Oleh: Budi Puryanto
Cuplikan cerita sebelumnya (Seri-36)
“Kalian amati gerakan para pesilat dan orang-orang sakti dari aliran hitam. Tingkatkan terus pengamatanmu. Apa saja yang mereka kerjakan. Siapa saja mereka itu, kamu tulis nama-namanya dan dari mana mereka berasal. Dan awasi pertemuan-pertemuan mereka. Siapa saja tokoh-tokoh istana yang datang ke pertemuan-pertemuan itu,” ujar Ki Patih.
“Untuk gerakan pasukan dibawah Senopati, itu lebih mudah diamati. Saya bisa memanggil Senopati dengan kewenagnanku saat ini. Tetapi pasukan yang bukan prajurit kerajaan, itu sulit bagiku untuk mengawasi. Kalianlah yang harus mengambil tugas itu,” jelas Ki Patih.
“Laporkan kepadaku setiap tiga hari sekali. Tetapi bila keadaan mendesak, sewaktu-waktu kalian boleh menghadapku. Siang atau malam,” jelas Ki Patih.
“Mohon ampun, Kanjeng Patih. Hamba berdua siap menjalankan tugas,” jawab keduanya.
**************************
SERI-37
Kabar kedudukan Ki Patih yang dipulihkan oleh raja, didengar oleh Ki Joyo dan kelompok seniman pengamen. Tentu saja mereka menyambutnya dengan gembira. Bukan hanya itu, secara khusus Ki Patih meminta kelompok itu pindah ke kotaraja. Ki Patih menyediakan rumah dan semua keperluannya.
Respati menyambut kabar ini dengan hati berbunga-bunga. Dengan pindah di kotaraja kemungkinan untuk mengunjungi Cindelaras makin terbuka. Apalagi kekuasaan Ki Patih saat ini telah dikukuhkan kembali. Dalam hatinya dia bertekad untuk meminta tolong kepada Ki Patih agar diijinkan untuk mengunjungi Cindelaras.
“Ki Joyo, saya senang dengan kepindahan ke kotaraja ini. Terus terang saya ingin sekali bisa mengunjungi Cindelaras di penjara. Apakah diperbolehkan orang luar seperti kita mengunjunginya di penjara,” tanya Respati tanpa basa-basi kepada Ki Joyo.
“Bila sudah sampai di kotaraja, saya nanti akan meminta tolong kepada Kanjeng Patih agar rombongan kita diberi ijin untuk mengunjungi Cindelaras,” jawab Ki Joyo yang disambut gembira oleh Respati.
Ki Joyo tahu pasti bagaimana perasaan Respati terhadap Cindelaras. Putri Kerajaan Kadiri itu sedang jatuh hati kepada Cindelaras. Namun Ki Joyo membiarkan saja, waktu yang akan memberikan jawabannya. Dalam hati kecil Ki Joyo juga menyetujui jika keduanya dapat bersatu. Hal itu akan makin memperkuat hubungan kedua negara yang dahulunya satu. Namun dalam perkembangannya seringkali terjadi perselisihan.
Pada hari yang ditentukan, rombongan seni Ki Joyo menuju kotaraja dipandu oleh orang kepercayaan Ki Patih. Pagi-pagi mereka sudah berangkat agar malam hari sudah bisa sampai ditempat.
Respati semangat sekali dalam perjalanan ini. Tak nampak lelah sedikitpun. Mukanya juga selalu berseri-seri. Perubahan sikap dan wajah Respati dibanding hari-hari biasanya, menggelitik Aryadipa untuk menggodanya.
“Aku capek sekali, Respati. Bagaimana kalau kita istirahat dulu. Apakah kamu tidak merasa capek. Jalanmu cepat sekali, hampir saja aku tidak bisa mengejarmu. Kamu jalan seperti berlari saja. Cindelaras tidak akan lari kemana-mana. Dia setia menunggumu. Percayalah kepadaku,” kata Aryadipa menggoda.
Respati mukanya memerah. Mukanya cemberut dan mengambil kerikil untuk dilempar ke Aryadipa. Tetapi dalam hatinya dia senang dengan apa yang dikatakan Aryadipa. Hanya saja dia berusaha menutupi perasaannya rapat-rapat.
