', layer: '
MUH CHIRZIN 5
'}, {id: 86275, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2024/10/MUH-CHIRZIN-6.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2024/10/MUH-CHIRZIN-6-150x150.jpg', permalink: '
', layer: '
MUH CHIRZIN 6
'}, {id: 86271, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2024/10/MUH-CHIRZIN-2.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2024/10/MUH-CHIRZIN-2-150x150.jpg', permalink: '
', layer: '
MUH CHIRZIN 2
Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag
'}, {id: 86276, image: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2024/10/MUH-CHIRZIN-7.jpg', extlink: '', thumb: 'http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2024/10/MUH-CHIRZIN-7-150x150.jpg', permalink: '
', layer: '
MUH CHIRZIN 7
'} ];
Oleh: Muhammad Chirzin
Entah berapa kali penulis mengikuti pelatihan menulis, hingga menjadi penulis, dan mengisi pelatihan kepenulisan. Siapa saja yang ingin menjadi penulis tentu pernah bertanya-tanya, kapan saat yang paling tepat, bagus, mudah, lancar untuk menulis. Menulis adalah ketrampilan. Sebagaimana ketrampilan apa pun lainnya, bila dilatih akan semakin terasah. Pisau tumpul pun bila diasah niscaya tajam.
Inspirasi menulis pertama kali adalah dari ayah dan kakak. Setiap kali hendak berkhutbah di hari Jumat ayah menulis naskah khutbah dengan tangan secara rapih empat halaman di kertas folio bergaris. Ciri tulisannya indah, termasuk kutipan ayat-ayat Al-Quran dan hadis, sebagai alumni pesantren Tremas Pacitan.
Inspirasi menulis kedua dari kakak sulung kami Muhammad Nizar. Sejak penulis duduk di Sekolah Dasar, kakak kami sudah sering menulis puisi di harian Abadi, hingga bersahabat dengan wartawan senior Kompas Parakitri. Kakak kedua kami M. Habib Chirzin sering mengisi diskusi, seminar, dan sarasehan di berbagai forum, dan selalu menulis makalah yang kemudian dikirim ke majalah, antara lain Suara Muhammadiyah dan Suara Aisyiyah, hingga ponulis terobsesi untuk bisa menulis seperti kakak.
Inspirasi menulis berikutnya dari KH Imam Zarkasyi, salah seorang dari Trimurti Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Bersama KH Ahmad Sahal dan KH Zainuddin Fanani. Ketika menempuh pendidikan kelas satu KMI Pondok Pesantren Pabelan Magelang, penulis belajar Bahasa Arab, Ilmu Fikih, Ilmu Ushuluddin, dan Ilmu Tajwid menggunakan buku-buku karya KH Imam Zarkasyi tersebut.
Sebagai santri senior di Gontor penulis menjalankan tugas sebagai koordinator penulisan rubrik majalah akhir tahun yang dikenal dengan sebutan Wardun (Warta Dunia) Pondok Modern Darussalam Gontor dengan pembimbing/penasihat KH Imam Subakir Ahmad. Beliau sangat sabar, tekun, dan teliti memeriksa satu per satu tulisan teman-teman, sampai dengan titik komanya. Hingga kini cara beliau mengoreksi naskah penulis gunakan dalam bimbingan skripsi, tesis, maupun disertasi Mahasiswa.
Sebagai Mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN (dahulu IAIN) Sunan Kalijaga Strata Satu program lama (sarjana lengkap), Jurusan Ilmu Perbandingan Agama, penulis mengikuti perkuliahan Perbandingan Agama dari Prof. H.A. Mukti Ali. Pada kuliah perdana beliau membagikan puluhan buku tulisan beliau yang dicetak oleh penerbit Yayasan Nida untuk setiap mahasiswa. Buku-buku tersebut dari naskah pidato-pidato beliau sebagai menteri Agama RI. Satu kali tatap muka kami membahas satu buku. Inspirasi untuk menulis yang luar biasa!
Prof. Azyumardi Azra, Prof. Din Syamsuddin, Prof. Komaruddin Hidayat dan lain-lain tidak jarang menulis dengan laptop di bandara sambil menunggu keberangkatan pesawat. Bagi mereka menulis itu bisa kapan saja, di mana saja, dan tentang apa saja.
Di era medsos kini handphone kita kebanjiran tulisan-tulisan beraneka ragam tentang fenomena aktual, baik yang pro maupun kontra, baik dari kalangan buzzer, influenser, maupun para aktivis kritis dan cendekiawan yang peduli terhadap kelangsungan bangsa dan negara, semisal Rizal Fadillah, Syahganda Nainggolan, Anthony Budiawan, Achmad Nur Hidayat, Radhar Tribaskoro, Roy Suryo dan kawan-kawan.
