Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-34): Dipaksa Keadaan

Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-34): Dipaksa Keadaan
Dr Muhammad Najib, Duta Besar Indonesia untuk Spanyol dan UNWTO

', layer: '

NAJIB SUJUD COVER

Cover Novel \"Bersujud di Atas Bara\" karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store. Ikuti linknya dibawah

'} ];




Tulisan berseri ini diambil dari Novel “Bersujud di Atas Bara” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, lihat linknya dibawah tulisan ini.

Novel “Bersujud Ditas Bara” ini merupakan fiksi murni yang diangkat dari kisah nyata, dengan latar belakang Perang Afghanistan tahun 1979- 1989. Pada saat itu, di tingkat global bertarung antara dua super power, Amerika dan sekutunya NATO didukung oleh sejumlah negara Muslim, bertempur melawan Uni Soviet yang didukung Pakta Warsawa. Sementara di medan laga terjadi pertarungan antara Rezim Boneka Afghanistan dukungan Uni Soviet melawan Mujahidin yang didukung oleh Amerika dan sekutunya.

Karya: Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO


SERI-34

Sementara itu, Amil, Ira, dan Iin terus meneteskan air mata tanpa suara tangis. Hanya sedu-sedan dengan suara pelan tertahan yang terdengar. Wajahwajah mungil tak berdosa itu tampak gusar. Ketiganya berdiri terpaku di ruang tamu menyaksikan sang Ibu yang setengah sadar dibopong nenek mereka ke kamar.

“Langsung saja bawa ke kamar, Bu!”, saran Pak Bisri.

“Tolong ambilkan minyak angin, Pak!”, pinta Bu Bisri sembari membaringkan tubuh sang menantu ke tempat tidur perlahan-lahan.

“Di mana, bu?”, tanya pak Bisri sambil menoleh ke Kiri dan ke Kanan menyapu seisi ruangan.

“Biasanya di tas kecil bersama obat-obatan. Coba lihat di balik daun jendela itu, Pak!”, kata Bu Bisri.

Cover Novel “Bersujud di Atas Bara” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store. Ikuti linknya dibawah

Pak Bisri menggerakan daun jendela kamar itu. Pandangannya menumbuk tas kecil yang terbuat dari rangkaian kulit kerang. Diangkatnya tas itu dengan tangan Kanan, sementara tangan Kirinya sibuk memeriksa isinya. Ternyata memang berbagai macam obat ringan disimpan disana. Ia segera melangkah mendekati tempat tidur, dan menyodorkan tas itu kepada sang Istri. Dengan cekatan Bu Bisri mengambil botol kecil berwarna hijau. Dibukanya tutup dari gabus yang menyumbat botol itu. Tutup itu diletakan di meja kecil dekat tempat tidur. Tangan Bu Bisri membalikkan posisi tangan Kanannya. Kemudian menggosok-gosokkannya ke dada, bagian perut, dan telapak kaki Nur. Tangan yang masih berbau pekat minyak angin itu kemudian ditempelkan ke hidung Nur. Perlahanlahan isak tangis sang menantu mulai terdengar.

“Istigfar, Nak. Istigfar!”, saran Pak Bisri yang berdiri di samping sang Istrinya. Sementara ketiga cucunya terus mengucurkan air mata, berdiri saling merangkul di pintu kamar menyaksikan upaya Nenek dan Kakek Mereka menolong sang Ibu yang belum sadarkan diri. Walau Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi Mereka merasakan betapa berat masalah yang dihadapi keluarganya. Mereka ingin tahu tapi tak tahu bagaimana harus bertanya. Potongan dialog antara Kakek dan Neneknya atau antara Ibu dan Neneknya yang tertangkap, walaupun tidak sepenuhnya dipahami, sudah cukup sebagai penjelasan apa yang menimpa keluarga Mereka.

