Oleh: Budi Puryanto
Cuplikan Seri sebelumnya (Seri 33):
“Baguslah Kiageng Ronggo. Kalau begitu, saya harus segera kembali ke Kepatihan untuk mengamati perkembangan keadaan di istana. Saya berharapa keadaan akan tetap terkendali, sehingga tidak perlu terjadi beturan yang membawa korban dipihak rakyat,” kata Ki Patih.
Tidak lama kemudian Ki Patih kembali pulang. Dalam perjalanan pulang hatinya menjadi terbuka. Pendapat Kiageng Ronggo telah berhasil mendorong kembali semangatnya yang sempat mengendor.
Alam raya negeri Jenggala dirasakannya makin indah. Gunung Arjuno yang biru menjulang dilangit. Tebing-tebing terjal dikanan-kiri jalan yang dilewatinya. Sungai mengalirkan air yang jernih menyegarkn. Juga sesawahan menghijau membentang luas memberikan harapan hidup yang lebih baik.
Dengan kudanya, Ki Patih terus melaju menuju rumahnya.
*************************************************
SERI-34
Di Kepatihan
Sepulang dari perjalanan jauh beberapa hari yang lalu, Ki Patih beristirahat total dirumah. Dia sengaja tidak pergi kemana-mana. Juga tidak keluar menemui siapapun tamu yang datang. Hampir sepekan dia berdiam saja didalam rumahnya.
Tetapi pagi itu dia sudah berniat untuk bekerja kembali. Dilihatnya, di pendopo sudah menunggu dua orang anak muda yang dibinanya menjadi prajurit khusus. Kamandaka dan Niken.
Setelah beberapa saat Ki Patih keluar menemui kedua orang prajurit sandi muda yang menunggunya dengan sabar.
“Bagaimana kabarmu berdua, saya berharap tiada kurang apapun juga,” sapa Ki Patih membuka pembicaraan.
“Baik Kanjeng Patih, kabar kami berdua tiada kurang apapun. Atas kemurahan hati Kanjeng Patih, kami mengaturkan terima kasih tiada terkira,” jawab Kamandaka, yang diikuti juga oleh Niken.
“Apakah ada kabar penting yang akan kalian sampaikan atau sekedar ingin berbicara ringan-ringan saja sambil menemaniku minum kopi,” kata Ki Patih sambil tertawa ringan.
“Ada beberapa kabar yang perlu kami sampaikan kepada Kanjeng Patih. Tentang keadaan Cinelaras selama dalam penjara, seperti yang Kanjeng Patih minta kepada kami.”
“Oh, ya bagaimana keadaannya dalam penjara. Apakah keadaannya mengkhawatirkan.”
“Sama sekali tidak Kanjeng Patih. Bahkan sebaliknya yang terjadi.”
“Maksudmu”
“Kedaannya baik, justru makin banyak yang bersimpati serta menyayanginya.”
“Benarkah, ha..ha..ha..benar begitu Niken?”
“Benar Kanjeng Patih. Cindelaras seperti mutiara gemerlap yang dicintai dan dipuja, terutama para emban-muda muda, dan bahkan para selir raja yang masih muda-muda usia,” kata Niken.
“Ha..ha…ha…ha…Bagaimana kamu sendiri Niken, apakah kamu juga tidak terpesona dengan ketampanan Cindelaras, haa..haa..haa,” kata Ki Patih dengan wajah ceria mendengar laporan keduanya.
Niken yang ditanya Ki Patih diam, air mukanya menjadi merah merona. Senyumnya tersungging sedikit disudut bibirnya yang mungil itu.
“Para prajurti yang jaga juga senang dengan Cindelaras, Kanjeng Patih. Dia sangat dermawan. Disamping itu, para prajurit jaga juga medapatkan banyak makanan dan buah dari para penggemar dan pengagum Cindelaras, yang ingin sekedar melihat atau menyapa dari luar ruang penkara,” tambah Kamandaka.
Sekali lagi Ki Patih tertawa terkekeh-kekeh mendengar laporan kedua prajurit sandi ini.
“Tetapi diluar istana keadaan semakin tegang Kanjeng Patih. Ki Senopati terus meningkatkan gladi prajurit. Kondisi mental para prajurit telah mencapai taraf benar-benar siap perang. Bahkan kalau sekarang digerakan pun mereka sudah siap,” sambung Kamandaka.
“Dengan kondisi mental prajurit seperti itu, Kanjeng Patih, saya mulai memperhitungkan keadaan buruknya. Jika seandainya, tugas Ki Tumenggung berhasil dengan baik, apakah para prajurit itu bisa dikendalikan. Bagaimana seandainya mereka tidak bisa menerima misi damai dari Ki Tumenggung? Dan tetap menginginkan perang dengan alasan apapun.”
“Mohon maaf, Kanjeng Patih. Jika seandainya hal itu terjadi, maka dibutuhkan penyaluran emosi para prajurit yang taraf keinginan untuk perang sudah dipompa demikian tingginya oleh Senopati.”
