Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-16): Perang Salib di Front Ketiga

Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-16): Perang Salib di Front Ketiga
Dr Muhammad Najib, Duta Besar Indonesia untuk Spanyol dan UN Tourism

', layer: '

IKLAN BUKU PAK DUBES

'} ];




Novel “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” karya Masterpiece Dr Muhammad Najib ini terinspirasi dari kisah Jalur Sutra atau Tiongkok Silk Road, yang kini muncul kembali dalam bentuk baru: One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Initiative (BRI).

Penulis yang saat ini menjabat sebagai Duta Besar RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO ini meyakini, Indonesia sebagai Jamrud Katulistiwa ini sebenarnya juga memiliki warisan sejarah yang bernilai. Sayangnya, kita belum mampu mengapitalisasi warisan leluhur yang dimiliki, seperti yang dilakukan Tiongkok, meski peluang Indonesia sama besarnya.

Novel ini sendiri merupakan fiksi murni. Di sini, penulis mencoba mengangkat fakta-fakta sejarah, diramu dengan pemahaman subjektif penulis sendiri terhadap situasi terkait.

Ada berbagai peristiwa sejarah di masa lalu, yang seakan terjadi sendiri-sendiri dan tidak saling berkaitan. Maka dalam novel ini, penulis berupaya merangkai semua dengan menggunakan hubungan sebab-akibat. Sehingga Novel ini menjadi sangat menarik. Ceritanya mengalir, kaya informasi, dan enak dibaca. Selamat membaca dan menikmati.


Foto Ilustrasi: Jalur Sutra (garis merah), jalur Rempah (garis biru)

**********************************************************

SERI-16

Perang Salib di Front Ketiga

Tibalah giliranku untuk memaparkan makalah.

“Pada musim panas tahun 711 (atau 92 Hijriah), Thariq bin Ziyad berangkat menuju Al-Andalus atau Andalusia. Pada 29 April 711, Thariq dan pasukannya mendarat di Gibraltar. Gibraltar berasal dari bahasa Arab, Jabal Tariq, yang artinya Gunung Thariq. Pasukan Islam berhasil meraih kemenangan atas Kerajaan Visigoth, di mana sang Raja, Roderick, terbunuh dalam pertempuran di Guadalete.”

“Sebenarnya, Thariq dan pasukannya tidak mengenal baik wilayah Iberia. Maka saat masuk, mereka dipandu para prajurit Gubernur Ceuta. Ceuta merupakan daerah aneksasi Spanyol di Afrika Utara. Julian, sang Gubernur, murka kepada Raja Roderick, yang menodai anak gadisnya, Florinda. Sang Gubernur sebelumnya mengirim Florinda bersekolah di Toledo, ibukota Visigoth. Ia meminta Roderick untuk menjaga anaknya. Tapi kepercayaan itu dikhianati. Kemurkaan Julian membuatnya berfikir untuk mendorong pasukan Islam yang berkuasa di Afrika Utara untuk menyerang Roderick. Sebenarnya Musa bin Nusair yang menjabat Gubernur Magribi tidak tertarik dengan gagasan Julian, akan tetapi Tariq yang menjabat sebagai Panglima di Tanjir sangat bersemangat. Karena itu Tariq dilepas setengah hati dengan pasukan yang tidak besar. Setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Visigoth, Thariq ingin menjadi Gubernur Andalusia, akan tetapi Musa ragu kalau ia mampu memimpin wilayah baru yang sangat menawan ini, akhirnya keduanya dipanggil pulang ke Damaskus oleh Khalifah Walid I.”

Aku berhenti sesaat lalu meneruskan presentasiku.

“Islam berkuasa sangat lama hingga akhirnya terusir dari Semenanjung Iberia pada tahun 1492, setelah Ratu Isabella dari Spanyol dan suaminya, Ferdinand, berhasil mengalahkan pasukan Muslim, yang dipimpin Emir Boabdil. Emir terakhir ini terdepak dari Istana Alhambra yang indah di Granada. Paus lalu memberikan gelar ‘Penguasa Katolik’ atau Los Reyes Catolicos kepada Isabella dan Ferdinand karena dinilai telah berhasil melindungi Katolik. Mereka berdua dipandang sukses menjalankan misi Reconquista, yakni penaklukan Andalusia sehingga semenanjung ini kembali menjadi milik Kristen Eropa. Sesudah menundukkan Sultan Boabdil, Isabella mengusir umat Islam dan Yahudi dari Andalusia.”