Dua hari dua malam Nur menangis di tempat tidur, sampai-sampai hampir kering air matanya. Pikirannya hampa, gairah hidupnya hilang. Ia hanya bangun saat ke kamar mandi atau saat hendak menunaikan shalat lima waktu. Bagi Nur semua terasa hambar dan hampa seketika. Matahari pagi sudah kehilangan hangatnya, bunga melati kesenangannya yang ditanam di halaman rumah sudah kehilangan semerbaknya. Bahkan gula pun sudah dirasa kehilangan manisnya. Bu Bisri mengambil alih kegiatan rutin Nur, memandikan Anak-anak, menyediakan makan, dan mencuci pakaian.

Baca Juga:

Tujuh hari berlalu. Dengan sabar kedua mertuanya terus mencoba menghiburnya, memberi semangat sembari mengurus cucu-cucunya, sampai Nur mulai mau bicara. Sedikit demi sedikit pasangan Kakek dan Nenek ini berusaha mengembalikan kepercayaan diri sang menantu. Saat dirasa sudah waktunya, Bu Bisri mulau menegurnya,

“Nur, siapa yang akan mengurus Anak-anakmu jika Kamu terus begini?”, Nur diam saja. Ia hanya menggerakkan sedikit posisi kepalanya yang ditelungkupkan di atas bantal.

“Ibu sudah tua. Tidak cukup tenaga untuk terus mengurus Anak-anakmu…!”, Nur menggerakkan sedikit bagian punggungnya.

“Nur, Kamu harus sadar, tidak ada yang bisa menolongmu dan keluargamu, kecuali dirimu sendiri. Kamu satu-satunya orang yang mungkin melakukannya”, dengan suara lebih tegas dan lebih keras.

Nur mengangkat tubuhnya yang lemas dengan susah payah, lalu menyandarkan ke dinding. Ia menyeka air matanya yang mengucur deras kembali sambil tetap memeluk bantal yang sudah setengah basah.

“Apakah Kamu menyayangi Suamimu?”, tanya Bu Bisri kembali dengan suara lembut memancing. Nur hanya diam, tak menjawab. Kepalanya tertunduk lesu.

“Apakah Kamu masih mencintainya?”, terdengar suara Bu Bisri mendesak. Nur mengangguk, tanpa kata-kata.

“Ia sedang menantimu, menunggu kedatanganmu. Ia sangat menderita, dan akan lebih tersiksa lagi kalau Kamu tidak mau menemuinya”.

“Bagaimana mungkin seorang istri tidak mau menemui suaminya!”, jawab Nur sedikit tersinggung mendengar sentilan mertua.

“Kalau benar, buktikan!”, tantang Bu Bisri membakar emosi sang menantu.

“Kapan Saya harus menemuinya?”, tanya Nur dengan nada meninggi.

“Lebih cepat-lebih baik”.

“Kalau begitu Saya akan menemuinya besok”.

Bu Bisri kaget bercampur gembira menyaksikan respon positif Nur. Dirangkulnya menantunya itu. Sambil mengusap-usap kepalanya, Ia berbisik, “Ibu sebenarnya kagum dan bangga memiliki menantu sepertimu”.

“Ibu, Saya hanya seorang Anak desa yang bodoh. Saya tidak pernah merasakan Pendidikan tinggi”, kata Nur merendah.

“Pelajaran dalam kehidupan nyata jauh lebih berharga, Nak!”.

“Saya tidak mengerti apa yang Ibu maksudkan”, sambil menengadahkan kepalanya sehingga matanya bertemu dengan mata Ibu mertuanya penuh tanda tanya.

“Pada saatnya nanti Kamu akan mengerti juga”, jawab Bu Bisri datar sambil melangkah meninggalkannya.

(Bersambung…..)

EDITOR: REYNA

Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:

Judul Novel: Di Beranda Istana 
Alhambra
https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ

Judul Novel: Safari
https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ

Judul Novel: Bersujud Diatas Bara
https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ



http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=