Peran Blue Economy dan Penerapan STEM (Science, Techonology, Engineering, and Math) Terhadap Pengembangan Ekosistem Laut dan Wilayah Pesisir

Peran Blue Economy dan Penerapan STEM (Science, Techonology, Engineering, and Math) Terhadap Pengembangan Ekosistem Laut dan Wilayah Pesisir

', layer: '

STEM 2

'}, {id: 71664, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-3.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-3-150x150.jpg', permalink: '

', layer: '

STEM 3

'}, {id: 71665, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-4.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-4-150x150.jpg', permalink: '

', layer: '

STEM 4

'}, {id: 71667, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-X.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-X-150x150.jpg', permalink: '

', layer: '

STEM X

Gambar 5. Contoh destinasi Ekowisata Bhari di Banyuwangi

'}, {id: 71668, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-6.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-6-150x150.jpg', permalink: '

', layer: '

STEM 6

'}, {id: 71669, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-7.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-7-150x150.jpg', permalink: '

', layer: '

STEM 7

'}, {id: 71670, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-8.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-8-150x150.jpg', permalink: '

', layer: '

STEM 8

'}, {id: 71671, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-9.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2023/11/STEM-9-150x150.jpg', permalink: '

', layer: '

STEM 9

'} ];




Penulis: Salma Arthi Menon and Barizallen Suprapto
Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

 

Penelitian ini menyajikan tinjauan literatur menyeluruh tentang konsep Blue Economy dan Inisiatif Segitiga Terumbu Karang untuk Ekosistem, Perikanan, dan Keamanan Pangan (CTI-CFF).

Artikel ini membahas asal usul, dimensi, dan dampak Ekonomi Biru pada ekonomi global dan penerapan STEM pada pengembangannya. Fokus khusus diberikan pada CTI-CFF, yang merupakan kemitraan multilateral enam negara untuk menjaga sumber daya laut dan pesisir.

Tinjauan mencakup progres enam negara CTI-CFF dalam menerapkan Pendekatan Pengelolaan Ekosistem Perikanan (EAFM) serta peran mereka dalam pelestarian terumbu karang, perikanan, dan keamanan pangan.

Evaluasi terhadap upaya-upaya ini bertujuan untuk mengidentifikasi kontribusi CTI-CFF dalam mengatasi masalah ekosistem laut, sekaligus mempromosikan keberlanjutan. Dengan mengintegrasikan informasi dari artikel ilmiah yang telah melalui tinjauan sejawat dan laporan pemerintah, penelitian ini menyajikan gambaran komprehensif tentang perkembangan terbaru dalam konteks Ekonomi Biru dan penerapan STEM dalam implementasi CTI-CFF terhadap ekosistem kelautan dan wilayah pesisir.

Pendahuluan

Ekonomi Biru, sebagai konsep yang sedang berkembang, merujuk pada pemanfaatan laut dan sumber daya air secara berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Tujuan utama dari Ekonomi Biru adalah menciptakan sektor-sektor kelautan yang bersifat sosial, ekologis, dan ekonomis. Dalam era ini, di mana tantangan keberlanjutan semakin mendesak,
pemahaman dan implementasi konsep Ekonomi Biru menjadi krusial.

Dalam paper ilmiah ini, kita akan mengeksplorasi berbagai aspek Ekonomi Biru, mencakup potensi, tantangan, serta peluangnya. Melalui tinjauan literatur yang komprehensif, kita akan memahami bagaimana Ekonomi Biru dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, memberikan manfaat sosial kepada masyarakat, dan sekaligus menjaga kelestarian
lingkungan laut.

Paper ini akan membahas beberapa kasus sukses implementasi Ekonomi Biru dari berbagai negara, mengidentifikasi model-model terbaik yang dapat diadopsi oleh komunitas global. Selain itu, kita akan mengevaluasi dampak Ekonomi Biru terhadap kebijakan pembangunan berkelanjutan yang telah diterapkan oleh beberapa negara.

Dengan merinci konsep Ekonomi Biru dan menguraikan kontribusinya terhadap pembangunan berkelanjutan, paper ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang berharga bagi akademisi, praktisi, dan pengambil kebijakan dalam mengoptimalkan potensi kelautan demi kesejahteraan ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan.

