Memperkokoh Ukhuwah Pasca Pilkada

Memperkokoh Ukhuwah Pasca Pilkada
Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta



Oleh: Muhammad Chirzin

Bangsa Indonesia baru saja melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, baik Gubernur, Bupati, maupun Walikota. Setiap warga negara memiliki hak satu suara, sedangkan Calon Gubernur, Bupati, maupun Walikota terdiri atas dua pasang, tiga pasang, maupun empat pasang.

Ada sejumlah daerah yang hanya terdiri atas satu pasang, dengan risiko bersaing melawan kotak kosong. Ironisnya terdapat pasangan calon kepala daerah yang perolehan suaranya dikalahkan oleh kotak kosong. Persaingan pasangan calon kepala daerah melawan kotak kosong itu sendiri menunjukkan anomali dalam sistem pemilihan calon pemimpin daerah. Aturan tersebut harus diperbaiki di kemudian hari.

Mayoritas pasangan calon kepala daerah di Indonesia beragama Islam, dan para pemilihnya pun beragama Islam. Oleh sebab itu otomatis para calon pemilih tersebut terpolarisasi sesuai dengan jumlah pasangan calon kepala daerah. Bilamana pasangan Calon Kepala Daerah terdiri atas tiga pasang, maka suara para pemilih relative terdistribusi ke dalam tiga pasang pasang calon tersebut, dan bilamana Calon Kepala Daerah terdiri atas dua pasang, maka suara umat akan terbelah menjadi dua.

Sebagaimana yang terjadi pada perhelatan Pemilihan Presiden, pemilihan kepala daerah juga telah membelah kesatuan umat secara umum, maupun warga ormas atau simpatisan ormas tertentu. Persaudaraan sesama muslim relative terganggu oleh kepentingan politik sesaat untuk mempromosikan calon pemimpin yang didukungnya.

Pasca Pilkada tersebut umat sangat memerlukan langkah-langkah pemulihan ikatan persaudaraan sesama muslim di mana pun mereka berada. Hal itu sejalan dengan pesan Allah swt dalam Al-Quran,

Orang-orang mukmin sesungguhnya bersaudara; maka rukunkanlah kedua saudaramu yang berselisih, dan bertakwalah kepada Allah supya kamu mendapat rahmat (QS Al-Hujurat/49:10).

Kemajemukan merupakan sunnatullah dalam penciptaan makhluk. Kemajemukan bangsa-bangsa, suku bangsa, agama, dan golongan pendorong berprestasi dan penuntun perjalanan menggapai kemajuan dan ketinggian. Allah swt berfirman dalam Al-Quran,

Hai manusia, Kami ciptakan kamu dari satu pasang laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku bangsa, supaya kamu saling mengenal (bukan supaya saling membenci, bermusuhan). Sungguh, yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa. Allah Mahatahu, Maha Mengenal (QS Al-Hujurat/49:13).

Pada dasarnya manusia beriman mempunyai dua dimensi hubungan yang harus selalu dipelihara dan dilaksanakan, yakni hubungan vertikal dengan Allah swt dan hubungan horizontal dengan sesama. Mukmin niscaya menjaga harmoni, keseimbangan, equilibrium antara intensitas hubungan vertikal dan hubungan horizontal.

Interaksi Muslim dengan sesama didasari keyakinan bahwa semua manusia adalah bersaudara. Ukhuwah mengandung unsur persamaan dan keserasian dalam banyak hal. “Burung sejenis akan hinggap di dahan yang sama.” Semakin banyak unsur persamaan, niscaya semakin kokoh persaudaraan.

Islam mengenal beberapa dimensi ukhuwah: (1) persaudaraan sesama manusia – ukhuwah insaniyah/basyariyah; (2) persaudaraan suku dan bangsa – ukhuwah sya’biyah wathaniyah; (3) persaudaraan nasab dan perkawinan – ukuwah nasabiyah shihriyah; (4) persaudaraan sesama pemeluk agama – ukhuwah diniyah; (5) persaudaraan seiman-seagama – ukhuwah imaniyah.

Sesama mukmin memiliki tanggung jawab sosial untuk menggapai keselamatan, baik di dunia maupun akhirat.