“Memangnya kamu tidak ingin mengunjungi Cindelaras? Teman macam apa kamu ini. Hanya mau enaknya saja. Saat temannya menderita di penjara, tidak mau menjenguknya. Nanti kalau ketemu Cindelaras akan aku sampaikan kepadanya,” kata Respati.
“Kau mau bilang apa kepadanya,” timpal Aryadipa.
“Ya, kamu tidak peduli kepada Cindelaras. Bahkan justru senang Cindelaras dipenjara,” kata Respati.
“Ah, jangan bercanda Respati. Mana aku tidak peduli. Aku sebenarnya sangat sedih. Apalagi larangan adu jago sudah dicabut. Kalau ada Cindelaras, kan kita bisa ikut adu jago lagi,” kata Aryadipa.
“Biar uangmu tambah banyak ya. Apa masih belum cukup uang yang kau simpan itu,” kata Respati balik menyerang.
“Mana aku punya uang banyak, Respati. Kan hasilnya kita bagi-bagi ke banyak orang,” timpal Aryadipa.
“Memangnya aku orang bodoh, tidak tahu apa yang kau lakukan. Bukannya sebagian kau simpan. Tidak semuanya dibagi-bagi, bukan?,” desak Respati.
“Ya itu untuk modal taruhan dan untuk cadangan bila ada keperluan sewaktu-waktu, Respati,” jawab Aryadipa.
“Apakah Cindelaras tahu hal ini,” kata Resapti.
“Ya, itu juga saran Cindelaras. Cuma anehnya, dia tidak pernah minta uang itu sedikitpun. Aku heran juga, uangnya itu darimana, kok banyak sekali,” kata Aryadipa.
Respati tertawa mendengar jawaban lugu dari Aryadipa. Dia tertawa terpingkal-pingkal sampai perutnya terguncang-guncnag.
“Kenapa kamu tertawa sampai seperti itu. Apa yang lucu dari jawabanku,” desak Aryadipa.
“Bunda Permaisuri pasti membekali Cindelaras dengan perbekalan yang cukup, Arya. Jadi tidak usah heran kepada Cindelaras,” jawab Respati.
“Kamu pasti juga punya bekal yang banyak. Bukannya kamu putri raja, hei Respati,” kata Aryadipa.
“Aku tidak seperti Cindelaras, Arya. Keadaanku berbeda dengannya. Jangan samakan aku dengan Cindelaras,” timpal Respati.
“Memang tidak sama, tapi kalian berdua itu cocok dan serasi,” jawab Aryadipa.
“Apa maksudmu,” kata Respati.
“Kalian berdua itu cocok dan serasi kalau jadi pasangan Raja dan Permaisuri,” jawab Aryadipa.
Respati tiba-tiba berhenti dan duduk, lalu memanggil Aryadipa.
“Ada apa Respati. Berceritalah kepadaku. Akan mendengarkanmu. Rahasiamu akan aman ditanganku,” kata Aryadipa.
“Kenapa kamu terus-terusan menggodaku dan menjodohkan aku dengan Cindelaras. Jangan begitu Arya. Karena belum tentu Cindelaras seperti yang kau pikirkan. Aku akan malu sekali jika terlalu berharap, tapi ternyata bertepuk sebelah tangan,” jawab Respati.
“Percaya kepadaku Respati. Cindelaras itu cinta kepadamu. Bahkan aku bisa katakan sangat mencintaimu. Mungkin belum waktunya saja dia mengatakan kepadamu. Aku yakin itu hanya masalah waktu. Setelah semua masalah selesai, pasti dia akan melamarmu,” jawab Aryadipa.
Wajah Respati kembali memerah dan senyumnya merekah. Rasa senangnya mendengar perkataan Aryadipa, sulit digambarkan. Wajahnya tampak bahagia dan bercahaya.
“Arya, Cindelaras itu akan menjadi raja Jenggala. Raja muda seperti Cindelaras akan sangat mudah mendapatkan perempuan cantik mana saja yang dia suka. Kau jangan terlalu menyanjungku. Bila terlalu tinggi, jatuhnya nanti akan sangat menyakitkan,” kata Respati.