Metedologi

Penelitian ini secara terinci menyelidiki artikel akademis yang telah melalui tinjauan oleh rekan sejawat untuk mengumpulkan data terkait ekonomi biru. Data tambahan diperoleh dari laporan pemerintah atau lembaga penelitian nasional dan internasional guna mengidentifikasi perkembangan produksi dan konsumsi dalam konteks ekonomi biru.

Isi

Perekonomian biru sendiri adalah pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, meningkatkan penghidupan dan lapangan kerja, serta kesehatan ekonomi laut, Blue Economy meliputi beberapa aktivitas seperti: Renewable Energy, Fisheries, Maritime Transport, Tourism, Climate Change, Waste Management dimana masing-masing peranan sangat penting dalam peranan social dan perkembangan ekonomi, seperti fisheries berkontribusi pada GDP global sebesar US$270 billion dan lebih dari 80% perdagangan terjadi melalui perantara transportasi laut dan diperkirakan akan berlipat ganda pada tahun 2030 hingga 2050. Keenam aktivitas blue economy diatas dikelola dalam tujuh kebijakan kelautan di Indonesia
yaitu: Diplomasi Maritim, Pertahanan keamanan penegakan hukum dan keselamatan dilaut, Tata Kelola dan kelembagaan lautan, Ekonomi Infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan, Pengelolaan ruanglaut dan perlindungan lingkungan laut, dan Budaya Bahari kebijakan ini berputar hingaa Kembali ke kebijakan Diplomasi Maritim(Nasution, 2022), seperti yang terlihat pada gambar 1.


Blue Economy mengacu pada model ekonomi berbasis kelautan yang berkelanjutan; yang menerapkan infrastruktur, teknologi dan praktik yang ramah lingkungan dan inovatif, termasuk pengaturan kelembagaan dan pembiayaan, untuk memenuhi tujuan:

1. pembangunan berkelanjutan dan inklusif;

2. melindungi pesisir dan lautan kita, dan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologi;

3. menangani ketahanan air, energi dan pangan;

4. melindungi kesehatan, penghidupan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir; Dan

5. mendorong langkah-langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim berbasis ekosistem

Konsep Pengelolaan Ekosistem Secara Adaptif

Salah satu peranan penting dalam blue economy adalah pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu atau yang dikenal sebagai (Intregated Coastal Zone Management / ICZM), yaitu merupakan pendekatan baru mengenai upaya pengelolaan wilayah pesisir dan laut sebagai komponen penting sistem penyangga kehidupan global. Dimana wilayah pesisir dan laut memiliki ekologi yang harus dijaga keberlanjutannya, disisi lain memiliki dampak penting pada pembangunan ekonomi, sehingga perlu integrasi sosial dan kelembagaan yang harus diperhatikan dan dilibatkan dalam pengelolaannya(Rani & Cahyasari, 2015).

Terlihat dalam gambar 2, adalah manajerial pengelolaan batas air dalam wilayah pesisir:

1. Marine Ecotourism
2. Marine Biodiversity/Conservation
3. Coastal & Marine Resources Management
4. Fisheries Management
5. LMEs & Ecorgion
6. MPAs & No-Take Reserves
7. Marine Industry

Keterpaduan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut

Terlihat dalam gambar 3, dimana pengguna akan mengeksploitasi dan rehabilitasi sumbersumber dari pesisir Pantai yang dikelola dari manajerial yang berlaku dibawah perekonomian dan politik yang ada untuk mengebambangkan aktivitas perikanan, aquaculture, agriculture, dan penambangan untuk pengembangan industry, Pelabuhan, navigasi, rekreasi, dan pemukiman manusia. Pengembangan dan pengelolaan harus dalam implementasi Undang-undang yang telah diatur seperti UU Nomor 27 Tahun 2007 mengenai prinsip-prinsip Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu yaitu sebagai berikut Pengelolaan Pesisir Terpadu akan berkaitan dengan 10 ketentuan berikut dan gambar 4:

1. Integrasi Pemerintah

2. Integrasi Antara Ekosistem Darat dan Laut

3. Kekompakan Antar Disiplin

4. Manajemen Terdesentralisasi

5. Konsistensi Pembiayaan

6. Konsistensi Perencanaa

7. Institutional Institutions

8. Lembaga dan Penegakan Hukum

9. Pengakuan Hak Masyarakat

10. Kekompakan Antar Institusi

Dengan adanya blue ecnomy yang ditetapkan untuk Pembangunan Kesehatan ekonomi beberapa tempat yang seharusnya dapat dijadikan pengembangan sangatlah banyak dikarenakan potensi kelautan dan kemaritiman di Indonesia sangatlah luas, berikut salah satu tempat yang dapat diajadikan pengembangan pengelolaan wilayah

Gambar 5. Contoh destinasi Ekowisata Bhari di Banyuwangi

1. Destinasi Ekowisata Bhari di Wongsoredjo, Banyuwangi Memiliki beberapa potensi seperti:

a. Terdapat persebaran terumbu karang dan ikan hias

b. Terdapat penangkaran hiu

c. Terdapat apartment ikan

d. Terdapat rumah apung

e. Terdapat layanan penyebrangan ke Pulau Tabuhan

f. Pemanfaatan aktivitas Marine Eco-tourism bersifat aktif berupa snorkeling, diving, penanaman terumbu karang, dll.

Pengelolaan Eksisting berupa:

a. Pelaku ekonomi di area wisata berasal dari nelayan sekitar desa.

b. Edukasi pola pikir nelayan untuk merawat terumbu karang untuk tidak dirusak, akan tetapi dibudidaya hingga menjadi objek wisata yang berpotensi.

c. Penyediaan penginapan, restoran, kebutuhan penginapan, hingga jasa guide dengan memberdayakan nelayan dan masyarakat sekitar.

d. Memberikan arahan dan mengikutsertakan sertifikasi/ pelatihan keahlian (diving, manajemen hotel, wisata, dll).

Strategi Pengembangan:

a. Branding dan promosi perlu digalakkan lebih massif.

b. Peningkatan fasilitas pendukung yang ramah difabel.

c. Menyediakan signage atau palang-palang informasi di dekat jalan raya utama karea lokasi termasuk jauh dari jalan arteri.

d. Peningkatan strategi branding dan promosi.

Sehingga perlu diperhatikan beberapa factor dalam Pembangunan Marine Eco-Tourrism yaitu pengaruh tingkat pendapatan ekonomi Masyarakat, Kualitas sumber daya manusia, dan kualitas lingkungan, analisis Fault Tree Analysis juga perlu dilakukan guna pencegahan terjadinya hal yang tidak dinginkan.

SDA Indonesia baik di darat maupun lautan sangatlah melimpah namun yang terjadi saat ini pemanfaatan yang cenderung merusak dan tidak menjaga lingkungan yang ada sehingga masih banyak rakyat dengan kondisi yang tidak baik, maka perlu adanya Pembangunan dari segi sumber daya manusianya itu sendiri.

Hal ini dapat terwujd jika Pembangunan dilakukan melalui penerapan IPTEK dan manajemen professional secara tepat dan benar, berikut beberapa permasalahan pada penerapan blue economy:

1. Pada umumnya pelaku dan pegiat usaha belum menerapkan IPTEK dan manajemen professional

2. Sebagian besar teknologi yang dugunakan masih impor 3. Lembaga penghasil IPTEK (perguruan tinggi, lembaga penelitian, dll) masih kurang produktif atau bersifat “menara gading”

4. Ada “missing link” antara kebijakan dan program pemerintah dengan pelaku usaha di “grass root” (terutama rakyat kecil); dan antara lembaga penghasil IPTEK dengan “users”

Oleh karena itu peranan universitas adalah agar IPTEK dan manajemen professional dapat diterapkan dengan baik dan pengelolaan SDA dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya agar menuju kemakmuran dan kemajuan bangsa, fokusan pengembangan IPTEK dimulai dari Ilmu dasar yang harus dilaksanakan karena memiliki sifat khas dan menentukan kualitas kehidupan, baik fisik maupun non fisik di Indonesia, IPTEK terapan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dan yang akan dihadapi, dan IPTEK terapan guna mencegah terjadinya masalah pada jangka menengah dan Panjang, peranan IPTEK ini sangat diperlukan dalam Pembangunan bangsa diantara lain:

1. Meningkatkan nilai pemikiran, ketrampilan, mutu pelayanan dll.

2. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi suatu proses nilai tambah

3. Meningkatkan daya saing SDM

4. Meningkatkan kualitas kehidupan dan ketentraman di masa depan

Didalam peranan universitas sendiri diperlukan adanya inovasi dari proses ide hinga ke produk jadi, maka muncul pertanyaan seperti; Bagaimana tahap penelitian, tahap Kerjasama, pembiayaan, dan lisensi produk, sehingga untuk menjawab ini kajian yang berorientasi kepada kebutuhan pasar dan industry harus menjadi acuan dalam sistem pendidikan, sehingga industry dapat terbangun berdasar kebutuhan dan kemitraan, seperti yang terlihat di gambar 6.

Di dalam pendidikan dimana sebagaisebagai agen pembangunan harus mampu mengantisipasi keterbukaan arus informasi dan perkembangan IPTEK, Pendidikan juga berfungsi untuk menyiapkan SDM sebagai penerima arus informasi & perkembangan IPTEK, juga memberikan bekal untuk mengelola, menyesuaikan dan mengembangkan melalui perkembangan teknologi (aplikasi teknologi terapan), kajian yang berorientasi kepada kebutuhan pasar dan industri harus menjadi acuan dalam sistem pendidikan, sehingga lingkage PT-Dunia Industri dapat terbangun berdasar kebutuhan dan kemitraan.

Orientasi pendidikan disamping menyiapkan SDM siap pakai, juga berfungsi sebagai wahana mempersiapkan SDM yang adaptif, mampu menerima, menyesuaikan dan mengembangkan arus perubahan yang terjadi dalam lingkungannya

Dalam perkembangannya IPTEK di universitas akan lebih maju seiring bertambahnya waktu metode dalam pengembangan juga semakin beragam seperti halnya STEM. STEM sendiri ialah (Sains, Teknologi, Rekayasa, dan Matematika), metode ini ialah penggabungan dari keempat disiplin ilmu secara terpadu, metode ini menerapkan pengetahuan dan keterampilan secara bersamaan untuk menyelesaikan suatu kasus.

STEM sendiri berfungsi sebagai suatu penghubung yang menghubungkan lembaga pendidikan dengan realitas dunia. Di masa depan, dunia ini akan sangat bergantung pada teknologi canggih seperti drone, robotika, otomasi industri, smartphone, IoT (Internet of Things), dan teknologi lainnya.

Penerapan STEM dalam proses pembelajaran memiliki potensi untuk mendorong peserta didik agar dapat merancang, mengembangkan, dan memanfaatkan teknologi. Selain itu, pendekatan ini dapat memperkuat aspek kognitif dan afektif, serta mengajak siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh. Dengan pembelajaran berbasis STEM, siswa dapat dilatih untuk menggunakan pengetahuan mereka dalam merancang solusi untuk masalah lingkungan dengan memanfaatkan teknologi (Davidi et al., 2021).

Pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Rekayasa, dan Matematika) saat ini menjadi pilihan alternatif dalam membangun generasi yang siap menghadapi tantangan abad ke-21. Model pembelajaran STEM dapat diimplementasikan melalui berbagai pendekatan seperti pembelajaran kooperatif, PBL (Project-Based Learning), PJBL (Problem-Based Learning), dan metode pembelajaran lainnya. Pentingnya membangun pemahaman terhadap materi didik harus disertai dengan peningkatan keterampilan, yang turut diperkuat oleh pembentukan sikap, karakter, dan kebiasaan positif.

Akhir dari suatu proses pendidikan pada dasarnya adalah untuk menanamkan kepribadian yang kuat. Indonesia telah merancang secara besar-besaran dalam pendidikan karakter ini sejak zaman nenek moyang, melibatkan olah hati (pengembangan spiritual dan emosional), olah pikir (pengembangan intelektual), olah raga (pengembangan fisik dan kinestetik), dan olah rasa/karsa (pengembangan afektif dan kreatif)(Mulyani, 2019).