“Mohon maaf Kanjeng Patih. Apakah saya diperbolehkan melanjutkan analisa saya?”
“Ya teruskan Kamandaka. Aku senang mendengarnya. Teruskan,” jawab Ki Patih dengan rasa bangga melihat anak didiknya menjadi begitu hebat seperti ini. Ini diluar perkiraan Ki Patih. Ternyata Kamandakan memiliki bakat luar biasa didalam kerja-kerja sandi yang penuh rahasia.
“Saya mengkhawatirkan, adanya rencana tersembunyi dari gladi prajurit yang demikian hebatnya ini. Padahal perang belum tentu terjadi, tetapi Senopati telah mengobarkan semangat prajurit seolah musuh telah berada dimuka hidung.”
“Ha..ha…ha…teruskan pendapatmu Kamandaka,” Ki Patih mmeberikan semangat.
“Sedangkan diluar sana, menurut laporan pasukan saya, aktifitas kelompok persilatan khususnya para pendekar sakti dari aliran hitam, terus maningkat. Seperti layaknya para prajurit, mereka juga terus-menerus berlatih olah kanuragan dan kesaktian.”
“Mereka menyatukan diri dalam kelompok-kelompok yang terpimpin secara berjenjang. Dari tingkatan paling bawah hingga yang tertinggi, dibawah komando satu orang. Namun saya belum berhasil menemukan pimpinan tertingginya itu.”
Ki Patih mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mencoba memahami laporan yang disampaikan Kamandaka.
“Mohon maaf Kanjeng Patih. Dari dua kekuatan yang bergladi, baik prajurit kerajaan, maupun kelompok persilatan aliran hitam ini, saya mencium apa yang tadi saya khawatirkan itu. Saya khawatir kalau kedua kekuatan ini bersatu, mau diarahkan kemana?”
“Saya yakin Kanjeng Patih memahami keadaan lebih baik. Saya hanya membaca keadaan dan mencoba membuat perhitungan, berdasarkan dasar-dasar ilmu yang Kanjeng Patih ajarkan.”
“Tetapi ilmu saya belum sampai pada tingkat tinggi, untuk bisa membaca arah gerakan dari dua kekuatan itu. Mohon petunjuknya Kanjeng Patih,” Kamandaka mengakhiri laporannya.
Baca Juga:
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 32)
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 33)
Ki Patih sangat senang mendengar laporan itu. Lebih dari itu dia bangga melihat perkembangan Kamandaka yang begitu pesat. Kemampuannya membaca keadaan mengalami peningkatan luar biasa. Juga kemampuannya dalam membuat perhitungan atas keadaan yang sedang berkembang.
“Kamandaka dan kau Niken, perhatikan baik-baik. Apa yang dikatakan oleh Kamandaka benar adanya. Negeri ini sedang dalam pergolakan. Meskipun dipermukaan tampak tenang, tetapi sesungguhnya bagi yang bisa memahami, seperti kalian berdua ini, dibawah permukaan sedang terjadi riak-riak gelombang yang sewaktu-waktu bisa muncul menjadi gelombang besar.”
“Bukan tidak mungkin akan terjadi benturan keras atau bahkan perang. Bisa saja perang itu antara pasukan Jenggala melawan pasukan perang dari para adipati di wilayah timur. Itu akan terjadi, jika Ki Tumenggung gagal membujuk para adipati itu,” kata Ki Patih.
“Tetapi, wahai Kamandaka dan Niken. Perang juga bisa terjadi disini, di kotaraja ini,” kata Ki Patih.
Kamandaka dan Niken diam memperhatikan kelanjutan perkataan Ki Patih.
“Yang dikhawatirkan oleh Kamandaka tadi, mempunyai dasar yang kuat. Saya juga memiliki pandangan yang sama dengan Kamandaka. Ada pihak yang memiliki rencana tersembunyi, dibalik semua kejadian ini. Kita harus makin waspada. Apapun alasannya, rencana tersembunyi itu akan menggiring Jenggala kearah jurang kehancuran,” jelas Ki Patih.
Baca seri berikutnya:
“Kamandaka, dan kau Niken. Aku berharap kepada kalian angkatan muda Jenggala untuk menyelamatkan negeri ini. Keadaan ini akan makin mengerucut pada satu titik. Pada titik itulah nasib Jenggala dipertaruhkan. Apakah Jenggala akan hancur dan hilang dari muka bumi. Atau sebaliknya, Jenggala akan kembali bangkit menjadi negeri besar di bumi nuswantara ini,” uarai Ki Patih.
Dia berhenti sebentar, seperti ada keraguan untuk melanjutkan perkataan. Tapi akhirnya Ki Patih meneruskan.
“Aku baru saja bertemu raja. Beberapa hari yang lalu. Aku bertemu di Patirtan Balekambang. Sebenarnya aku dipanggil ke Puri Raja, tetapi aku punya alasan sendiri untuk menolak. Raja berbicara banyak hal. Termasuk berbicara tentang Cindelaras,” ujar Ki Patih.
