Oleh : Agus Mualif Rohadi
IX. Nabi Muhammad
Amr bin Al-Jamuh yang merasa jengkel kemudian menggantung pedangnya pada berhalanya, sambil berkata : “ Demi Allah, aku tidak tahu siapa yang sebenarnya yang tega berbuat seperti ini kepadamu. Jika engkau memang tuhan, maka lindungilah dirimu sendiri dengan pedang yang aku bawakan untukmu ini “. Pada malam harinya, pemuda bani Salimah mengganti pedang tersebut dengan bangkai anjing dengan diikat pada berbahala tersebut kemudian dilemparkannya ke sumur bani Salimah lagi. Keesokannya Amr bin Al-Jamuh tidak mendapati berhalanya dan dilihatnya berada di sumur. Saat itu dia baru sadar betapa tidak bergunanya berhala yang disembahnya tersebut. Kemudian dia mencari orang dari kaumnya yang telah masuk Islam, kemudian berbai’at masuk Islam dan bersyukur kepada Allah karena telah menyelamatkan dirinya sehingga berkesempatan masuk Islam lepas dari kebutaan dan kesesatan.
Kejadian yang dialami oleh Amr bin Al-Jamuh bukanlah kejadian satu satunya, namun cukup banyak penduduk Yatsrib yang kemudian masuk Islam karena berbagai sebab. Suku Al – Khazraj dan suku Aws merupakan dua suku yang cukup besar dan dominan di Yatsrib, sehingga dengan cukup banyaknya orang dari dua suku tersebut yang menjadi muslim membuat mereka mempunyai pengaruh besar pada perkembangan awal Islam di Yatsrib. Perjanjian al-Aqabah kedua adalah peristiwa awal dari perubahan besar dalam dakwah dan perkembangan Islam berikutnya.
Ibnu Ishaq berkisah, bai’at al-Aqabah pertama dinamakan bai’at kaum wanita, karena Allah belum menetapkan kewajiban perang kepada rasul-Nya. Sedang pada bai’at al-Aqabah kedua, Allah telah menjadikan kewajiban berperang dalam perjanjian sehingga menjadi pembeda significant dengan bai’at al-aqabah pertama. Izin Allah untuk berperang jika kaum muslim di dzalimi tersebut sebagaimana wahyu yang diterima nabi Muhammad pada Qs alHajj 39 – 41 dan Qs Al-Baqarah 193. Dengan adanya izin berperang tersebut, maka kaum muslim akan menyatukan kaumnya di Yatsrib. Pertemuan al-Aqabah juga menjadi peringatan bagi kaum Qurays Makkah, bahwa dakwah Islam telah masuk ke Yatsrib. Nabi Muhammad telah mempunyai pendukung dari keluarganya yang berada di Yatsrib, kaum muslim mulai mempunyai basis kekuatan di Yatsrib. Penduduk Makkah harus memperhitungkan bahwa mereka setiap saat dapat bentrok dalam perang dengan penduduk Yatsrib.
22. Hijrah ke Yatsrib.
Ibnu Ishaq berkisah, ketika Rasulullah SAW telah mendapatkan izin untuk berperang, kemudian memerintahkan pada kaum muslim untuk hijrah ke Yatsrib. Rasulullah SAW bersabda : “ Sesungguhnya kalian akan memiliki saudara-saudara dan negeri yang akan menjadikan kalian merasa aman di dalamnya “.
Untuk tidak menarik perhatian penduduk Makkah, nabi Muhammad dan para sahabat yang berhijrah akan dilakukan secara bergelombang agar tidak menimbulkan situasi yang mengejutkan yang dapat memancing kaum Qurays Makkah melakukan kekerasan, pengejaran, perampasan bahkan pembunuhan.
Baca Juga:
- Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-203)
- Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-204)
- Agua Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-205)
Sebagai gambaran bagaimana kaum Qurays memperlakukan orang yang ketahuan hijrah adalah apa yang telah dialami oleh Abu Salamah (Abdullah bin Umar bin Makhzaum) dari bani Makhzum. Dia adalah orang pertama yang hijrah ke Yatsrib bahkan sebelum perjanjian Aqabah. Ketika ada orang dari bani Al-Mughirah mengetahui kepergiannya bersama istri dan anaknya yang masih kanak kanak, dimana orang dari bani Mughirah tersebut masih saudara istrinya, kemudian orang tersebut mengambil dengan paksa istri dan anak Abu Salamah. Sedang Abdullah bin Umar bin Makhzum tetap dibiarkan pergi ke Yatrib. Ketika keluarga Abu Salamah dari Abdul Asad mengetahui istri dan anak saudaranya diambil paksa orang bani Mughirah kemudian mereka mengambil dengan paksa Salamah bin Abu Salamah dari tangan orang bani Mughirah. Dengan demikian Abu Salamah, Salamah bin Abu Salamah dan Ummu Salamah masing masing hidup secara terpisah.