“Percayalah padaku, Respati. Kalau raja muda itu adalah aku, mungkin aku akan menikahi banyak perempuan cantik. Tapi tidak untuk Cindelaras. Dia itu pria muda yang baik tapi lugu. Satu-satunya wanita cantik yang ada di hatinya cuma kamu. Aku yakin pasti banyak yang menyukainya. Tapi yang benar-benar dihatinya hanya kamu. Percayalah kepadaku, Respati. Dia itu tipe pria yang tidak mudah jatuh hati. Sekali jatuh cinta, akan dia perjuangkan dan pertahankan selamanya,” kata Aryadipa.
Perkataan Aryadipa menyenangkan dan membuat damai dihati Respati. Tiba-tiba ada kekuatan besar yang membuat semangat hidupnya kembali bernyala. Respati belum pernah merasakan senang seperti saat ini. Aryadipa berhasil meyakinkannya. Dan itu benar-benar membahagiakan hatinya.
*****************************
Setelah dua hari tinggal dirumah yang disediakan Ki Patih, rombongan seni itu diundang ke bangsal kepatihan. Ki Joyo dan rombongan, Respati dan Aryadipa diterima oleh Ki Patih secara langsung.
Di bangsal kepatihan Ki Patih menerima tamu-tamu urusan negera. Dipojok bangsal itu tersedia seperangkat gamelan yang lengkap. Lebih lengkap dari yang digunakan rombongan itu.
Bangsal Kepatihan itu ramai setiap harinya. Tamu Ki Patih berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Ki Patih menerima siapa saja tamu yang akan menemuinya. Dia menerima berbagai keluhan, berbagai masalah yang tidak kunjung selesai. Dia juga menerima berbagai pihak yang bersengketa yang membutuhkan putusan yang adil.
Baca Juga:
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 35)
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 36)
Setelah menghadap Ki Patih banyak persoalan yang tuntas. Pihak yang bersengketa puas atas putusan yang dijatuhkan Ki Patih. Mereka tahu Ki Patih tidak memihak. Tidak mencari keuntungan. Sehingga nama Ki Patih pelan-pelan kembali terangkat.
“Rumah Kanjeng Patih tidak pernah sepi. Orang berdatangan dari berbagai penjuru negeri mengadukan berbagai masalah. Apa Kanjeng Patih tidak merasa capek menghadapi mereka setiap hari,” kata Ki Joyo.
“Kalau menganggapnya berat, memang akan cepat menjadi capek. Saya anggap semuanya ringan. Bahkan saya menganggap menerima rakyat yang punya masalah itu sebagai hiburan. Setiap hari berganti masalah yang datang, sehingga aku tidak pernah merasa bosan. Sangat menyenangkan. Apalagi kalau melihat mereka tersenyum senang dengan keputusanku, hatiku sangat bahagia. Karena aku bisa membantu mereka. Bisa menyelesaikan masalah mereka. Saat itu aku benar-benar merasa menjadi orang berguna,” jawab Ki Patih.
“Kanjeng Patih memang luar biasa. Setelah beberapa waktu tidak bertemu, saya merasa Kanjeng Patih tampak lebih muda, lebih gagah, dan lebih perkasa,” kata Ki Joyo yang disambut tertawa oleh Ki Patih.
“Jangan menyanjungku begitu. Aku ini sudah tua. Sudah saatnya diganti oleh yang muda-muda. Tapi karena situasi dan kondisi menuntutku, jadi aku terima perintah Baginda Raja. Aku harus secepatnya bekerja menyiapkan pergantian kekuasaan di Jenggala ini. Aku dan Baginda Raja sudah tua. Sudah sepakat mundur setelah yang muda siap untuk naik memimpin negeri ini,” jawab Ki Patih.
“Baik Kanjeng Patih, ada perintah untukku dan rombongan seni ini. Atau ada perintah lainnya,” tanya Ki Joyo.
