Menyoal Pandangan Capres Cawapres Tentang Ketahanan Pangan

Menyoal Pandangan Capres Cawapres Tentang Ketahanan Pangan
Ilustrasi




Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Saya dan sahabat saya sesama alumni Unair – yaitu mas M. Chairul Arifin purnabhakti Kementrian Pertanian memiliki concern yang sama tentang pangan di Indonesia. Saya tahun 1980 an pernah menjabat Kahumas Dolog Jatim berkecimpung di urusan pangan ini utamanya produk beras. Sahabat saya ini Mas Chairul menulis artikel menarik di Bhirawa yang menyoal cara pandang capres dan cawapres tentang kedaulatan pangan yang semuanya menunjukkan hal yang baik-baik saja. Tapi menurut sahabat saya ini definisi ketahanan pangan ini diterjemahkan dan di implementasikan masing-masing calon berbeda-beda.

Sehubungan dengan kedaulatan pangan itu saya juga tertarik menyimak pernyataannya William Mitchel bule keturunan Inggris yang belajar tentang seluk beluk tempe di Jawa tahun 1995 dan sekarang punya binis kuliner tempe di London – mengatakan kebanggaannya kepada tempe, salah satu ikonnya Indonesia, namun kebanggaannya itu tersirat “menurun”, ada nada kecewa karena ternyata kedelai sebagai bahan baku tempe yang dulu banyak di tanam di Indonesia – kini di impor dari Amerika Serikat. Jadinya tempe Indonesia menjadi “Tempe Amerika”.

Baik mas Chairul maupun William Mitchel ini, pada dasarnya membicarakan hal yang sama yaitu soal ketahanan pangan di Indonesia yang menurun disebabkan banyak bahan makanan yang kini di impor dari luar negeri, ya contoh nya kedelai dan beras. Kedelai di impor dari Amerika Serikat dll sedangkan beras di impor dari negara Thailand, Vietnam bahkan India. Kalau semua kebutuhan hajat hidup rakyat dalam hal pangan tergantung pada impor maka akan rusaklah Ketahanan Pangan dan Kedaulatan Pangan bangsa ini.

Para capres dan cawapres perlu memahami pengertian ketahanan pangan yang tidak lepas dari UU No. 18/2012 tentang Pangan. Yang menyebutkan bahwa Ketahanan Pangan adalah “kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”.

BACA JUGA:

Ketahanan pangan itu, memperjelas dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan (food soveregnity) dengan kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety).

“Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal”.

Sementara “Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat”.

“Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi”.

Kalau pembangunan ekonomi pangan tidak menjadi perhatian serius pemerintahan yang akan datang maka kata-kata “Ketahanan Pangan” , “Kedaulatan Pangan”, “Kemandirian Pangan” dan “Keamanan Pangan” akan hilang dari kamus pangan nasional.

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=