Petani Indonesia Warga Negara Penyabar

Petani Indonesia Warga Negara Penyabar




Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Bulan Februari 2024 ini di beberapa negara ditandai dengan adanya ribuan petani yang protes terhadap kebijakan negranya. Di India ratusan ribu petani berjalan kaki, naik tractor, sepeda motor dsb menuju ibu kota India New Dehli. Dalam perjanalannya mereka dihadang oleh aparat keamanan sehingga terjadi bentrokan. Ribuan petani India ini menuntut jaminan harga dari pemerintah terhadap produk – produk pertanian mereka. Demo ratusan ribuan petani ini juga diikuti ribuan wanita India yang ikut memprotes kenaikan harga-harga pangan.

Di benua Eropa juga disaksikan ribuan petani yang turun ke jalan untuk menuntut agar para pemimpin Uni Eropa berbuat lebih banyak untuk membantu keadaan ekonomi mereka. Serikat petani Prancis bernama Confédération Paysanne, menyuarakan keluhan bahwa petani di seluruh benua Eropa sudah terganggu oleh kondisi buruk yang disebabkan oleh penurunan pendapatan, biaya tinggi, dan persaingan dari impor murah. Sementara itu ribuan petani berbaris di ibukota Polandia dan petani Spanyol memotong lalu lintas di jalan raya dekat perbatasanPrancis pada hari Selasa dalam protes terbaru terhadap impor makanan dari Ukraina dan kebijakan pertanian Uni Eropa. Seperti di India protes di negara-negara Eropa itu juga rusuh karena bentrok dengan polisi.

Di negeri kita jumlah petani yang besar, menurut sensus yang diselenggarakan BPS tahun 2023, jumlah pengguna lahan pertanian di Indonesia sebanyak 27.799.280 petani, sedangkan jumlah petani gurem di Indonesia sebanyak 17.248.181 petani. Sebenarnya meereka itu juga mempunyai keluhan yang sama dengan ratusan ribu petani di India dan negara-negara Eropa diatas yaitu tentang jaminan harga dari pemerintah dan maraknya impor produk pertanian dari luar negeri.

Sebenarnya produk pertanian apa saja yang di impor Indonesia?. Menurut CNBC Indonesia ketergantungan tinggi pada impor selain beras, dimana rata-rata impor daging selama 11 tahun terakhir mendominasi (35%), gula (28%), garam (14%) dan susu (13%)–ini adalah rasio jumlah impor barang terhadap total nilai impor enam barang itu. Dalam 11 tahun terakhir, rakyat Indonesia telah menghabiskan US $84,8 miliar atau setara Rp1,272 triliun untuk hanya berbelanja enam dari sembilan barang kebutuhan pokok/sembako-beras, susu, bawang, garam, daging dan gula dari pasar internasional. Jumlah uang belanja dapur rakyat yang jumbo ini menyedihkan bila disandingkan dengan sejumlah data betapa Indonesia adalah negara Gemah Ripah Loh Jinawi Toto Tentrem Kerto Raharjo- kondisi masyarakat dan wilayah yang subur makmur, tertib, tentram, sejahtera, serta berkecukupan segala sesuatunya.

Tempe dan tahu sebagai makanan paling populer di masyarakat menengah ke bawah, dan bahkan di endorse oleh Presiden Soekarno dan juga kini Presiden Joko Widodo-yakni sebagai penganan favorit-rupanya membutuhkan negara lain untuk mencukupi kebutuhannya di dalam negeri. Kedua panganan itu berbahan baku kedelai, dimana Kementerian Pertanian menyatakan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu menutupi tak sampai 10% dari total kebutuhan nasional pada 2022. Estimasi tahun lalu produksi lokal hanya 200.315 ton, sementara kebutuhan 2.983.511 ton .

Indonesia mencatat defisit perdagangan internasional untuk buah dan sayur mayur rata-rata US$1,3 miliar atau sekitar Rp19 triliun per tahun dalam 11 tahun terakhir, yang terjadi akibat jumlah impor lebih banyak dari ekspor. Tampak kebutuhan akan sayur dan buah meningkat pesat, sementara kemampuan produksi lokal untuk mencukupinya rendah, sehingga neraca ekspor pun tak berkembang dalam kurun waktu itu.

Pendeknya banyak bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat itu berasal dari impor. Selama ini yang banyak diributkan adalah beras. Padahal ada sembilan bahan pokok hidup yakni beras, gula pasir, minyak goreng dan mentega, daging sapi dan ayam, telur ayam, susu, bawang merah & putih, ikan dan garam beryodium. Produksi produk pertanian dalam negeri tidak cukup, memenuhi kenaikan pesat konsumsi makanan, sehingga mendorong impor terus menerus. Enam dari sembilan bahan pokok itu kecukupannya harus dipenuhi dari luar negeri.

Untungnya jutaan petani Indonesia ini tidak melakukan protes seperti yang terjadi di India, Perancis, Belgia dan Polandia itu akibat dari maraknya impor bahan pangan atau produk pertanian. Hal ini mungkin disebabkan karena petani-petani Indonesia itu adalah warga negara yang penyabar.

Wallahu Alam.

Editor : Reyna

Artikel sama dimuat di Optika.d




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=