Chris Komari: KPU Versi Forum Tanah Air (Bagian-1)

Chris Komari: KPU Versi Forum Tanah Air (Bagian-1)
Chris Komari, Aktivis Democrascy, mantan anggota City Council, 2 term, tahun 2002 dan 2008, dinegara bagian California USA



Memperbaiki System dan Proses Seleksi Kepemimpinan Nasional Indonesia (PILPRES, PILEG, PILKADA) Versi Forum Tanah Air (FTA) Untuk Membantu Anggota Komisioner KPU Pada PEMILU 2024 Mendatang.

Oleh: Chris Komari
Activist Demokrasi, Activist Forum Tanah Air (FTA) USA, FTA Global & FTA-RI Nasional Indonesia, Anggota City Council 2002 & 2008 California USA

Artikel ini ditulis untuk publik, khususnya untuk semua anggota komisioner KPU yang menjabat tahun 2022-2027, sbb:

1). Hasyim Asy’ari
2). Idham Holik
3). Mochammad Afifudin
4). Parsadaan Harahap
5). Betty Epsilon Idroos
6). Yulianti Sudrajat
7). August Mellaz

BACA ARTIKEL TERKAIT:

Untuk memperbaiki system dan proses seleksi kepemimpinan nasional di Indonesia agar lebih baik, fair, terbuka, adil, berkualitas, kredible dan demokratis, FTA akan melakukan dengan 2 pendekatan (2 perubahan), yakni:

1). Mengubah komposisi keanggotaan komisioner KPU, agar ditambah lagi dengan 36 orang wakil-wakil dari 18 partai politik (2 orang per partai, yang lolos Pemilu 2024) yang duduk sebagai anggota komisioner KPU seperti pada PEMILU tahun 1999.

Selain 7 orang anggota komisioner KPU yang dipilih lewat seleksi oleh pemerintah (executive) dan DPR.

Sehingga total anggota komisioner KPU menjadi 41 anggota komisioner KPU yang memiliki akses, kekuasaan dan kedaulatan yang sama sebagai anggota komisioner KPU.

Bagaimana cara kerjanya, kami jelaskan secara detail dibawah.

2). FTA memperkenalkan system dan proses seleksi kepemimpinan nasional baru, yang disebut dengan system “PRIMARY” election untuk PEMILU tahun 2024 (PILPRES, PILEG, PILKADA) diseluruh Indonesia.

Bagaimana cara kerja dan implementasinya dilapangan, akan kami jelaskan secara detail dibawah ini

Yang jelas dengan 2 perubahan dan pendekatan itu sangat significant dan akan membuat system dan proses seleksi kepemimpinan nasional di Indonesia jauh lebih berkualitas, lebih terbuka, lebih adil, lebih kredible dan lebih demokratis.

Dibawah ini adalah uraian dan penjelasan dari 2 perubahan diatas secara detail dan cukup comprehensive.

PERTAMA

Penjelasan cara kerja, cara pengambilan keputusan KPU dan VOTING dalam internal KPU, dengan mengubah komposisi keanggotaan komisioner KPU yang terdiri dari 2 kelompok yang saling berkompetisi (2 competing interest)

Membongkar ketidakmampuan dan kelemahan anggota komisioner KPU yang hanya mampu atau sengaja menyelengarakan debat PILPRES model kelompencapir… !!!

System dan proses seleksi kepemimpinan bangsa Indonesia yang tidak berkualitas, buruk, korup dan amburadul (PILPRES penuh rekayasa & frauds) seperti itu, warranted untuk segera diperbaiki.

1). PEMILU di era Presiden Habiebie tahun 1999, KPU hanya membutuhkan Rp.1,3 trilliun.

Hasilnya cukup bagus, cukup kredible dan cukup terbuka meski antara anggota komisioner KPU terjadi keributan dan jotos-jotosan, tidak mau menandatangani hasil PEMILU 1999 hingga Presiden Habiebie harus mengambil alih.

2). PEMILU di era Presiden SBY tahun 2014, KPU menghabiskan Rp.15,62 trilliun.

