Bukan KKB Lagi Tapi OPM

Bukan KKB Lagi Tapi OPM




Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Pihak pemerintah Rusia merasa ditipu oleh pihak barat (Amerika Serikat dan Eropa) soal tidak akan ada perluasan NATO didekat perbatasan dengan Rusia. Kenyataannya pihak barat akan menjadikan negara Ukraina yang berbatasan langsung dengan Rusia menjadi anggota NATO dan ini bagi Rusia adalah ancaman keamanan negaranya. Ditambah pula dengan ditindasnya penduduk Ukraina yang 90% merupakan suku Rusia, berbahasa dan berbudaya Rusia oleh pemerintah Ukraina sejak tahun 2014. Maka lewat siaran televisi presiden Rusia Vladimir Putin pada 24 Februari 2022, mengumumkan invasi Rusia ke Ukraina. Ini ditujukan kepada warga Rusia dan Ukraina, Angkatan Bersenjata Rusia dan Ukraina, dan komunitas internasional. Putin mengumumkan bahwa Rusia meluncurkan “operasi militer khusus” untuk mempertahankan wilayah yang dikuasai Rusia di Ukraina timur — Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk — berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB, keputusan operasi militer itu disetujuai DPR Rusia.

Dulu pada bulan Juli 1989 pemerintah Indonesia di bawah Presiden Soeharto menetapkan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM), sebagai tanggapan atas pemberontakan GAM yang dipimpin Tengku Di Tiro. Konflik di Aceh itu berlangsung pada tahun 1990-1998. Tepat pada 7 Agustus 1998 status DOM Aceh dicabut oleh Presiden B.J Habibie,

Baru-baru ini Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto membenarkan lembaganya kembali menggunakan nama Organisasi Papua Merdeka atau OPM untuk kelompok bersenjata di Papua. “Jadi dari mereka sendiri menamakan diri TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) bersama dengan OPM,” kata Jenderal Agus Subiyanto di Wisma A. Yani, Menteng, Jakarta, Rabu, 10 April 2024. Agus menuding OPM telah melakukan aksi teror, pembunuhan, bahkan pemerkosaan. Aksi itu dilakukan terhadap guru, tenaga kesehatan, juga masyarakat dan personel TNI/Polri. Sudah banyak prajurit TNI dan Polri yang gugur di Papua ini.

Semua pemberitaan internasional menyebut OPM – Organisasi Papua Merdeka atau Papua Free Movement atau the West Papua National Liberation Army dengan sebutan “Rebel” atau Pemberrontak. Sementara kita di Indonesia ini ragu-ragu (atau takut) menyebut pemberontak Papua itu sebagai KKB atau Kelompok Kriminal Bersenjata dan terakhir menyebut “teroris”. Implikasi penyebutan Kelompok Kriminal itu adalah penanganan masalah di Papua itu berada di tangan Polri. Padahal dimana-mana didunia ini kalau ada negara menghadapi pemberontak maka tentaranya yang bertindak sebagai garda terdepan karena masalah ini menyangkut pertahanan negara.

Kita sepertinya menganggap gerakan pemberontak Papua itu sebagai gerakan kriminal biasa. Mereka itu bukan gerakan “ecek-ecek” karena memiliki senjata dengan amunisi standar NATO, memiliki perwakilan diluar negeri untuk mengkampanyekan upaya kemerdekaan dari Indonesia, dan memiliki tentara yang memiliki kemampuan tembak dengan presisi tinggi. Tentu mereka itu tidak berdiri sendiri, minimal ada bantuan asing

Saya yang awam hukum tatanegara, berpendapat sebenarnya keputusan menyebut kembali OPM dan KKB itu diumumkan oleh negara dalam hal ini presiden yang sudah mendapatkan persetujuan DPR (seperti yang dilakukan presiden Rusia Vladimir Putin itu dan penetapan DOM Aceh oleh pemerintah Suharto) karena ini menyangkut masalah keamanan negara. Jadi bukan oleh Panglima TNI. Karena implikasi penyebutan OPM itu adalah adanya operasi militer di Papua.

Selain itu Indonesia harus mampu menyeimbangkan hubungan antara negara sesuai prinsip yang selama ini dianut oleh negara yaitu bebas dan aktif, tidak memihak barat atau timur. Kalau Indonesia tidak mampu menjalankan prinsip itu maka masalah Papua itu bisa menjadi peluru negara asing yang tidak suka Indonesia berpihak pada satu negara saja – dengan memasukkan agenda referendum di Dewak Keamanan PBB.

Editor : Reyna
Artikel sama dimuat di Optika.id




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=