Oleh: Suchjar Effendi.
Dipl. Kfm Jerman
Seminggu terakhir ini saya sedang bersih-bersih gudang, karena banyak rayap yang merusak rak buku dan buku-bukunya, pintu, jendela, kusen, dll dimakan rayap.
Dari luar memang terlihatnya masih oke, berkilap. Tapi setiap hari selalu saja ada bubuk kayu yang berserakan di lantai. Setelah disapu bersih, esok harinya terlihat lagi serbuk kayu.
Gudang akhirnya dibersihkan, barang-barang yang sudah rusak dibuang, kusen, pintu, jendela sampai langit-langit ganti baru.
Saya semprot dengan anti rayap. Hanya bertahan beberapa hari. Rayapnya ganas sekali.
Pikiran saya menerawang dan saya mulai berpikir: keadaan negeri ini tidak berbeda jauh dengan situasi di gudang yang penuh rayap. Nyaris tidak ada bagian yang bersih dari rayap.
Bahkan, obat anti rayap seperti KPK, Bea Cukai, Dirjen Pajak, Parlemen, Kementrian dan Lembaga Negara, bidang kesehatan dan pendidikan dsb dimakan rayap. Partai politik, militer, kepolisian sampai petugas desa juga tidak luput dari rayap.
Lebih mengerikan lagi, rayap-rayap itu terus bermutasi, masuk ke dalam otak, jiwa dan raga manusia Indonesia. Tak kasat mata.
Para manusianya seolah sehat, tidak terjadi apa-apa. Mereka tidak sadar, rayap-rayap itu semakin menggerogoti organ tubuhnya. Sampai tidak faham lagi apa itu moral dan etika, apa itu dosa dan neraka.
Rayap-rayap terbagi dalam kasta, ada rayap Brahmana, Kesatria, Waisha, Sudra sampai rayap Dalit.
Rayap Brahmana yang berkuasa silih berganti, lewat pesta “demokrasi” yang menghabiskan ratusan triliun rupiah.
Mereka seolah saling tikam di depan panggung sandiwara. Setelah pesta usai, mereka berpelukan, kompromi : siapa dapat apa.
Rayap dari kasta Kesatria juga memangsa kayu-kayu di hutan rimba, di perkebunan sawit, pertambangan, sampai di laut.
Rayap Waisha juga terlibat merontokkan sendi-sendi negara ini, berkolaborasi dengan rayap Brahmana dan rayap Kesatria.
Semua bagai sebuah lingkaran setan, Teufelkreis, Circulus Vitiosus. Saling memangsa.
Kaum cerdik cendekia, ulama, rohaniawan yang kebal dari serangan rayap terus berpikir, bagaimana mencari solusi untuk membersihkan rayap dari negeri ini.
Apakah perubahan di negeri ini selalu ditentukan dari luar? Seperti yang terjadi pada masa sebelumnya?
Indonesia merdeka karena ada perang Dunia Kedua.Tahun 1965 karena ada perang Dingin. Reformasi terjadi karena intervensi dari luar untuk membersihkan rayap.
Generasi muda negeri ini bisa diselamatkan jika ada perubahan karena benturan kekuatan adidaya.
Sebagian yang masih mampu, bisa menyelamatkan diri ke seberang lautan, ke negeri orang yang bebas rayap.
Sebagian lagi bisa berinisiatif melakukan komunikasi dan bekerjasama dengan negara yang bebas rayap. Melalui internet.
Teknologi jaman kini yang serba canggih, dengan Artificial Inteligen membuka peluang untuk belajar gratis, bebas dari pemerasan dan penipuan.
Terbanglah generasi muda, tinggalkan negeri ini, untuk menimba ilmu di sebrang lautan sana.
Bangunlah jejaring internasional, bersinergi menjadi warga dunia, kosmopolit. Jangan bersedih, jangan diam. Peluang untuk menjadi manusia bermartabat terbuka lebar. Percayalah.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Ta’im alias Miftah sudah Mundur, Kapan Fufufafa (di) Mundur (kan) ?
Catatan Atas Penghinaan Utusan Khusus Presiden Prabowo Kepada Penjual Es: Maafkan Kami Datuk Sri Anwar Ibrahim
Jika kebijakan kenaikan PPN 12 persen diambil?
Lagi-Lagi Soal Komunikasi
Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (Bagian 3): Kesetiaan, Kepercayaan, dan Kehormatan
Kita Harus Faham DNA Media Barat
Bukti Gamblang, Kebenaran Takdir Allah
Keikhlasan Kunci Keberhasilan
Akurasi Membaca Kemunculan Pratanda Pilbup Kulon Progo
Para Pejabat Negara Perlu Belajar Ilmu Komunikasi
No Responses