Selain itu peran aktif pemerintah juga diperlukan dalam pengembangan metode ini, penguasaan mendalam dalam STEM ini harus menjadi prioritas utama jika ingin meningkatkan daya saing anak bangsa dalam persaingan global, usaha pemerintah seperti pemberian beasiswa sudah sangat baik, namun Indonesia masih harus belajar untuk menghadapi beberapa maslaah seperit halnya mahasiswa-mahasiswa yang tidak Kembali ke Indonesia setelah mendapatkan beasiswa, kesadaran dan dukungan untuk berkolaborasi untuk membangun negri harus sangat dijadikan prioritas agar pengembangan metode STEM ini dapat berjalan dengan optimal.

Pengembangan STEM ini harus berkaitan dengan keempat elemen diatas tidak hanya pemerintah yang perlu memperhatikan namun industrial di Indonesia juga harus terkait dimulai dari adanya forum kegiatan Bersama sehingga hasil penelitian dan kajian memiliki relevansi yang kuat sesuai dengan kebuthn pasar, hasil penelitian riset dapat dimanfaatkan Masyarakat dan dunia industry secara luas agar nilai tambahnya juga semakin besar.

Tidak dipungkiri bahwa ada beberapa permaslahan dalam isu dan riset-riset yang akan dibahas seperti:

1. Standar kompetensi masih kurang teraplikasi pada kebutuhan pasar, dunia industri, dan users lainnya

2. Hubungan yg ada masih mencari keuntungan sendiri dan saling memanfaatkan

3. Esensi format hubungan institutional yang lebih strategis dalam memelihara dan mengembangkan kesinambungan pemasok-pengguna belum berjalan dengan baik

4. Berbagai jenis karya ilmiah telah dihasilkan, namun banyak tulisan dan hasil penelitian belum teraplikasikan oleh masyarakat luas maupun dunia usaha.

5. Hal ini, karena hasil penelitian tidak berbasis permasalahan pasar dan hanya dimulai dari keilmuan saja, shg hasilnya belum menarik kebutuhan pasar.

The Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) adalah kemitraan multilateral enam negara yang bekerja sama untuk menjaga sumber daya laut dan pantai yang luar biasa di Kawasan Segitiga Terumbu Karang. Negara-negara tersebut termasuk Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor-Leste, dapat terlohat di gambar 9. Inisiatif ini bertujuan untuk mengelola secara berkelanjutan dan melestarikan ekosistem terumbu karang, perikanan, dan ketahanan pangan di Kawasan Segitiga Terumbu Karang.

CTI-CFF berfokus pada mengatasi ancaman terhadap ekosistem dan masyarakat Kawasan Segitiga Terumbu Karang melalui Rencana Aksi Regional (RPOA). Rencana ini melibatkan langkah-langkah konservasi dan pelestarian untuk terumbu karang, perikanan, dan ketahana pangan. Kemitraan ini penting untuk melindungi keanekaragaman hayati laut yang luar biasa dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada sumber daya ini.

Inisiatif ini diimplementasikan melalui berbagai proyek dan strategi, menekankan pentingnya kerjasama multilateral untuk pembangunan berkelanjutan di wilayah Kawasan Segitiga Terumbu Karang.

Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) memiliki Rencana Aksi Regional (RPOA) sebagai kerangka strategis untuk periode 2021 hingga 2030.

RPOA 2.0, diumumkan pada Coral Triangle Day 2023, bertujuan untuk memperkuat komitmen regional dan local (Anugrah et al., 2020).

RPOA 2.0 mencakup lima tujuan strategis, termasuk penekanan pada pemandangan laut prioritas, pelestarian keberlanjutan sumber daya laut, dan penguatan pengelolaan wilayah pesisir.

Selain itu, CTI-CFF berencana mendirikan Coral Triangle Conservation Fund untuk mendukung tindakan konservasi di kawasan tersebut. RPOA ini memiliki lima tujuan strategis:

Prioritas Seascapes: Menekankan perlindungan dan pengelolaan wilayah laut yang menjadi prioritas dalam kawasan.

