Belajar Ilmu Komunikasi Dari Pak Presiden

Belajar Ilmu Komunikasi Dari Pak Presiden




Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Saya seringkali mendapati suatu kata yang diucapkan banyak orang dimana kata itu merupakan alat untuk menghindari jawaban yang lebih detail, atau persisnya menunjukkan ketidakmampuan seseorang untuk menjawab dengan benar. Kata yang saya maksud itu adalah “dan lain – lainnya” dan “sedemikian rupa”. Misalnya kalau saya ditanya bagaimana kita meningkatkan kualitas SDM kita, karena saya tidak bisa menjawab secara detail, saya hanya menjawab sekenanya “ya dengan meningkatkan iman kita, dan lain-lainnya/dll”; atau “kita tingkatkan iman sedemikian rupa”.

Saya ketika kuliah di University of London, Inggris tahun 1987 juga pernah menggunakan kata seperti itu saat membuat jawaban dalam bentuk essay dengan menterjemahkan kata “dan lain-lain” itu kedalam bahasa Inggris “etc..etc”. Dosen saya seorang professor lalu mencoret jawaban saya dengan meminta saya menjelaskan, meng-elaborasi apa yang dimaksud dengan etc..etc itu. “Please be specific” – kata sang professor.

Kata-kata diatas menurut saya dalam ilmu komunikasi termasuk “barriers to effective communication” atau “hambatan-hambatan komunikasi efektif”. Hal itu dikarenakan pesan atau “message” yang disampaikan “communicator” atau pembawa pesan tidak dapat dipahami dengan jelas oleh penerima pesan atau “receiver”.

Dalam berbagai textbook ilmu komuniasi ada banyak hambatan komunikasi yang efektif itu antara lain “hambatan semantic”, “hambatan psikologi”, “hambatan budaya” dsb

Khusus Semantic barriers: Hambatan semantik juga dikenal sebagai hambatan bahasa. Hambatan ini disebabkan karena komunikasi yang tidak tepat antara pengirim dan penerima. Contoh hambatan semantik berikut dapat disaksikan dalam komunikasi.
Kualitas pesan yang buruk: Pesan ketika dikomunikasikan harus tepat dan mudah dipahami, sehingga memudahkan penerima untuk memahami informasi yang disampaikan. Terkadang, karena kurangnya kejelasan atau kerumitan cara memberikan informasi dari pengirim, mungkin ada kasus hambatan semantik.
Misalnya seorang manajer sedang berbicara dalam bahasa Inggris dengan sekelompok pekerja yang mengerti dan berbicara bahasa Bengali. Ini akan menciptakan kebingungan di antara pekerja karena mereka tidak akan dapat memahami apa yang disampaikan oleh manajer.

Dalam praktek komunikasi politik kenegaraan, saya belajar dari pak presiden Jokowi bagaimana caranya menghindari memberi jawaban yang detail dan jelas agar sipenanya tidak memberikan pertanyaan-pertanyaan lagi yang bernada kritis. Kata yang dipakai pak Jokowi itu masyarakat luar sudah banyak yang tahu yaitu “Saya Ndak Tahu”; atau “Kok Tanya Saya”. Mungkin paka Jokowi menghindari pertanyaan – pertanyaan kritis yang dapat “membahayakan” negara, atau bersifat “sensitive” sehingga dapat menimbulkan konflik – maka dia menggunakan kata-kata yang terkenal itu.

Tapi apapun alasannya, kata-kata semcam itu menurut saya merupakan salah satu dari “barriers to effective communication” itu sebab penerima pesan tidak mampu mencerna jawaban yang kabur itu. Bagi say aitu merupakan “semantic barrier”.

Ada baiknya saya bertanya pada sahabat saya salah satu ahli ilmu komunikasi nasional yaitu Prof. Deddy Mulyaha – gurubesar UNPAD Bandung – apakah saya benar memasukkan kata-katanya pak Jokowi itu sebagai salah satu variabel hambatan komunikasi yang efektif.

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=