Wahai orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu, dijaga para malaikat yang keras dan tegas, tak pernah membangkang apa yang diperintahkan Allah kepada mereka, dan melaksanakan apa yang diperintahkan (QS At-Tahrim/66:6).

Kerukunan merupakan suatu kebajikan sosial yang harus diwujudkan dalam kehidupan bersama.

Kebaikan itu bukan karena menghadapkan muka ke timur atau ke barat; tetapi kebaikan ialah karena beriman kepada Allah, hari kemudian, para malaikat, Kitab dan para nabi. Memberikan harta benda atas dasar cinta kepada-Nya, kepada para kerabat, anak yatim, fakir-miskin, orang dalam perjalanan, mereka yang meminta dan untuk menebus budak-budak; lalu mendirikan shalat dan membayar zakat; memenuhi janji bila membuat perjanjian. Mereka tabah dalam penderitaan, kesengsaraan dan dalam suasana kacau. Mereka itulah orang yang benar, dan mereka itulah yang bertakwa (QS Al-Baqarah/2:177).

Iman dan takwa niscaya mengejawantah dalam perbuatan, baik dalam dataran kehidupan individual maupun kehidupan sosial. Keluarga adalah basis kebajikan, dan tiada imbalan untuk kebajikan kecuali surga. Rumah adalah surga jika menjadi pangkalan kebajikan, dan neraka apabila menjadi pangkalan kejahatan.

Keimanan kita harus benar dan ikhlas. Kita harus siap menerjemahkannya ke dalam amal terhadap sesama manusia. Kita harus menjadi warga yang baik dengan membantu segala kegiatan sosial, dan jiwa kita sendiri sebagai pribadi harus teguh dalam menghadapi segala keadaan. Iman bukan sekadar kata-kata. Kita harus menghayati segala kebaikan yang datang dari hadirat-Nya. Mukmin niscaya bersatu, dan tidak bercerai-berai.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa; dan jangan mati melainkan dalam beragama Islam. Berpeganglah pada tali agama Allah, dan jangan bercerai-berai. Ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, dan berkat nikmat Allah kamu menjadi bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya, agar kamu mendapat petunjuk. (QS Ali Imran/3:102-103)

Mukmin niscaya tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan.

Tolong-menolonglah dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah amat dahsyat siksa-Nya. (QS Al-Maidah/5:2)

Salah satu cara untuk meneguhkan persaudaraan ialah menjalin silaturahim.

Hai umat manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri dan menciptakan darinya pasangannya; dan dari keduanya Ia memperkembangbiakkan sebanyak-banyaknya laki-laki dan perempuan. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu selalu meminta dan jagalah hubungan keluarga. Sungguh, Allah selalu mengawasi kamu (QS An-Nisa`/4:1).

Silaturahim, menjalin dan memelihara hubungan keluarga, merupakan suatu tuntunan akhlakul karimah dalam Islam yang amat penting. Silaturahim merupakan sesuatu bentuk ketakwaan. Bangunan umat Islam tak akan berwujud tanpa silaturahim.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menghubungkan silaturahim.” (HR Bukhari).

Ibnu Umar sering kali berkata, “Siapa yang bertakwa kepada Tuhan dan memegang teguh tali silaturahim akan merasa hidup lapang, kekayaannya bertambah, dan keluarganya akan semakin mencintainya.”

Mukmin bertanggung jawab menjaga dan mewujudkan persaudaraan seiman dan seagama. Teladan ukhuwah ditunjukkan Nabi Muhammad saw bersama Muhajirin dan Anshar.

Orang-orang yang sebelum mereka bertempat tinggal di Madinah dan sudah beriman, dengan penuh kasih sayang menyambut orang yang datang hijrah ke tempat mereka, dan dalam hati mereka tak terdapat keinginan atas segala yang diberikan, dan mereka lebih mengutamakan Muhajirin daripada diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kemiskinan, kesulitan. Siapa yang terpelihara dari kebakhilan dirinya, mereka itulah orang-orang yang berhasil (QS Al-Hasyr/59:9).

Rasulullah saw bersabda, bahwa Allah swt berfirman, “Cinta-Ku wajib untuk dua orang yang saling mencintai karena Aku; cinta-Ku wajib untuk dua orang yang saling bergaul karena Aku; cinta-Ku wajib bagi dua orang yang saling mengunjungi karena Aku.” (HQR Ahmad).

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=