', layer: '
KONVENSI KONSTITUSI 2
'} ];
Catatan: Muhammad Chirzin
Majelis Permusyawaratan Umat Islam Indonesia (MPUII) menyelenggarakan serangkaian Konvensi Konstitusi. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh kerusakan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara pasca reformasi tidak terlepas dari amandemen UUD 1945 yang dinilai sembrono dan berlebihan.
Meskipun diklaim sebagai UUD NRI 1945, konstitusi yang dijalankan oleh rezim selama tiga dekade ini memiliki esensi yang sangat jauh berbeda dari pokok-pokok pikiran UUD 1945 asli sebagaimana diimpikan oleh founding fathers.
Sistem kenegaraan Indonesia yang semula mengedepankan prinsip musyawarah kini bergeser menjadi sistem yang lebih liberal dan kapitalistis. Akibatnya, eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terancam dan makin menjauh dari citacita kemerdekaan.
Sebagai solusi, bangsa Indonesia harus kembali ke sistem yang benar, yaitu dengan mengembalikan dan melaksanakan UUD 1945 pada posisi sebelum amandemen 1999-2002.
Atas dasar pemikiran ini, serangkaian Konvensi Konstitusi akan digelar di berbagai kota di tanah air sebagai upaya untuk membangun kesadaran publik dan menyusun langkah strategis demi kembalinya pelaksanaan UUD 1945 sesuai khittah perjuangan bangsa. Konvensi ini diharapkan dapat menjadi titik tolak kebangkitan kembali semangat kebangsaan yang berlandaskan konstitusi asli UUD 1945.
Kegiatan Konvensi Konstitusi ini bertema Pelaksanaan UUD 1945 Berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dengan tujuan:
1. Membangun kesadaran kolektif masyarakat dan para pemangku kepentingan NKRI tentang pentingnya memperbaiki sistem kenegaraan dengan kembali pada UUD 1945 yang diberlakukan berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Menyusun tahapan dan langkah-langkah strategis bagi pelaksanaan UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
3. Mengonsolidasikan segenap potensi masyarakat yang menginginkan tercapainya kemaslahatan bangsa melalui pelaksanaan UUD 1945 sesuai cita-cita proklamasi kemerdekaan.
Kegiatan dilaksanakan di Yogyakarta, Malang/Surabaya, Medan, Makassar, Semarang, dan Jakarta dalam rentang waktu 15 Oktober 2024 sampai dengan 31 Desember 2024.
Peserta kegiatan terdiri atas akademisi, ulama, cendekiawan, tokoh masyarakat, purnawirawan militer/polisi, budayawan, aktivis pemuda, dan perempuan yang peduli pada kemaslahatan bangsa dan masa depan NKRI.
Narasumber kegiatan perdana di Yogyakarta Prof. Sofian Effendi (Guru Besar Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada/UGM), Prof. Dr. Kaelan (Guru Besar Hukum Tata Negara, UGM), dan Ihsanuddin Noorsy (Pengamat Ekonomi Politik Kebijakan), dengan Keynote Speaker: Prof. Ir. Daniel Mohammad Rasyid, PhD. (Inisiator Konvensi Konstitusi).
Agenda Konvensi Konstitusi di Hotel University Club, Yogyakarta, Selasa, 15 Oktober 2024 adalah sebagai berikut:
1.Pembukaan
2.Pembacaan doa: KH. M. Syukri Fadholi, SH
3.Pengantar Panitia Pelaksana: drg. Madi Saputra, SpPros.
4.Keynote Speech: Prof. Ir. Daniel Mohammad Rasyid, Ph.D, bertema: Urgensi Melaksanakan UUD 1945 Berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Sesi I: Dampak Pemberlakuan UUD 2002 terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara oleh Prof. Sofian Effendi
Sesi II: Melaksanakan UUD 1945 Berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai Kebutuhan Konstitusional oleh Prof. Dr. Kaelan
Sesi III: Diskusi menyusun langkah-langkah strategis pelaksanaan UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
DEKLARASI KONVENSI: Pembacaan dan penandatanganan Deklarasi Konvensi oleh peserta.
Dengan melibatkan para pakar, tokoh nasional, dan berbagai elemen masyarakat, konvensi ini akan memberikan arah strategis menuju perbaikan tata kelola negara yang lebih baik, demi masa depan Indonesia yang lebih berdaulat, adil, dan makmur.
Ketua Panitia Pengarah Prof. Ir. Daniel Moh. Rosyied, PhD., dan Ketua Panitia Pelaksana Drg. Madi Saputra, Sp. Pros.
Penulis mendukung Gerakan Kembali ke UUD 1945 Asli dengan addendum. Amandemen UUD 1945 tahun 1999-2002 tidak lepas dari pengaruh agenda global liberalisasi dalam segala lini.
Efek empat kali Amandemen UUD 1945 sekurang-kurangnya:
Pertama, MPR tidak dapat meminta pertanggungjawaban kepada Presiden, karena Presiden bukan mandatarisnya.
Kedua, Presiden menjadi superpower dan tidak terkendali.
Ketiga, pemilihan presiden secara langsung oleh seluruh rakyat Indonesia menyimpang dari sila ke-4 Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Pilpres secara langsung juga terbukti berbiaya sangat tinggi, dan mengakibatkan pembelahan rakyat yang tak kunjung surut.
Keempat, amandemen membuahkan Presidential Threshold 20% sebagai produk monopoli partai politik dalam merumuskan Undang-Undang Pemilui Nomor 7 Tahun 1917 Pasal 222, yang mengamputasi hak-hak rakyat untuk mengusulkan calon presiden.
Kelima, Presiden RI tidak harus warga negara Indonesia asli.
Presiden terpilih Prabowo Subianto, mau tidak mau harus mengomandani reformasi jilid dua: kembali ke UUD 1945 asli yang disahkan pada 18 Agustus 1945 dengan addendum. Tanpa perubahan mendasar atas konstitusi UUD 1945, siapa pun presidennya, tak akan dapat mewujudnya perubahan yang nyata.
Langkah-langkah praktis dan strategis yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut:
(1) Menghadirkan UUD 1945 Asli.
(2) Memisahkan pasal-pasal dan/atau ayat-ayat UUD NRI 1945 hasil amandemen (pasal/ayat berbintang satu, dua, tiga, dan empat tahun demi tahun, 1999-2002) dari UUD 1945 asli.
(3) Mencermati pasal demi pasal dan ayat demi ayat tambahan/perubahan/penggantian pada UUD NRI 1945.
(4) Memisahkan pasal-pasal dan ayat-ayat yang dapat dipertahankan dan yang harus dihapuskan.
(5) Menyusun addendum sebagai catatan tambahan atas UUD 1945 asli.
Semoga Allah Swt meridhai upaya ini, dan memberikan hidayah, serta pertolongan kepada semua yang berhikmat di jalan-Nya, amin.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Kita Harus Faham DNA Media Barat
Bukti Gamblang, Kebenaran Takdir Allah
Keikhlasan Kunci Keberhasilan
Akurasi Membaca Kemunculan Pratanda Pilbup Kulon Progo
Para Pejabat Negara Perlu Belajar Ilmu Komunikasi
BUMN Indonesia menyedihkan, Bagaimana Mau Setara Temasek
Membantah Penilaian The Economist: Presiden Prabowo dan Kabinetnya Memiliki Visi Kuat
Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (Bagian 2): “Profesor Kancil”, “Don Dasco”, dan “Mr. Dasco”
Pemberian Bantuan Negara Tidak Boleh Riya’
Negara Swasta: Transformasi Negara Menjadi Korporasi Oligarki
No Responses