Tokoh-Tokoh Nasional Bersatu Lawan Relokasi Paksa!

Tokoh-Tokoh Nasional Bersatu Lawan Relokasi Paksa!
Sobirin, warga Kampung Tanjung Banon, Pulau Rempang sudah berhari-hari tak mencari nafkah di laut karena khawatir kampungnya akan dipatoki petugas dari BP Batam dan aparat



ZONASATUNEWS.COM, JAKARTA – Gerakan nasional untuk melindungi hak-hak warga Pulau Rempang kini mendapatkan momentum yang kuat.

Dalam waktu kurang dari 24 jam, petisi “HENTIKAN RELOKASI DAN LINDUNGI HAK TINGGAL MASYARAKAT PULAU REMPANG” telah mendapatkan dukungan dari 2.293 orang.

Petisi ini digagas oleh para tokoh bangsa, guru besar, dan akademisi terkemuka di Indonesia.

Achmad Nur Hidayat, CEO Narasi Institute dan Ekonom UPN Veteran Jakarta, sebagai inisiator petisi, menyatakan bahwa petisi ini merupakan bentuk kepedulian ilmuwan terhadap hak tinggal masyarakat Pulau Rempang.

Menurutnya, warga setempat telah dipecah belah dengan janji kompensasi hunian, meski sebagian besar menolak.

Namun, pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang menyatakan bahwa hak atas tanah di Pulau Rempang telah diberikan kepada perusahaan sejak 2001-2002 menimbulkan kontroversi.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Mahfud MD, menjelaskan bahwa negara telah memberikan hak atas tanah di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, kepada sebuah perusahaan berdasarkan surat keputusan (SK) yang dikeluarkan pada tahun 2001 dan 2002. Namun, pada tahun 2004, hak tersebut diberikan kepada pihak lain. Situasi menjadi rumit ketika investor mulai masuk ke Pulau Rempang pada tahun 2022 dan menemukan tanah tersebut sudah ditempati. Mahfud MD menegaskan bahwa proses pengosongan tanah saat ini menjadi sumber konflik, bukan hak atas tanahnya. Terkait status tanah yang mungkin merupakan tanah ulayat, Mahfud MD mengaku tidak mengetahuinya dan menyarankan untuk memeriksa data di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Prof. Didin S Damanhuri, salah satu penggagas petisi, menilai pernyataan tersebut ahistoris dan menekankan bahwa warga Rempang telah menempati pulau tersebut sejak 1834.

“Mahfud MD cenderung berpihak kepada investor dan hanya berdasarkan pada data formal yang bisa direkayasa oleh pemodal besar, Ujar Prof Didin S Damanhuri yang juga Guru Besar Ekonomi Politik.

Polemik ini semakin memanas dengan kritik dari Dr. Anthony Budiawan, salah satu penggagas petisi lainnya yang menilai pernyataan Mahfud MD sebagai tidak jelas dan cenderung berpihak pada investor.

Dia menyoroti perjanjian 2004 yang menyatakan Kampung Tua di Pulau Rempang harus dipertahankan, namun kini tampak adanya upaya “perampasan” hak tanah warga.

Dr. Anthony Budiawan, salah seorang pengagas petisi mengatakan : “Mahfud MD memberikan pernyataan yang tidak jelas dan tidak berguna. Hak tanah warga setempat yang telah tinggal sejak lama tidak boleh dirampas demi investasi”.

Anthony Budiawan mempertanyakan siapa yang diberi hak atas tanah sejak 2001-2002 dan apakah itu merujuk pada PT MEG. Dia mengutip perjanjian antara Otorita Batam, Pemko Batam, dan PT Makmur Elok Graha (MEG) pada 2004 yang menyatakan bahwa Kampung Tua di Pulau Rempang harus dipertahankan. Namun, kini tampaknya ada upaya ‘perampasan’ hak tanah warga oleh investor dengan dukungan pemerintah. “Ini sebagai bentuk ‘kolonialisme’ modern dan menyerukan agar dihentikan.” Ujar Dr Anthony Budiawan yang juga merupakan managing director PEPS.

Dukungan besar datang dari tokoh-tokoh nasional seperti Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah; Prof. Didin S Damanhuri, Guru Besar IPB dan Universitas Paramadina; Prof. Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar Teknologi Kelautan ITS, Surabaya; Prof. Masroro Lilik Ekowanti, Guru Besar Universitas Hang Tuah Surabaya; Prof. Prijono Tjiptoherijanto, Guru Besar Universitas Indonesia; Prof. Yudhie Haryono Ph.D, Ketua PKPK UMP; Prof. Zainal Muttaqin, Guru Besar Universitas Diponegoro; Prof. Dr. Drg. H. Ardo Sabir, M.Kes, Guru Besar Universitas Hasanuddin; Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta; dan Prof. Ir. Joni Hermana, Msces, Phd, Rektor Senior ITS Surabaya, Dr Anthony Budiawan, Managing Director PEPS, Dr Fadhil Hasan, Dr Muhamad Said Didu dan banyak ekonom lainnya.

Mereka, bersama dengan berbagai elemen masyarakat lainnya, telah bersatu untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat Pulau Rempang tetap dilindungi dan dihormati.

Dengan dukungan dari tokoh-tokoh terkemuka ini, gerakan ini diharapkan dapat membawa perubahan nyata bagi warga Pulau Rempang.

Indonesia, dengan posisinya yang strategis, harus waspada terhadap potensi ambisi teritorial dari negara-negara besar.

Dalam konteks ini, Prof. Didin menekankan pentingnya Indonesia menjaga sikap non-aliansi dan berfokus pada kesejahteraan rakyat.

Menurut Prof Didin S Damanhuri, Guru Besar, warga Rempang telah menempati pulau tersebut sejak 1834, sehingga mereka memiliki Hak Ulayat yang harus dihormati oleh pemerintah.

Dia menekankan bahwa pulau-pulau di sekitar Batam sangat strategis untuk investasi karena kedekatannya dengan Singapura dan Malaysia. Selain itu, pulau-pulau tersebut juga menjadi target investor dari RRC, terkait klaim historis mereka di Laut China Selatan.” Ujar Didin S Damanhuri

Dengan semakin banyaknya dukungan dari berbagai pihak, gerakan ini diharapkan dapat menjadi titik balik dalam perlindungan hak-hak warga Pulau Rempang dan menjadi sorotan nasional. Gerakan ini tidak hanya menjadi sorotan di Indonesia, tetapi juga diharapkan dapat mendapatkan perhatian internasional. Dengan dukungan yang terus meningkat, masyarakat optimis bahwa suara mereka akan didengar dan hak-hak mereka akan dilindungi.

Dalam era digital saat ini, gerakan seperti ini memiliki potensi untuk menjadi viral dan mendapatkan dukungan dari seluruh penjuru dunia. Dengan kekuatan media sosial dan dukungan dari tokoh-tokoh nasional, gerakan ini diharapkan dapat mencapai tujuannya dan memberikan keadilan bagi warga Pulau Rempang.

#LindungiRempang menjadi tagar yang diharapkan dapat menjadi gerakan nasional dan mendapatkan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat. Dengan semangat persatuan dan keadilan, Indonesia diharapkan dapat menunjukkan kepada dunia bahwa negara ini tetap berkomitmen untuk melindungi hak-hak warganya.

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=