Hal itu, selain menggambarkan begitu kuatnya hukum kekeluargaan suku suku Arabiya saat itu yang mengalahkan kekuatan hubungan apapun, termasuk mengalahkan hubungan suami istri, namun yang demikian tersebut juga dapat menyebabkan lemahnya seseorang jika tidak mempunyai perlindungan keluarga. Salamah diambil oleh bani Sa’ad dari bani Mughirah menunjukkan ikatan kekeluargaan dari garis keturunan laki laki lebih kuat dibanding garis keturunan dari perempuan, sedang hubungan suami istri dapat dipaksa dipisahkan oleh ikatan keluarga.
Setelah peristiwa tersebut, ummu Salamah tiap hari pergi ke lembah sambil menangis. Keadaan tersebut berlangsung hingga sekitar satu tahun. Suatu saat sepupunya melihat keadaan tersebut, kemudian berkatan kepada saudaranya, apakah mereka tidak kasihan melihat keadaan Ummu Salamah seperti itu. Kemudian saudara Ummu Salamah bersedia melepaskan pergi. Bani Abdul Asad kemudian menyerahkan kembali Salamah kepada ibunya. Ibu dan anak ini kemudian nekad naik unta pergi ke Yatsrib. Sampai di At-Tan’im mereka bertemu Utsman bin Thalhah bin Abu Thalhah, kemudian mengantarnya sampai ke Yatsrib hingga ke kampung bani Amr bin Awf di Quba’ dimana Abu Salamah tinggal ditempat tersebut.
Hijrah ternyata tidak mudah. Banyak resiko disebabkan konflik yang harus dihadapi oleh mereka yang hijrah. Sepertinya hijrahnya bani Israel dari Mesir ke Baitul Maqdish, sangat banyak menemui kesulitan yang dapat membuat tidak mencapai tempat tujuan hijrah.
Ibnu Ishaq mengkisahkan, hijrah kaum muslim terjadi secara bergiliran dengan kelompok-kelompok kecil. Kelompok pertama adalah mereka yang mempunyai saudara atau sekutu dengan kaum Anshar di Yatsrib. Mereka antara lain Amir bin Rabi’ah beserta istrinya yaitu Laila binti Abu Hatsmah bin Ghanim, Abdullah bin Jahsyi bin Riab bin Ya’mur bin Shabiran bin Murrah beserta istri, anak dan saudaranya. Setelah itu, kelompok demi kelompok kecil pergi ke Yatsrib secara tidak mencolok. Kaum muslim yang hijrah ke Yatsrib ini kemudian disebut sebagai kaum muhajirin. Di Yatsrib, mereka tinggal di tempat tempat penampungan milik saudara atau rumah rumah penampungan yang disediakan kaum Anshar.
Namun pada akhirnya berkurangnya penduduk Makkah ini dirasakan kaum qurays dan kemudian mengetahuinta setelah memukan rumah rumah kosong yang ditinggal pemiliknya. Utbah bin Rabi’ah membuat sya’ir karena menemui rumah kosong tersebut. Abu Jahl berkata : “Ini semua gara-gara ulah anak saudara si Fulan. Ia memecah belah persatuan kita, dan memutus hubungan diantara kita “.
Hijrah akhirnya sampai pada giliran tokoh-tokoh muslim bani Qurays. Bahaya hijrah di gambarkan oleh perkataan Umar ibn Khattab yang telah bersepakat dengan rombongannya untuk berkumpul di Tanadhub di reruntuhan pohon milik Adat bin Ghifar diatas Sarif. Dia berkata: “Seandainya besuk salah seorang dari kita tidak berada di tempat tersebut, berarti telah terjadi sesuatu padanya dan bagaimanapun dua orang lainnya tetap harus berangkat ke Yatsrib “.
Ternyata salah seorang yang akan pergi yaitu Hisyam bin Al-Ash tidak datang ke tempat tersebut karena ketahuan akan pergi sehingga mendapat siksaan dari kaumnya. Sedang Umar bin Khattab beserta saudara dan keluarganya yaitu Zaid bin Khattab, Amr bin Suraqah bin Al-Mu’tamir, Abdullah bin Muktamir, Khunais bin Hudzafah As-Sahmi suami Hafshah binti Umar bin Khattab, dan beberapa orang lagi dapat selamat sampai di Yatsrib.
Dengan semakin banyak yang telah pergi hijrah, maka kaum muslim yang masih belum dapat pergi justru dalam posisi yang semakin berbahaya karena keberadaannya di Makkah semakin diawasi oleh penduduk Makkah. Oleh karena itu cara perginya harus lebih berhati hati jangan sampai terpergok oleh penduduk Makkah. Harta mereka tidak bisa mereka bawa karena unta dibebani oleh harta akan mencolok perhatian.
Ternyata kaum kafir Qurays Makkah juga mengirim orang ke Yatsrib. Mereka mendatangi orang orang yang telah berhijrah dengan mengabarkan bahwa ibunya atau bapaknya atau saudaranya sedang menunggu mereka kembali. Orang orang yang menunggu itu dikabarkan bersumpah ini itu yang menunjukan bahwa mereka sangat bersedih dengan melakukan perbuatan yang menyiksa dirinya.
(bersambung ……………….)
EDITOR: REYNA
Related Posts
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-245)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-244)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-243)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-242)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-241)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-240)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-239)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-238)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-237)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-236)
No Responses
You must log in to post a comment.