Oleh Dr. Muhammad Najib
Kata “Zabur” berasal dari Bahasa Arab (زبر) yang kalau diturunkan menjadi:zabara-yazburu-zabr, yang artinya menulis. Karena itu kata “Zabur” dapat diartikan sebagai “tulisan”.
Dalam sejumlah kamus Bahasa Arab kata “Zabur” disejajarkan dengan kata “Kitab”. Kata “Kitab” sudah diadopsi atau diserap ke dalam Bahasa Indonesia yang maknanya juga “Kitab” atau buku cetakan (bukan buku tulis).
Dalam Al Qur’an kata “Kitab” yang berasal dari kata: kataba-yaktubu-kitaban, selain berarti menulis juga dimaknai sebagai menetapkan. Karena itu kata “Kitab” juga dapat dimaknai sebagai “Ketetapan”. Hal ini bisa dilihat pada surah Al Baqarah ayat 183 terkait dengan ketetapan (kewajiban) berpuasa pada orang yang beriman. Dengan demikian kata “Zabur” dapat juga dimaknai sebagai “Ketetapan”.
Kata “Kitab” padanan kata “Zabur” dalam bahasa Arab bermakna tunggal, sedangkan untuk jamaknya digunakan kata “Kutub” yang padanannya “Zubur” (زبور).
Dalam Al Qur’an kata “Zabur” muncul pada tiga yaitu : Pada surah Al Isra’ ayat 55, surah An Nisa’ ayat 163, dan surah Al Anbiya’ ayat 105, yang dinisbatkan kepada Nabi Daud (David) yang membawanya yang disebutkan sebanyak 18 kali.
Sementara dalam bentuk jamak “Zubur” disebutkan pada enam ayat yaitu: Pada surah As Syu’ara ayat 196, surah Ali Imran ayat 184, surah An Nahl ayat 44, surah Fatir ayat 25, Al Qamar ayat 43 dan 52.
Pada tulisan saya sebelumnya berjudul: “Mengenal Kitab-kitab Suci Agama Samawi dan Pembawanya Menurut Perspektif Al Qur’an” yang ditanggapi Agus Mualif mencoba membatasi diri pada kajian Kitab Zabur yang dibawa oleh Nabi Daud (David) saja.
Dengan kata lain kajian saya berhenti hanya pada kata “Zabur” dalam maknanya yang tunggal atau spesifik. Sedangkan kajian Agus Mualif lebih banyak membahas kata “Zubur” dalam maknanya yang jamak.
Karena itu kajiannya menjadi melebar dengan menyebutkan sejumlah nabi lain, selain Daud (David) yang saya baru pertama kali mendengar atau membacanya.
Saya mengapresiasi keberaniannya merambah ke wilayah yang sangat luas dalam kajian tafsir dan sejarah, dimana saya sendiri belum pernah berfikir sejauh itu. Hanya saja saya perlu mengingat kajian wilayah tafsir dan kesejarahan dalam masalah ini masih memerlukan pendalaman karena banyaknya versi yang ada.
Semoga respon ini mampu memantik mereka yang memiliki ketertarikan untuk mengkajinya lebih mendalam untuk menemukan bernagai mutiara yang masih tersembunyi.
BACA ARTIKEL TERKAIT :
- Mengenal Kitab-kitab Suci Agama Samawi dan Pembawanya Menurut Perspektif Al Qur’an
- Agus Mualif : Tanggapan Terhadap Tulisan Muhammad Najib
EDITOR : SETYANEGARA
Related Posts
Muhammad Najib : Antara Jalur Sutra Dan Jalur Rempah
Silk Road Di Kawasan Asia Tengah Dalam Perspektif Historis
Muhammad Najib : Mengenal Timur Leng Sebagai Penakluk Dari Asia Tengah
Muhammad Najib : Memahami Wajib Khitan Bagi Penganut Agama Samawi
RUU EBT: DPR dan Pemerintah Harus Cegah Energi Terbarukan Ditunggangi Kelompok Bisnis
Menata Ulang Arah Perjuangan HMI di Tengah Konflik: Catatan 47 Tahun
Agus Mualif : Tanggapan Terhadap Tulisan Muhammad Najib
Mengenal Kitab-kitab Suci Agama Samawi dan Pembawanya Menurut Perspektif Al Qur’an
Mengaitkan Natalius Pigai dengan “evolusi” adalah penghinaan dan rasis
Muhammad Najib : Mengapa Manusia Tidak Bisa Melihat Jin Dan Malaikat?
No Responses
You must log in to post a comment.