Hasilnya ruwet, kerja KPU tidak berkualitas, tidak terbuka, banyak fraudulent elections, tidak demokratis, hitungan surat suara banyak yang tidak singkron, takut forensic audit IT KPU dan hasilnya penuh rekayasa, sehingga PILPRES 2014 berakhir di MK dan tidak bisa dipercaya (tidak kredible).

3). PEMILU di era Presiden Jokowi tahun 2019, KPU menghabiskan biaya Rp. 25,59 trilliun.

Hasilnya lebih parah, PEMILU yang tidak berkualitas, kerja KPU tidak meyakinkan, tidak terbuka, tidak demokratis, banyak fraudulent elections, hasil hitungan surat suara banyak yg tidak singkron, kerja KPU yang terkesan tertutup, sembunyi-sembunyi, takut forensic audit IT KPU, kerjanya komisioner KPU penuh kecurigaan, berakhir di MK dan hasil PEMILU 2019 tidak bisa dipercaya (tidak kredible?)

4). Bagaimana dengan PEMILU 2024….???

KPU mengajukan budget untuk PEMILU tahun 2024 sebesar Rp.108 trilliun, dimana Rp.20 trilliun untuk POLISI, meski pada akhirnya KPU mungkin hanya akan dapat persetujuan dana sekitar Rp.76 trilliun.

Apakah dengan budget sebesar itu, kerja komisioner KPU akan sama seperti PILPRES 2014 dan 2019, atau bahkan lebih buruk….???

Apakah KPU hanya akan bisa mengadakan PEMILU 2024 dengan model kontes BALEHO dunggu dan debat PILPRES model kelompencapir….???

Saya khawatir dana sebesar itu akan dipakai untuk membayar orang, atau kelompok untuk merekayasa hasil PEMILU dan PILPRES 2024, atau worse dikorupsi…???

Kita tidak buruk sangka (su’udzon), tetapi public has every right to be suspicious...!!!

Karena itu menjadikan KPU yang benar-benar menjadi komisi yang mandiri, independent, lepas dari pengaruh penguasa, partai politik, POLRI, TNI, oligarachs dan para MAKELAR politik menjadi fokus dan perhatian aktivis FTA.

Caranya bagaimana….????

Dengan merombak komposisi keanggotaan komisioner KPU saat ini…!!!

Kami aktivis FTA global menyarankan dan menganjurkan agar komposisi keanggotaan komisioner KPU saat ini yngg terdiri dari 7 orang hasil seleksi pemerintah dan DPR itu ditambah dengan 36 orang wakil-wakil dari 18 partai politik yang lolos PEMILU 2024, yakni 2 orang per partai politik untuk menciptakan checks and balances (self-controlled) di dalam tubuh internal KPU.

Sehingga total anggota komisioner KPU untuk PEMILU tahun 2024 menjadi 41 orang.

Apa yang salah dengan komposisi keanggotaan komisioner KPU tahun 1999 hingga berakhir ribut dan jotos-jotosan….???

Mengapa setiap sidang KPU, sidang di KOMISI DPR dan sidang paripurna di DPR sering ribut, teriak-teriak dan kadang berakhir dengan jotos-jotosan…???

Apa yang salah dengan system “deliberation” ngaco seperti itu….??

Yang salah adalah cara, system, proses, prosedure dan mekanisme pengambilan keputusan (deliberation) yang dilakukan oleh KPU tahun 1999 yang tidak baik, tidak benar, tidak terbuka, tidak adil, tidak fair dan tidak demokratis…!!!

Akibatnya berakhir dengan keributan dan jotos-jotosan….!!!

Ketika cara, system, proses, prosedure dan mekanisme deliberation (pengambilan keputusan) di KPU tidak dipahami, tidak dimengerti dan tidak disetujui bersama sebelum semuanya dimulai, maka jelas akan berakhir dengan keributan dan jotos-jotosan, seperti yang kita lihat disidang paripurna di DPR.

Disinilah perlunya para politisi di DPR, DPD, DPRD, akademisi dan anggota komisioner KPU mau belajar dari system, proses, prosedure dan mekanisme deliberation yang dilakukan di US CONGRESS negara Amerika Serikat (AS).

Bersambung ke halaman 2




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=