kelemahan/ keburukannya, tapi juga terlibat Utusan Daerah(UD) dan Utusan Golongan(UG) dalam penentuan siapa yang layak menjadi Presiden Indonesia.

2.Dengan demikian lengkap representasi Rakyat untuk menentukan siapa yang layak menjadi Presiden,  ada unsur keterpilihan( Partai) ada unsur keterwakilan ( UG, UD, ). Tinggal melaksanakan musyawarah dan memilih Presiden.

3.Dijamin tidak lahir capres kelas tukang tambal ban. Karena dengan sistem Pilpres Perwakilan Musyawarah ala UUD45 Asli ini, dijamin tidak akan ada calon yg tidak berkualitas, karena Panglima TNI, Kapolri, Ketum NU, Ketum Muhammadiyah, para Sultan dll sbg utusan Golongan/ Utusan Daerah akan malu mengajukan capres dibawah standar kualitas mereka.
Jumlah capres bisa banyak maksimal sebanyak Fraksi ysng ada di MPR. 

CATATAN : Bisa juga di MPR cuma dilakukan penyaringan capres sehingga jumlah calon banyak seperti di Iran sampai hampir 500 orang. Namun diseleksi ketat sehingga yg benar benar  muncul terbatas. Setelah itu klo tak mau dipilih di MPR bisa saja para calon itu diserahkan ke rakyat utk dipilih langsung. Nah bila cara ini yg ditempuh maka bisa saja sistem IT via HP digunakan. Sehingga Pilpres/ Pemilu lebih murah dan cepat. Untuk detail implementasinya bisa lihat saran2 kami dalam penyelenggaraan Pilpres Langsung.

4.Tetapi kalau di pilih oleh anggota MPR maka mata seluruh rakyat fokus ke gedung MPR Senayan. Kontrol rakyat lebih mudah jika ada penyimpangan. Tidak sesulit mengontrol Pilpres Langsung seperti yang terjadi sejak 2004 dimana suara Papua misalnya sulit dikontrol rakyat Indonesia lainnya.

5. Tidak mudah melakukan penyuapan karena :
5.1. Ada utusan Golongan misalnya Panglima TNI, Ketum Muhammadiyah dll yg jd filter atau kontrol moral.

5.2. Ada CCTV disemua sudut ruangan gedung MPR

5.3. Bila perlu semua HP dipantau oleh KPK atau Lembaga yg dibuat utk khusus mengontrol Pilpres jurdil. KPK punya alat canggih itu.Tiap partai pun sekarang bisa memiliki alat penyadap itu.

5.4. Bila perlu rumah atau Kantor DPP Partai dipantau lewat CCTV oleh lawan politiknya agar terjadi saling kontrol. Alat canggih sekarang banyak cara utk memantau lawan politik.

5.5. Isolasi anggota MPR seminggu sebelum Pilpres atau saat Sidang Umum sedang berlangsung.

5.6. Pasti ada tokoh bangsa yg dicalonkan. Pendukungnya pasti memantau semua gerak gerik anggota MPR dan mengawasi seluruh proses Pilpres.Mereka bisa mengepung gedung MPR RI.

5.7. Ormas, LSM, Mahasiswa dll tertuju matanya semua ke Gedung MPR ikut mengawasi jalannya Pilpres.

5.8. Tidak semua anggota MPR bisa disuap. Pasti banyak juga yg punya nurani.

6. Hampir semua parpol dan ormas melakukan pemilihan Ketumnya lewat proses perwakilan/ musyawarah. Mengapa ketika memilih Presiden mesti Pilpres langsung?

Padahal mereka tak pernah mengundang semua pemegang kartu anggotanya ke bilik suara, datang mencoblos saat memilih Ketumnya? Mengapa  mempertanyakan sistem Musyawarah ini yg sdh mengakar sbg budaya bangsa dalam memilih pemimpin?

7. Output sistem Perwakilan Musyawarah umumnya melahirkan Pemimpin  berkualitas, kecuali yg musyawarah pakai duit ala preman.

Dalam contoh Muhammadiyah dan PKS, mereka membuktikan prestasi organisasinya membaik dengan menggunakan sistem musyawarah yang fair dlm memilih pemimpinnya.

8. Pembiayaan negara dan pembiayaan pribadi capres boleh dibilang minim dibanding Pilpres Langsung yang butuh ratusan trilyun yg dikeluarkan negara dan para calon. Pilpres lewat MPR ini mungkin hanya butuh 10 persen dari anggaran Pilpres Langsung seperti sekarang. Terjadi penghematan anggaran yg bisa digunakan utk membangun sekian ratus Puskesmas atau Sekolah.

9. Presiden Terpilih tidak punya hutang budi kepada Taipan atau Konglomerat , yg membiayai mereka, yg  menjadi sebab Presiden tersandera, sehingga kebijakannya kurang prorakyat tetapi lbh pro konglomerat dan lupa pada rakyat saat sudah terpilih.

10. Tidak terjadi pembelahan yg mengarah pada perpecahan rakyat seperti dampak Pilpres Langsung.
Sehingga Persatuan tetap terjaga dan terpelihara. Aparat keamanan bisa konsenterasi  ke hal hal yg lbh produktif tidak cawe cawe seperti pada Pilpres langsung  seperti yg pernah terjadi

11. Presiden Terpilih dilantik dan di SK atau ditetapkan secara terhormat oleh MPR dan bertanggung jawab ke MPR serta dibekali Garis Besar Haluan Negara yg disusun MPR dan Presiden tinggal mengimplementasikan dg program tanpa hsrus ngarang2 sendiri apa yg dilakukan demi negara.

12. RRC memilih Presiden/ PM nya juga tidak langsung tapi lewat perwakilan berjenjang sesuai tradisi Partai Komunis . Pemimpin yg lahir berkualitas. Saya kira capres Iran pun disaring dulu oleh para Mullah baru diserahkan ke rakyat utk diputuskan.
Negaranya kuat dan maju.

Cara memilih Presiden menurut UUD45 dan Pancasila, sila ke 4, cara  yg bijak dan arif warisan pemikiran pendiri bangsa kita, tapi kita lempar ke tong sampah, dan kita telah durhaka sehingga bangsa ini menjadi rusak parah oleh lahirnya pemimpin bangsa yg lahir dari cara yang bertentangan dengan budaya bangsa kita. Silahkan kita renungkan bersama, mau teruskan Pilpres langsung ala kaum individualistik liberalistik ini  atau kita memilih dengan sistem perwakilan musyawarah sesuai Sila ke 4 Pancasila? MHT.*

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=