Penulis ikut meramaikan jagat medsos dengan mengunggah tulisan-tulisan bermuatan kritik terhadap kondisi terkini, semisal petualangan Gibran, keuangan yang maha kuasa, tanggung jawab warga negara terhadap keutuhan bangsa, pendidikan karakter dengan sejarah, Palestina dulu dan kini, demi Palestina dan Indonesia, go to hell Israel, nestapa UUD 1945, UUD 1945 vs UUD NRI 1945, PKI pelanggar konstitusi, memangkas lingkaran setan miras, manfaat dan mudarat ekonomi digital, move on membangun masa depan, siapa yang datang ke pemakamanku saat aku mati nanti.
Ada teman yang bertanya, sama dengan pertanyaan penulis duapuluh lima tahun yang lalu, “Kapan Prof menulis?” Jawab penulis, kapan saja dan di mana saja, manakala ada sesuatu yang memang patut ditulis.
Verba volant, scripta manent – kata-kata lisan lenyap menguap, sementara tulisan abadi menetap. Demikian ungkapan kearifan Yunani yang sangat masyhur. Menurut Helen Keller, para pujangga semua negara adalah penerjemah keabadian.
Benjamin Franklin pernah berpesan, “Jika Anda tak ingin dilupakan setelah meninggal dunia, lakukanlah sesuatu yang patut ditulis dan tulislah apa yang patut dibaca.” Senada dengan itu, Pramoedya Ananta Toer berkata, “Menulislah, jika tidak menulis, engkau akan tersingkir dari panggung peradaban dan dari pusaran sejarah.” Sayyid Quthb, “Sebuah peluru hanya bisa menembus satu kepala, sedangkan sebuah buku dapat menembus ribuan, bahkan jutaan kepala.”
Seperti halnya setiap gram emas berharga, begitu pula setiap jam waktu kita. Setiap orang selalu punya waktu untuk melakukan apa yang disukainya. “Hidup ini seperti orang naik sepeda. Supaya terjaga keseimbangannya, Anda harus berjalan,” kata Albert Einstein. Semua orang tahu jalan menuju sukses, tetapi tidak setiap orang menempuhnya. Siapa yang mampu tetapi tak mau ia telah merendahkan Tuhan.
Menurut William Wordsworth, bagian terbaik dari hidup seseorang adalah perbuatan-perbuatan baik dan kasihnya yang tidak diketahui orang lain. “Jangan pernah berhenti meyakini bahwa hidup ini akan menjadi lebih baik, bagi kehidupan Anda sendiri maupun bagi kehidupan orang lain,” tulis Andre Gide.
Hidup sekali, hidup yang berarti. Kebahagiaan itu dalam berbagi. Orang hebat ialah siapa saja yang mampu mengubah dirinya menjadi lebih baik dan lebih berfaedah bagi sesama. Kazuo Inamori menulis, “Kemampuan kita untuk meraih sukses dalam perjalanan hidup yang panjang ini tidak tergantung hanya pada inteligensia.” Norman V Peale mengemukakan empat bekal sukses: kerja dan doa, berpikir dan yakin.
“Kebanggaan terbesar seorang guru ialah jika muridnya mengungguli dirinya,” kata Friedrich Nietszche. Jadilah guru atau murid kapan saja dan di mana pun engkau berada. Guru yang bijaksana menghargai dan mendoakan muridnya. Guru yang berhenti belajar niscaya berhenti mengajar. Siapa yang tak punya tak dapat memberi.
Semua profesi perlu guru. Hampir-hampir guru menjadi rasul. Satu teladan lebih berpengaruh daripada sepuluh nasihat. Orang yang tidak mempunyai contoh selain dirinya sulit maju. Bilamana engkau berjumpa dengan orang hebat dan mengagumkan, ketahuilah bahwa ia telah melakukan apa yang belum engkau lakukan.
Membaca mendahului menulis. Menurut Buya Hamka, penulis harus lebih banyak membaca daripada menulis. Membaca itu memenuhi dahaga keingintahuan, meluaskan cakrawala, mengembangkan pikiran, merangsang kreativitas, dan mencapai perubahan, serta menguatkan kepribadian. “Tiba-tiba Anda memahami sesuatu yang telah Anda mengerti sepanjang hidup, tetapi dengan cara berbeda. Itulah artinya belajar.” Demikian petuah Doris Lessing.
