Agua Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-205)

Agua Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-205)
Penulis, Agus Mualif Rohadi berfoto ditengah-tengah Masjid Kubah Batu dan Masjid Qibli, Yerusalem




Oleh : Agus Mualif Rohadi

IX. Nabi Muhammad

Ketika sampai di Makkah, mereka mengirim tokohnya sebagai utusan menemui nabi Muhammad untuk menjelaskan tentang keinginan kabilah haji penduduk Yatsrib. Utusan tersebut di terima oleh Al – Abas bin Abdul Muthalib yang sudah saling mengenal dengan tamunya tersebut sebagai sesama pedagang maupun saudara. Al-Abas dikenal sebagai pedagang yang terhormat di antara kabilah kabilah dagang Arabiya, yang perkataannya dapat dipercaya. Setelah pembicaraan serius, Al–Abas sepakat menyampaikan permintaan itu kepada nabi Muhammad dan mereka diminta menunggu di Syi’ib di Aqabah.

Ibnu Ishaq mengkisahkan, baik para tokoh kabilah haji Yatsrib maupun Al–Abas bin Muthalib bersama nabi Muhammad, pada suatu malam, dengan diam diam seperti jalannya kucing yang pelan pelan tidak bersuara dengan sembunyi sembunyi, akhirnya dapat bertemu dengan kabilah Yatsrib di Syi’ib di Aqabah. Al-Abas sendiri, saat itu masih belum masuk Islam, namun dia berkepentingan dengan keamanan keponakannya dan memastikan apa yang akan terjadi saat dan setelah pertemuan tersebut.

Al-Abas justru yang memulai pembicaraan dalam pertemuan tersebut : “ Wahai orang – orang Al – Khazraj, sesungguhnya Muhammad adalah keluargaku. Kami telah melindunginya dari teror kaum kami. Ia berada dalam keadaan terhormat di tengah kaumnya dan jaminan keamanan di negerinya. Namun ia lebih suka berkumpul dan menyatu dengan kalian. Jika kalian yakin dapat melindunginya dari orang orang yang menentangnya dan mengangkat tinggi tinggi dakwahnya, maka silahkan lanjutkan tugas kalian. Namun jika sebaliknya, kalian malah menelantarkannya setelah ia bergabung kepada kalian, maka sejak kini biarkanlah dia, karena dia sudah terhormat di tengah kaumnya dan mendapatkan perlindungan dan keamanan dari kaumnya dan negerinya.

Tokoh kabilah dari Yatsrib kemudian menanggapinya bahwa mereka telah mendengarkan ucapan Al-Abas dan mereka ingin mendengarkan ucapan nabi Muhammad. Rasulullah SAW kemudian mengawali dengan membacakan ayat suci Al-Qur’an, mengajak mereka kepada agama Allah dan mengharapkan kesungguhan ke-Islam-an mereka. Setelah itu beliau bersabda : “ Aku membaiat kalian untuk melindungiku sebagaimana kalian melindungi istri dan anak anak kalian “. Tokoh mereka yang bernama Al-Barra’ bin Ma’rur dengan memegang tangan Rasulullah SAW kemudian berkata : “ Ya demi Allah, kami pasti melindungimu sebagaimana kami melindungi istri istri dan anak anak kami. Demi Allah kami ahli perang dan ahli dalam memegang senjata. Kami wariskan pengetahuan dan ketrampilan kami dari satu generasi kepada generasi lainnya “. Setelah itu, seseorang dari kabilah haji Yatsrib, yaitu Abu Al – Haitsyam bin At-Tayyahan menyela pembicaraan dengan berkata : “ Wahai Rasulullah, sebelumnya kami memiliki hubungan dengan orang orang Yahudi dan kini kami akan memutusnya. Jika kami telah berhasil melaksanakan misi dakwah ini, apakah engkau akan meninggalkan kami dan kembali pada kaummu ? Rasulullah SAW kemudian bersabda : “ Tidak. Darah, dengan darah. Penghancuran dengan penghancuran. Aku bagian dari kalian dan kalian bagian dariku. Aku memerangi siapa saja yang kalian perangi dan berdamai dengan orang – orang yang kalian berdamai dengan mereka “.

Al – Abas kemudian menegaskan lagi bahwa mereka akan terlibat perang, akan ada tokoh tokoh terhormat mereka yang tewas dan mengurangi harta harta mereka. Namun kabilah muslim Yatsrib juga berkata : “ Kami mengambilnya walaupun hal ini mengurangi harta kami dan menewaskan orang orang terhormat di tengah kami. Jika kami melakukan hal tersebut, apa yang akan kami dapatkan wahai Rasulullah “. Rasulullah langsung menjawab dengan jawaban sangat pendek, yaitu “surga”. Mereka kemudian meminta Rasulullah mengulurkan tangannya, dan kemudian mereka membai’at Rasulullah. Ibnu Ishak berkisah dari perkataan Ashim bin Umar bin Qatadah yang menyatakan bahwa Al – Abas berkata seperti itu adalah untuk menguji mereka.