“Aku minta Ki Joyo dan rombongan tinggal di kotaraja ini, dirumah yang saya siapkan seadanya. Kegiatan keliling menghibur rakyat sudah cukup. Kini aku minta kegiatannya dialihkan,” kata Ki Patih.
“Maksud Kanjeng Patih,” sela Ki Joyo.
“Ya, kegiatannya setiap hari pindah di sini. Di bangsal kepatihan ini. Itu ada perangkat gamelan lengkap sudah lama tidak dimainkan. Jadi rombongan Ki Joyo setiap hari menghibur tamu-tamu yang datang. Agar yang menunggu giliran menghadapku tidak merasa bosan, karena terhibur dengan gending-gending indah yang berkumandang terus,” jawab Ki Patih.
“Nah, Ki Joyo sendiri bisa menemani aku. Aku sering kesepian. Diluar itu Ki Joyo aku ajak untuk menyusun rencana pergantian kekuasaan. Baginda sudah legowo untuk mundur. Karena sudah menemukan penggantinya yang dicari-cari. Ki Joyo ingin tahu, siapa calon penggantinya itu. Cindelaras,” kata Ki Patih.
Ki Joyo sudah menduganya, tetapi tetap saja kaget karena diluar perkiraaannya. Meurut Ki Joyo waktunya tidak secepat ini. Tetapi takdir berbicara lain.
“Apa Baginda sudah bertemu langsung dengan Cindelaras?,” tanya Ki Joyo.
“Ya, sudah. Didalam penjara, dengan menyamar sebagai prajurit,” jawab Ki Patih, disambut tertawa Ki Joyo.
“Siang ini, aku minta Ki Joyo dan rombongan seni, dan juga Respati serta temannya Aryadipa untuk menjenguk Cindelaras. Aku sudah mengaturnya. Petugas jaga sudah mengerti. Cindelaras pasti sudah kangen dengan teman-temannya,” kata Ki Patih.
Wajah Ki Joyo berbinar-binar. Sejak keberangkatannya menuju kotaraja yang dipikirkan bagaimana bisa mengunjungi Cindelaras. Ternyata Ki Patih mendengar bisikan hatinya. Dia mengakui orang tua yang masih memiliki wibawa besar ini punya kelebihan dalam oleh batin.
“Ada apa Ki Joyo, kamu seperti memikirkan sesuatu,” tanya Ki Patih.
“Saya senang sekali Kanjeng Patih menawari untuk bisa mengunjungi Cindelaras. Saya tertegun, karena saya punya rencana untuk minta tolong Kanjeng Patih agar kami bisa berkunjung. Tapi sebelum saya mengatakan, sudah didahului Kanjeng Patih. Kanjeng Patih seperti bisa membaca kata hati saya,” jawab Ki Joyo, disambut tertawa oleh Ki Patih.
“Bersiaplah Ki Joyo, ajak serta Respati dan Aryadipa. Agar kerinduan mereka terobati. Anak-anak muda ini telah disatukan oleh tekad dan keadaan. Merekalah masa depan Jenggala. Di tangan mereka Jenggala akan maju dan makmur,” kata Ki Patih.
“Mohon ampun Kanjeng Patih. Bagaimana dengan Respati atau Dewi Condro Kirono, atau Dewi Sekartaji. Dia itu putri Kadiri. Bukan putri Jenggala. Masa depannya ada di kadiri tentunya,” pancing Ki Joyo.
“Ya memang takdir yang akan menentukan. Kita cuma berharap saja. Tapi aku berharap keduanya, Cindelaras dan Dewi Condro Kirono itu kelak bisa bersatu. Ini dua kekuatan besar dari dua kerajaan. Dengan bersatunya kedua anak muda ini, semoga tidak ada lagi perselisihan diantara kedua negara ini. Sebaliknya dua kerajaan ini akan saling bahu-membahu menggapai puncak kejayaan,” ujar Ki Patih.
Sekali lagi, pikiran Ki Patih mendahului pikiran Ki Joyo. Memang itu yang juga menjadi harapan Ki Joyo. Tetapi Ki Patih mempunyai alasan yang lebih bagus, sulit untuk disangkal. Karena dibalik alasan Ki Patih ada tujuan besar yang ingin dicapai, untuk kejayaan negeri. Untuk kemakmuran dan kemajuan seluruh rakyat Jenggala dan juga Kadiri.
