Memperingati Pancasila atau Marhaenisme?

Memperingati Pancasila atau Marhaenisme?
Sukarno berpidato didepan sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945



Oleh: M. Zahrin Piliang

Ketika dipecat dari Gerindo (Gerakan Indonesia) pada 1939, Yamin dan kawan-kawannya, mendirikan Partai Persatuan Indonesia (Parpindo). Asasnya Sosial-nasionalisme dan Sosial-demokrasi.

Kita harus surut ke belakang lagi, enam tahun sebelumnya. Tepatnya ketika konferensi Partai Indonesia (Partindo), di Mataram, 1933, Soekarno menyatakan bahwa bagi kaum Marhaen asas itu ialah Kebangsaan atau Kemarhaenan (Marhaenisme). Marhaen adalah “pergaulan hidup yang sebagian besar sekali adalah terdiri dari kaum tani kecil, kaum pedagang kecil, kaum pelayar kecil..”

Kemudian, pada ayat 1 putusan konferensi tersebut ditegaskan bahwa Marhaenisme itu tidak lain nasionalisme itu sendiri dan sosio-demokrasi (lihat Di bawah Bendera Revolusi, hal. 253). Soekarno menyebut, Sosio-nasionalisme terdiri atas (1) internasionalisme, dan (2) nasionalisme. Sedang sosio-demokrasi meliputi (3) demokrasi, dan (4) keadilan sosial.

Berdasarkan fakta sejarah itu, “Panca Sila” Soekarno yang disampaikannya pada 1 Juni 1945 maupun lima asas Yamin yang dikemukakannya 29 Mei 1945, keduanya di depan sidang BPUPKI, tidak lebih dari pernyataan kembali (restatement) empat segi Marhaenisme Soekarno yang dirumuskannya pada 1933 ditambah Ke-Tuhanan.

Jadi, sesungguhnya pidato Soekarno 1 Juni 1945 itu hanyalah pengulangan pidato tentang Marhaenisme di tahun 1933. Kalau begitu, peringatan 1 Juni 1945 itu tak lebih dari memperingati empat segi Marhaenisme di tambah Ketuhanan, plus Trisila, plus Ekasila?

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=