Segala pesan bisa disampaikan dengan tulisan. Menulis itu menyeleksi dan menyerap informasi, merangkum dan memetakan pokok bahasan, meningkatkan penyimpanan informasi, memudahkan penggalian informasi, menghindarkan godaan media sosial, dan memfokuskan perhatian, serta memahami lebih baik.
Untuk menulis kita hanya butuh kemauan dan kesungguhan. Kemauan meningkatkan kemampuan. Bakat tak lain adalah kesabaran dan ketekunan yang lama. Tulislah ilmu walau satu buku selama hayatmu. Menulislah laksana Allah berfirman dan Nabi Muhammad bersabda. Menulis buku dengan kalbu.
Kita belajar berjalan dengan berjalan
Kita belajar berenang dengan berenang
Kita belajar bersepeda dengan bersepeda
Kita belajar membaca dengan membaca
Kita belajar menulis dengan menulis.
Menulis adalah perjuangan menuju keabadian. Menulis meninggalkan warisan untuk dunia. Menulis dengan kritis, analitis, reflektif, dan kontemplatif. Menulis itu berat bagi orang yang enggan melakukannya. Menulis dengan bahasa yang baik, benar, indah, dan santun.
Menulis adalah menebar pengetahuan dan mendialogkan kebenaran. Menulis untuk mengikat makna, menghimpun, dan menebar gagasan. Menulis buku tanda syukur dan terima kasih kepada guru. Penulis tahu betapa banyak kehidupan berubah karena buku. Penulis menciptakan haus pengetahuan dan memandu pemenuhan. Penulis mengasah kalbu sepanjang waktu.
Penulis membantu pembaca menemukan rencana Tuhan untuk maju. Sehari selembar tulisan, setahun sebuah buku. Andaikata seluruh pikiran, pengetahuan, perasaan, dan perbuatan, serta pengalaman kita ditulis, niscaya memerlukan lebih dari 1000 halaman.
PIKIRAN membuahkan perkataan
PERKATAAN membuahkan perbuatan
PERBUATAN membuahkan kebiasaan
KEBIASAAN membuahkan kepribadian
KEPRIBADIAN membuahkan nasib.
Tulisan adalah simbol kebudayaan. Menulis ialah menebar pengetahuan dan mendialogkan kebenaran. Menjadi penulis adalah tanggung jawab, bukan pilihan. Penulis itu co-worker Tuhan dalam membangun peradaban. Penulis tahu betapa banyak kehidupan berubah karena buku. Sehari selembar tulisan, setahun sebuah buku.
Penulis buku membantu pembaca menemukan rencana Tuhan untuk maju. Sebuah langkah sederhana yang semua orang bisa melakukannya, yakni menulis apa saja yang ia pikirkan, alami, lakukan, dan rasakan. Andaikata seluruh pikiran, pengetahuan, perasaan, dan perbuatan, serta pengalaman kita ditulis, niscaya menjadi ratusan buku.
Orang bijak berkata bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Hal itu mengandung pesan agar kita pandai mengambil pelajaran dari pengalaman. Nilai sebuah pengalaman bukan terdapat pada pengalaman itu sendiri, melainkan pada respons seseorang terhadap pengalaman itu. Sebuah pepatah, sebagaimana kata-kata mutiara, adalah kalimat pendek dari pengalaman hidup yang panjang. Tidaklah seseorang serta-merta mengungkapkan kalimat, “Pengalaman adalah guru yang terbaik” kecuali setelah ia mendapat pelajaran dari pengalaman manis maupun pahit, pengalaman pribadi maupun orang lain.
Menulis bagai Beethoven menggubah lagu
Menulis bagai Michelangelo memahat batu
Menulis bagai Afandi melukis wajah sang Ibu
Menulis bagai Ronaldo menendang bola tanpa ragu.
Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dosen Kajian Tafsir Al-Quran Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan Universitas Darussalam Gontor (UNIDA), penulis 65-an buku.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Imbangan Analisis Psikologis Prabowo Subianto
Psikologi Prabowo Subianto: Di Persimpangan Jalan Yang Kompleks Dalam Hubungannya Dengan Jokowi dan Gibran
Kurikulum : Dari Shallow ke Deep Learning
Pendidikan Sekolah Perlu Mengajarkan Intuisi dan Penguatan Nurani Untuk Kesuksesan Sejati
Mosaik Kepemimpinan Dalam Al Quran
ITS Ibu Yang Luhur
Mengapa Amandemen UUD 1945 Itu Berkaitan Dengan Kemunduran Ekonomi
Anak Semester I itu Lafran Pane, Pendiri HMI
Peringatan 10 Nopember Sepi
Dimensi Ketuhanan Dalam Firman
No Responses