Baca seri berikutnya:
Ki Joyo segera mengabarkan pembicaraannya dengan Ki Patih, yang disambut gembira oleh semuanya. Respati sangat senang melebihi yang lain, sehingga tidak bisa menutupi rasa senangnya itu.
“Tapi Ki Joyo, aku tidak membawa apa-apa. Ijinkan saya membeli makanan kesukaan Cindelaras di pasar dekat kepatihan ini. Aku tahu yang dia sukai,” kata Respati dengan manja, dia lupa dengan penyamarannya. Dalam keadaan seperti itu dia perwujudan Dewi Condro Kirono atau Dewi Sekartaji yang sesungguhnya.
“Ya boleh Dewi, ajaklah Aryadipa untuk menemani. Tapi jangan lama-lama, Ki Patih sudah menunggunya,” jawab Ki Joyo.
Respati bersama Aryadipa ke pasar membeli jajan pasar yang menjadi kesukaan Cindelaras. Mereka segera kembali, seperti pesan Ki Joyo.
Tidak lama kemudian rombongan itu berjalan menuju rumah penjara. Dari Kepatihan berjalan kaki tidak terasa capek, karena tidak jauh. Apalagi didorong rasa senang dan keinginan untuk segera bertemu Cindelaras. Tapi Ki Patih tidak ikut dalam rombongan itu. Dia terus bekerja mengurus pemerintahan.
Bagi rombongan seni Ki Joyo, Cindelaras itu sudah seperti keluarga sendiri. Apalagi ditambah kebaikan dirinya, dermawan, dan ketampanannya, membuat rombongan itu merasa kehilangan saat Cindelaras ditangkap dan di penjara. Mereka sangat terpukul dan sedih sekali. Sehingga dalam beberapa hari rombongan seni itu tidak manggung keliling sama sekali.
Sesampainya dirumah penjara sudah ada petugas jaga yang menyambutnya. Mereka diantar langsung ke ruang Cindelaras. Ruang itu tidak luas, tetapi bersih.
Melihat rombongan yang datang, Cindelaras tampak sangat gembira. Dia berdiri dan menyambutnya. Apalagi dalam rombongan itu ada Respati.
“Bagaimana keadaanmu, Respati, baik-baik saja bukan? Aku senang sekali kau bisa datang kesini. Tiap hari aku memikirkanmu, Respati,” kata Cindelaras pelan-pelan didekat Respati. Saking pelannya mungkin hanya mereka berdua yang dengar.
Resapti kaget dan senang luar biasa mendengar ucapan Cindelaras yang tiba-tiba itu. Dia seperti terpaku dalam kegembiraannya. Dia seperti hilang kesadaran, melayang-layang ke langit, tidak tahu lagi apa yang harus dikatakannya.
“Respati,” Cindelaras mencubit tangannya pelan, menyadarkan Respati.
Dengan tergopoh dan gugup Respati menyodorkan makanan kesukaan Cindelaras.
“Ini makanan kesukaanmu Cindelaras. Aku beli di pasar kotaraja,” kata Respati yang belum sepenuhnya bisa menguasai kesadarannya. Dia masih belum siap mendengarnya. Ucapan Cindelaras itu seperti sihir yang menyedot segenap kesadarannya.
“Oh terima kasih, Respati, kau membawakan makanan kesukaanku. Respati, waktu berkunjung disini dibatasi. Aku ingin berbicara banyak denganmu. Tapi tidak disini,” kata Cindelatas tiba-tiba.
“Dimana?” sela Respati.
“Diluar. Kamu jangan bingung Respati. Ikuti saja perkataanku. Aku mengalami banya hal. Nanti malam aku akan menunggumu disuatu tempat. Aku akan mengabarimu dimana tempat itu. Ajaklah Aryadipa untuk menemanimu,” kata Cindelaras.
Respati mengiyakan saja perkataan Cindelaras. Rasa senangnya membuatnya tidak bisa berpikir jernih, kecuali mengiyakan semua perkataan Cindelaras.