Keberlanjutan Sumber Daya Laut: Mendorong pelestarian dan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan.

Penguatan Pengelolaan Wilayah Pesisir: Fokus pada pengelolaan wilayah pesisir untuk mendukung keberlanjutan ekosistem.

Pemberdayaan Masyarakat: Melibatkan masyarakat lokal dalam upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya.

Peningkatan Kapasitas: Memberikan dukungan untuk memperkuat kapasitas lokal dalam mengelola sumber daya laut.

Penguatan Sekretariat Regional CTI-CFF sebagai Bagian dari Tata Kelola yang Baik

Peran Sekretariat Regional CTI-CFF:

Berkoordinasi, memfasilitasi, dan memonitor upaya kolaboratif dalam menjalankan kegiatan dan program di bawah Rencana Aksi Regional (RPOA).

Penguatan Peran Komite Koordinasi Nasional-NCC:

Mendesain komunikasi dan koordinasi yang efektif antara Sekretariat Regional, pemerintah pusat dan daerah dalam menerapkan kebijakan dan regulasi karang laut proaktif, serta melakukan peningkatan kapasitas yang intensif di tingkat lokal dan komunitas.

Pemberdayaan Kelompok Kerja Teknis (TWGs):

Upaya bersama dalam menyelaraskan tujuan terkait RPOA dengan implementasi NPOA.

Keterlibatan Mitra Pengembangan CTI-CFF:

Mengakui bahwa Sekretariat Regional CTI-CFF tidak dapat mengelola konservasi terumbu karang sendiri. Dalam konteks ini, Sekretariat Regional CTI-CFF membutuhkan dukungan dari mitra pengembangan CTI-CFF serta membangun kemitraan luas dengan mitra di luar yang ada (misalnya, memperluas upaya melalui kolaborasi internasional) untuk mendapatkan dukungan sebagai upaya kolaboratif.

Tantangan utama dalam implementasi Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) mencakup kesiapan dan persepsi masyarakat sebagai indikator peningkatan kapasitas. Meskipun upaya telah dilakukan, masih diperlukan langkah-langkah lebih lanjut untuk mengatasi perbedaan tingkat kesiapan dan persepsi di kalangan masyarakat(Fitriandita, 2018).

Selain itu, koordinasi dan komunikasi yang efektif antara pemerintah pusat, daerah, dan komunitas dalam menerapkan kebijakan karang laut proaktif perlu ditingkatkan. Upaya kolaboratif yang lebih kuat dan pemahaman bersama antara berbagai pemangku
kepentingan dapat membantu mengatasi hambatan ini.

Implementasi tujuan Rencana Aksi Regional (RPOA) dan Rencana Aksi Nasional (NPOA) juga menunjukkan adanya tantangan. Diperlukan penyelarasan yang lebih baik antara berbagai tingkatan pemerintahan untuk memastikan tujuan-tujuan ini dapat dicapai secara efektif. Peningkatan dalam pelaksanaan RPOA dan NPOA melalui evaluasi dan perbaikan kontinu menjadi kunci untuk memastikan keberhasilan jangka panjang dari inisiatif ini.

Penutup

1) Penerapan konsep blue economy terhadap pengembangan ekosistem kelautan merupakan penerapan yang cukup baik dari konsep manajemen hingga pemikiran untuk memberikan inovasi kedepannya, penerapan konsep blue economy akan lebih efektif jika didasari dari pendekatan metode STEM.

2) Dari permasalahan SDM yang ada peranan perguruan tinggi cukup penting untuk memajukan SDM melalui metode STEM yang diberikan dalam pengajaran dan peran aktif pemerintah juga perlu guna sebagai penghubung pada industri-industri yang menunjang pembelajaran untuk pengembangan ekosistem kelautan.

3) Apabila penerapan STEM dan blue economy sudah sangat baik dan juga SDM yang ada lebih paham akan kondisi yang terjadi dan kedua elemen sudah bekerja secara efektif pengimplentasian CTI-CFF juga dapat mudah di raih dan dapat berkontribusi dalam pengembangan dan pengelolaan ekositem kelautan.

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=