Pilpres Membawa Bencana

Pilpres Membawa Bencana
Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih



Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

 

Mengajukan permohonan dan memproses Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) – khususnya sengketa Pilpes ke Mahkamah Konstitusi ( MK ) selalu kandas. Bahkan kesan politiknya justru hanya seperti melegalisasi hasil sengketanya menjadi legal

“Selalu terjadi perselisihan antara pihak yang bersengketa bahwa Pilpres  adalah hajatan politik, sementara PHPU di MK adalah hajatan hukum, maka absurd bagi MK untuk memasukkan pertimbangan politik dalam menilai kecurangan pilpres 2024.”

“Tugas dan fungsi pokok MK adalah menguji UU terhadap UUD. Sedangkan sengketa Pilpres  ada pada penyelenggara pemilu: Bawaslu, KPU, dan DKPP. Sengketa Pilpres di MK selalu kandas dan sangat mudah bagi para hakim MK dan penyelenggara pemilu membersihkan dirinya dari berbagai tudingan. Penyelesaian konflik politik dan konsensus politik melalui jalur hukum atau an sich pengadilan merupakan cara terburuk.” ( Dr. Mulyadi – Dosen UI )

Sangat mudah terbaca tipuan  Jokowi  yang menggiring pihak yang berselisih agar di bawa ke MK. Saat bersamaan Jokowi memainkan hakim MK berada dalam tekanan politiknya agar hasil keputusan KPU tetap jalan, tolak pilpres diulang atau dibatalkan.  Apalagi Cawapresnya adalah anak Jokowi sendiri.

Sekalipun kecurangan dilakukan dengan terang terangan telanjang dan brital , di pastikan Jokowi sekuat tenaga akan mengendalikan MK untuk meloloskan keputusan KPU angka kemenangan untuk Paslon 02.

Dampak ketidak berdayakan MK mengadili sengketa Pilpres dengan objektif dan adil akan menciptakan kekacauan, bencana dan dendam politik berkepanjangan.

Tidak mustahil kebuntuan mencari keadilan akan lahirnya kekuatan rakyat dengan caranya sendiri akan memakzulkan Presiden dan gerakan perlawanan anti politik dinasti yang dipertontonkan tanpa malu, etika dan moral akan menemukan momentum politiknya.

Dalam waktu tertentu akan terkonsolidasinya kelompok pemakzulan, dengan target semua penguasa non-demokratis: otoriter dan despotis harus jatuh melalui people power. Dan semakin  membesarkan pembangkangan politik.

Eskalasi politik makin membesar, bergelombang  demonstrasi makin masif seraya menyuarakan “apa gunanya memberikan suara atau partisipasi politik dalam Pilpres jika sistem dan prosesnya dengan brutal justru penuh rekayasa kecurangan

Kita berada dalam periode demokrasi terburuk, sepanjang terjadinya pemilu dan Pilpres selama ini. Resesi  demokrasi  diperparah sejalan dengan rekayasa politik dinasti yang ugal ugalan. Kecurangan pemilu  saat ini sedang di pertontonkan di pengadilan Mahkamah Konstitusi.

Amanah konstitusi yang menghendaki Pilres berjalan jujur dan adil menghilang  dengan munculnya rekayasa kemenangan Paslon 02 dengan cara cara yang terang   terangan. Rekayasa Pemilu yang sistematis dari hulu ke hilir. “Parahnya angka kemenangannya sebelum pelaksanaan pemilu sudah diketahui.”

Di temukan data anomali pada proses pemungutan suara pilpres yang dilakukan lewat sistem Sirekap. Penggelembungan data suara  terjadi pada Paslon 02. Sementara peran Bawaslu dalam koptasi Jokowi nampak tidak berdaya untuk memproses banyaknya pengaduannya kecurangan Pilpres.

Awal kekacauan dipicu oleh  peristiwa kontroversial, termasuk intervensi Mahkamah Konstitusi terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden yang memicu perdebatan luas.

Situasi ini semakin rumit dengan adanya dugaan politisasi bantuan sosial dan keberpihakan di kalangan aparatur sipil negara, termasuk tindakan Presiden Jokowi yang dituduh mendukung calon tertentu.

Praktik  beli suara hingga potensi manipulasi sistem elektronik, risiko pelanggaran sangatlah luas. Praktik-praktik ini tidak hanya merusak keadilan proses pemilu, tetapi juga runtuhnya kepercayaan publik terhadap hasil kemenangan Pilpres dengan cara curang.*

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=