“Arya, bagaimana keadaanmu. Kau makin tampan saja. Bagaimana ayam jagoku. Baik-baik saja kan keadaannya,” tanya Cindelaras.
“Ayam jagomu baik-baik saja. Cepatlah keluar, Cindelaras. Sekarang adu jago sudah tidak dilarang lagi. Ayam jago Pangeran Anom yang merajai. Tidak ada yang bisa menglahkan,” kata Aryadipa.
“Ya biarkan dulu Pangeran menikmati masa kejayaannya. Nanti pada waktunya akan kita kalahkan,” jawab Cindelaras disambut tertawa oleh Aryadipa dan juga Respati.
Sementara itu Ki Joyo sebelum pulang menyempatkan bertanya kepada Cindelaras. Keduanya sedikit menjauh dari rombongan. Dipojok ruangan penjara itu Ki Joyo menanyakan banyak hal, terutama tentang Baginda Raja.
“Apakah Baginda Raja sudah mengunjungimu disini, anakmas Cindelaras,” tanya Ki Joyo.
“Sudah, Ki Joyo, beberapa kali. Bahkan, Baginda tidak hanya berkunjung. Tetapi mengajariku banyak ilmu. Aku sampai heran, begitu banyaknya ilmu yang dikuasainya. Baginda Raja sepertinya ingin mewariskan semua ilmunya kepadaku. Terkadang aku merasa sangat kelelahan, habis menerima ilmu-ilmu dari Baginda Raja,” kata Cindelaras.
Ki Joyo bisa memahami mengapa Baginda Raja berbuat begitu. Dia tidak ingin ilmunya hilang tanpa ada pewarisnya.
“Anakmas Cindelaras, mohon maaf sebelumnya, apakah Baginda Raja sudah tahu siapa anakmas sebenarnya,” tanya Ki Joyo.
“Sudah, Ki Joyo. Pada pertemuan kali pertama ditempat ini, Baginda Raja minta sesuatu yang diberikan oleh Ibunda. Saat aku berikan, Baginda Raja kaget. Karena benda itu adalah pemberian beliau kepada Ibunda, saat hendak menikah dulu. Dia memelukku dan mengakui aku sebagai anaknya. Bukan hanya itu Ki Joyo, Baginda ingin aku kelak menggantikannya menjadi raja di Jenggala ini. Tetapi sampai waktunya tiba, aku diminta bersabar tetap disini. Setelah itu beberapa kali Baginda mengunjungiku dimalam hari. Mengajariku banyak hal,” jelas Cindelaras.
Ki Joyo merasa lega hatinya setelah mendengar penjelasan dari Cindelaras. Diluar dugaannya, ternyata hubungan Cindelaras dengan Baginda Raja sudah semakin jauh.
Saat waktunya telah cukup, mereka meninggalkan ruangan penjara. Senyum menghiasi wajah rombongan itu. Juga Cindelaras, senyumnya kepada Respati keuar dari rasa senang yang luar biasa. Senyum itu terus merekah, hingga rombongan itu menghilang dari pandangan.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Related Posts
Jejak Intervensi Pemberantasan Korupsi oleh Jokowi (Bagian 1): Niat dan Aksi Melumpuhkan KPK
Isa Ansori : Bahayanya Memilih Presiden Nir Gagasan
Ahmad Cholis Hamzah: Ternyata Betul, Kita Kembali Ke Jaman Orba
Menanti Regulasi Pasti dan Tegas Tentang Subsidi BBM dan LPG Tepat Sasaran
Yudhie Haryono: Akar-Akar Psikologi Indonesia
Arab Saudi Jangan Panik Dengan Penghentian Energi Minyak
Sutoyo Abadi: Gravitasi Jantung Jokowi Jebol
Jangan-Jangan KPU Bakal Bernasib Sama Dengan MK
Kecurangan Pilpres 2024 Yang Dipoles Oleh Para Politisi Penjilat
Faizal Assegaf: Dari MK Hingga KPK, Aktor Utamanya Jokowi…”
No Responses
You must log in to post a comment.