Dengan demikian perjanjian mereka dengan Rasulullah SAW adalah perjanjian yang dilandasi oleh keimanan yang tinggi karena mereka berani membeli surga dengan harta dan nyawanya. Dialog nabi Muhammad dengan kaum muslim dari kabilah haji Yatsrib kemudian disebut Perjanjian Aqabah Kedua. Hal ini dapat menjadi penjelasan, mengapa kemudian nabi Muhammad dan para sahabat nabi setelah hijrah dan dapat menaklukkan Makkah tetap tinggal di Madinah. Demikian pula pada kaum muhajirin kalaupun ada yang pergi dari Madinah namun tidak menetap di Makkah, mereka tetap menjadi bagian dari penduduk Yatsrib, dan mereka mengikatkan dirinya dengan perjanjian lanjutannya yaitu Perjanjian Madinah.

Setelah bai’at perjanjian tersebut, Nabi Muhammad meminta kepada mereka dua belas orang untuk ditunjuk nabi Muhammad menjadi pemimpin mereka. Dua belas orang tersebut yang berasal dari bani Khazraj adalah 1) Abu Umamah As’ad bin Zurarah bin Udas, 2) Sa’ad bin Ar-Rabi’ bin Amr, 3) Abdullah bin Rawwabah bin Umm’ul Qais, 4) Rafi’ bin Malik bin AlAjlan, 5) Al-Barra’ bin Ma’rur bin Shakhr, 6) Abdullah bin Amr bin haram, 7) Ubadah bin AshShamit bin Qais, 8) Sa’ad bin Ubadah bin Dulaim, 9) Al-Mundzir bin Amr bin Khunais. Sedang yang ditunjuk menjadi pemimpin dari bani Aws adalah 1) Usaid bin Hudair bin Samak, 2) Sa’ad bin Khaitsamah bin Al-Harts, 3) Rifa’ah bin Abdul Mundzir bin Zanbar.

Ibnu Ishaq berkisah dari kisah Abdullah bin Abu Bakar bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ Kalian harus bertanggung jawab atas apa saja yang terjadi di tengah kaum kalian sebagaimana Hawariyyun yang bertanggung jawab kepada ‘Iysaa bin Maryam dan aku bertanggung jawab atas kaumku.

Para hawariyyun pada masa nabi ‘Iysaa berjumlah dua belas orang pula, meskipun salah satu diantara Hawariyyun kemudian mengkhianati nabi ‘Iysaa. Hawariyyun yang mempunyai arti sahabat dekat ini, sepeninggal nabi ‘Iysaa kemudian membetuk kelompok jamaah yahudi sendiri yang kemudian menjadi sekte agama Yahudi yang dalam al-Qur’an disebut Nashara atau Anshar yang mempunyai arti kaum penolong. Yang dimaksud adalah penolong agama Allah, yang melanjutkan misi Rasul Allah yaitu nabi ‘Iysaa yang meluruskan praktik agama kaum yahudi yang telah menyimpang dari kebenaran kitabnya. Pada masa nabi
Muhhammad, terdapat pula dua belas orang dari Yatsrib yang menjadi pemimpin kaumnya yang akan menolong nabi Muhammad, yang oleh karena itu mereka disebut kaum Anshar yang mempunyai arti kaum penolong.

al-ain.com tempat terjadi Perjanjian al-Aqabah pertama dan kedua di kawasan Mina, dinamakan Masjid Al –bai’at Al – Aqabah.

Karena keimanannya yang tinggi, kaum Anshar ini bahkan menawarkan diri untuk mendatangi orang orang di kawasan mina dengan pedangnya. Namun Rasul menolaknya dan memerintahkan mereka pulang ke Yatsrib. Al-Abas bin Abdul Muthalib dan Rasul juga pulang. Namun ketika kaum Anshar baru pulang, berita tentang pertemuan mereka dengan rasul telah di dengar kaum Qurays. Mereka mengejar kabilah anshar dan berpapasan dengan Sa’ad bin Ubadah yang sedang terpisah dengan kaumnya, kemudian ditangkap, diikat dan disiksa di padang pasir. Namun karena Sa’ad pernah menolong bisnis orang Qurays yaitu Jubair bin Muth’im dan Al-Harits bin Harb , kemudian kedua orang tersebut menolong Sa’ad bin Ubadah. Pertolongan tersebut datang setelah Abu Al-Bhaktari melihatnya disiksa dan ketika mempunyai kesempatan menemui Sa’ad yang sedang dalam penyiksaan kemudian bertanya siapa dari orang Qurays yang dapat menolongnya. Sa’ad kemudian menyebut dua orang tersebut yang pernah ditolongnya dalam bisnisnya, dan Abu Al-Bhaktari menyampaikan permintaan tolong Sa’ad kepada kedua orang tersebut.

Baca Juga:

Ketika kaum Anshar tiba di Yatsrib, mereka kemudian mengumumkan ke-Islam-annya, maka pengumuman tersebut kemudian langsung berpengaruh pada kondisi penduduk Yatsrib. Pada suatu malam pemuda bani Salimah yang telah masuk Islam yaitu Muadz bin Jabal dan Muadz bin Amr mengambil berhala sesembahan kaumnya kemudian melemparkannya ke dalam sumur bani Salimah dalam keadaan dibalik kepala patung di bawah. Muadz bin Amr adalah anak pemuka bani Salimah, yaitu Amr bin Al-Jamuh bin Zaid bin haram bin Ka’ab bin Ghanim bin Ka’ab bin Salimah. Pagi harinya, Amr bin Al-Jamuh mencari berhalanya dan ditemukannya di dalam sumur, kemudian mengambilnya. Hari berikutnya terjadi lagi dan berulang hingga tiga kali.

(bersambung …………..)

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=