Kamandaka dan Niken makin larut mendengarkan cerita Ki Patih. Keduanya seperti terpaku ditempatnya. Berat untuk berpindah dari duduknya. Kewibawaan Ki Patih menyedot perhatian kedua anak muda ini.
“Cindelaras, Kanjeng Patih?” kata keduanya hampir bersamaan. Dalam pikirannya, kedua anak muda itu merasa kaget. Ada apa kok Cindelaras dibawa-bawa dalam pembicaraan itu.
“Ya, Cindelaras. Mungkin sudah saatnya kalian berdua tahu siapa sebenarnya Cindelaras. Dengarkan baik-baik. Aku akan ceritakan semuanya karena Cindelaras ini penting bagi masa depan Jenggala,” kata Ki Patih.
“Mengapa penting bagi masa depan Jenggala, Kanjeng Patih?” sela Kamandaka.
“Karena Cindelaras itu sebenarnya adalah putra raja dari Permaisuri yang lama. Dan raja akan mengangkatnya sebagai putra mahkota yang kelak menggantikan kedudukannya sebagai Raja Jenggala,” kata Ki Patih dengan pelan dan mantap.
Kamandaka dan Niken kaget bukan kepalang. Keduanya saling berpandangan penuh keheranan. Perkataan Ki Patih seperti sebersit cahaya yang menerangi gelapnya misteri sosok Cindelaras selama ini. Semua keanehan, kelebihan, dan kesaktian ayam jagonya, menjadi terjawab. Ternyata dia memang anak raja yang selama ini hilang.
“Jadi cerita selama ini bahwa Pemaisuri lama sudah meninggal itu tidak benar, Kanjeng Patih,” tanya Niken.
“Ceritanya panjang Niken. Lain kali akan aku jelaskan. Tetapi pada intinya cerita itu tidak benar. Permaisuri lama diusir dari istana dan dijatuhi hukuman mati, akibat fitnah yang ditebarkan oleh pemaisuri baru yang sekarang ada di istana. Aku yang menerima perintah dari raja untuk mengusir dan membunuh permaisuri. Tetapi aku tidak menjalankannya. Karena aku tahu permaisuri lama itu tidak salah sama sekali. Lagipula dia sedang hamil. Saat lahir anaknya diberi nama Cindelaras,” Ki Patih secara singkat menjelaskan kepada kedua anak muda itu.
“Oh begitu rupanya. Jadi, Kanjeng Patih selama ini membawa beban rahasia sebesar itu. Dan raja juga baru saja mengetahuinya,” kata Kamandaka.
“Bagaimana dengan Pangeran Anom, Kanjeng Patih,” kata Niken.
“Menurut raja, dia anak muda yang lemah. Tidak cocok untuk menjadi raja Jenggala. Ditangannya Jenggala akan hancur,” jawab Ki Patih.
“Raja benar, dia akan dikendalikan oleh ibunya, permaisuri yang sekarang,” jawab Niken
“Ya benar. Tetapi ingat, apa yang aku katakan ini, tidak boleh didengar orang lain, hingga saatnya tiba. Dalam perhitunganku, saat itu tidak akan lama lagi,” ujar Ki Patih.
“Menyangkut kedudukanku, lihatlah perkembangan dalam waktu dekat ini. Raja akan melakukan hal-hal diluar perhitungan banyak orang,” kata Ki Patih.
“Apakah raja akan memulihkan kedudukan Kanjeng Patih seperti semula,” tanya Kamandaka.
“Aku tidak mau mendahului kehendak raja. Tetapi akan sulit bagiku membantu raja bila kedudukanku tidak dipulihkan dulu,” jawab Ki Patih.
“Benar Kanjeng Patih,” kata Kamandaka.
“Dan kalian berdua pasti tahu, siapa kira-kira yang aka menjadi penghalang keinginan raja itu?” tanya Ki Patih sambil tersenyum.
Keduanya tersenyum tanda memahami pertanyaan Ki Patih itu.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Related Posts
Jejak Intervensi Pemberantasan Korupsi oleh Jokowi (Bagian 1): Niat dan Aksi Melumpuhkan KPK
Isa Ansori : Bahayanya Memilih Presiden Nir Gagasan
Ahmad Cholis Hamzah: Ternyata Betul, Kita Kembali Ke Jaman Orba
Menanti Regulasi Pasti dan Tegas Tentang Subsidi BBM dan LPG Tepat Sasaran
Yudhie Haryono: Akar-Akar Psikologi Indonesia
Arab Saudi Jangan Panik Dengan Penghentian Energi Minyak
Sutoyo Abadi: Gravitasi Jantung Jokowi Jebol
Jangan-Jangan KPU Bakal Bernasib Sama Dengan MK
Kecurangan Pilpres 2024 Yang Dipoles Oleh Para Politisi Penjilat
Faizal Assegaf: Dari MK Hingga KPK, Aktor Utamanya Jokowi…”
No Responses
You must log in to post a comment.