“Perlu dicatat, sebenarnya kejatuhan Islam di Andalusia tinggal menunggu waktu. Tanda-tanda kejatuhan sudah terlihat jauh-jauh hari, yakni saat tentara Muslim mengalami kekalahan telak dari pasukan Kristen dalam perang Las Navas de Tolosa pada 16 Juli 1212.”

Baca Juga:

Sesudah paparanku, Usted bertanya, “Menurut Anda apa penyebab kekalahan umat Islam?”

“Karena mereka terpecah-belah,” jawabku cepat.

“Lalu, apa penyebab Muslim terpecah-belah?” kejar Usted.

“Motivasi mereka sudah dicemari hal-hal duniawi. Perjuangan mereka tidak lagi berdasarkan pada idealisme dan motivasi akhirat. Simbol dan slogan Islam banyak dijadikan alat untuk mengejar kepentingan pribadi.”

“Bukankah pasukan Kristen juga mengalami serupa?” Usted bertanya tajam.

Mendengar ini Aku terdiam dan tidak mampu menjawab.

“Silakan yang lain.” Usted mengundang dua rekanku untuk berkomentar.

Namun, Alfonso dan Van Basten hanya saling pandang. Usted melanjutkan penjelasannya.

“Kekalahan demi kekalahan dialami umat Islam semenjak Paus Urbanus mendeklarasikan Perang Salib. Meski awalnya Perang Salib ditujukan untuk merebut Kota Suci Yerusalem dari tangan penguasa Muslim, tapi kemudian perang ini melebar ke beberapa lokasi,” lanjut Usted.

“Saya masih bertanya-tanya mengapa pasukan Islam yang jumlahnya dua kali lipat bisa kalah dalam Perang Las Navas de Tolosa itu?” tanyaku agak bingung.

“Dalam perang tersebut, meski pasukan Salib hanya separuh dari jumlah tentara Islam, tetapi jangan dilupakan bahwa tentara Salib saat itu merupakan pasukan elite yang terlatih dan berpengalaman. Mereka berasal dari berbagai kerajaan Kristen di daratan Eropa. Selain dari Iberia, mereka juga datang dari Prancis, Italia, Jerman dan kerajaan-kerajaan lainnya. Beberapa nama kelompok pasukan elite itu adalah Knights Templar, Knights Hospitaller dan Knights of St.George. Para veteran kawakan yang pernah bertempur di Timur Tengah juga turut bergabung,” jawabnya.

Mendengar penjelasan Usted itu entah mengapa Aku merasa lega. Lama Aku mencari jawaban tersebut. Sejauh ini belum ada literatur dan bacaan ilmiah lain yang mengulas hal ini.

“Adakah perang lain yang sama pentingnya dengan Perang Las Navas de Tolosa? Yang menentukan peta pertarungan selanjutnya?” tanyaku lagi.

“Tidak lain tidak bukan adalah keberhasilan tentara Islam merebut kembali Yerusalem,” Usted menjawab tegas. “Secara umum, para sejarawan berkesimpulan bahwa Perang Salib dimenangkan umat Islam.”

“Mengapa demikian?” tanyaku makin penasaran.

“Saat itu peradaban Islam jauh lebih maju dibandingkan Barat,” lanjut Usted.

“Apa definisi peradaban?” kejarku lagi.

“Peradaban merupakan hasil karya manusia, baik fisik maupun nonfisik, yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan. Contohnya adalah ilmu pengetahuan, sains, teknologi, musik, sastra dan berbagai karya seni lainnya.”

Usted berhenti sesaat, lalu meneruskan penjelasannya.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:

Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra
https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ

Judul Novel: Safari
https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ

Judul Novel: Bersujud Diatas Bara
https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ

Buku-buku novel karya Dr Muhammad Najib juga bisa dibeli di Shopee melalui link: https://shp.ee/ks65np4



http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=