Muhammad Chirzin: Pro Kontra Tapera

Muhammad Chirzin: Pro Kontra Tapera
Ilustrasi Rumah Sederhana




Oleh: Muhammad Chirzin


Hari-hari ini viral di media sosial tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang meresahkan para pekerja. Presiden Joko Widodo mengesahkan kebijakan Tapera dengan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera. Kebijakan tersebut mengatur pemotongan gaji pekerja sebesar 3 persen yang akan dialokasikan menjadi tabungan untuk sebuah rumah di masa yang akan datang.

Tapera menuai kritik dari berbagai kalangan pekerja dan organisasi pekerja swasta. Prabowo Subianto, Presiden terpilih untuk periode 2024-2029, ikut angkat suara terkait polemik kebijakan Tapera saat ini. Ia akan mencari solusi terkait Tapera, tapi tidak menyebutkan secara pasti solusi apa yang akan diajukan kepada rakyat untuk kedepannya. Ia juga belum menjawab apakah program Tapera tersebut benar-benar akan direalisasikan pada periode 2024-2029 mendatang.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sekaligus Ketua Komite Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Basuki Hadimuljono sudah mengkonfirmasi program tersebut akan diundur. Hal tersebut ia katakan setelah berunding dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani atas dasar kerjasama antara Kementerian PUPR dan Kementerian keuangan yang sudah tertulis dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menilai memanasnya polemik Tapera karena masalah kepercayaan masyarakat. Masyarakat khawatir dana Tapera akan digunakan untuk membiayai proyek ataupun untuk menambal APBN. Menurut Basuki iuran Tapera merupakan tabungan. Kalaupun peserta sudah memiliki rumah atau berhenti menjadi anggota, mereka bisa mengambil iuran yang sudah disetorkan, plus bunganya di atas bunga deposito. Kalau yang masih butuh rumah, dia nabung setahun itu sudah memenuhi syarat untuk dapat kredit dari Tapera.

Presiden KSPI Said Iqbal menyebutkan akan ada aksi besar dari buruh jika Tapera tetap akan direalisasikan. Upah buruh sudah banyak dipotong, mulai dari jaminan pensiun, jaminan kesehatan, PPh 21, hingga jaminan hari tua. Total potongannya bisa mencapai 12 persen.

Partai Buruh yang dipimpin Said Iqbal akan mengajukan gugatan judicial review terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera jika aspirasi mereka dalam unjuk rasa ini tidak didengar. Judicial review ke Mahkamah Agung ini akan dilakukan oleh Partai Buruh dan KSPI, KSPSI, dan SPM, dan serikat buruh lainnya.

Masalah perumahan, negara seharusnya yang hadir dan menyediakannya untuk rakyat. Pemerintah bisa menyediakan rumah murah, sebagaimana jaminan kesehatan dan ketersediaan pangan murah. Hal ini berbeda dengan program Tapera, karena pemerintah tidak membayar iuran sama sekali. Pemerintah hanya jadi pengumpul iuran rakyat dan buruh.

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Irine Yusiana Roba mencecar Menteri PUPR sekaligus Ketua Komite BP Tapera Basuki Hadimuljono soal narasi masyarakat yang mampu memberi ‘subsidi’ ke masyarakat yang membutuhkan rumah pada program Tapera ini. Hal itu tak bisa disebut subsidi, melainkan gotong royong.

Pekerja di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang tergabung dalam SBIPE IMIP juga menolak pemotongan gaji untuk Tapera. Ketua SBIPE IMIP Henry Foord Jebss mengaku tidak yakin iuran yang masuk untuk Tapera bisa kembali ke kantong para pekerja.

Ia berkaca pada sejumlah kasus sulitnya melakukan klaim manfaat iuran BPJS Ketenagakerjaan selama ini. Henry pun menduga wacana pemotongan gaji pekerja swasta untuk Tapera hanya menjadi kedok pemerintah untuk mengumpulkan dana masyarakat. Henry menduga ini cara pemerintah untuk menutup defisit APBN. Ini tidak ada manfaatnya untuk buruh.

Sebagai Ketua Komite Tapera, Basuki mengatakan bahwa UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat sudah ada sejak tahun 2016 dan penerapannya diundur hingga tahun 2027 dalam rangka membangun kredibilitas Tapera.

Ketua KSPI Said Iqbal mengatakan, aksi unjuk rasa buruh menolak Tapera akan meluas jika pemerintah tidak mencabut program tersebut. Bila Tapera tidak dicabut, maka akan dilakukan aksi yang lebih meluas di seluruh Indonesia dan melibatkan komponen masyarakat yang lebih luas.

Selama ini upah buruh sudah banyak dipotong, mulai dari jaminan pensiun, jaminan kesehatan, PPh 21, hingga jaminan hari tua sehingga total potongannya bisa mencapai 12 persen.

Said berharap, pemerintah tidak menambah besaran potongan gaji buruh melalui Tapera. Basuki mengaku menyesal dan tidak menyangka atas timbulnya kemarahan dari masyarakat dan berbagai pihak terhadap Tapera ini.

Menyimak argumen berbagai pihak, kita berharap Tapera bukan hanya ditunda pelaksanaannya, tapi dihapus.

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=