Oleh: Refly Harun
Ahli Hukum Tata Negara
Sepengalaman saya berperkara di pengadilan (Mahkamah Konstitusi dan atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) sejak tahun 2009-2019, tidak semua rekaman foto/video dapat dijadikan alat bukti di pengadilan. Pada Pemilu tahun 2019 lalu, banyak beredar foto dan juga video tentang kecurangan.
Tapi ketika dibawa ke pengadilan, foto dan video tersebut tidak cukup membuktikan bahwa kecurangan tersebut benar-benar terjadi.
Oleh karenanya, izinkan saya berbagi bagaimana agar foto atau video tersebut dapat dijadikan alat bukti yg sah dan ‘meyakinkan’.
1. Pastikan Anda mengaktifkan fitur GPS pada alat perekam. Dengan diaktifkan, maka exif metadata dalam file foto dan video menjadi lengkap dengan lokasi tempat kejadian perkara.
Bagus jika koordinat GPS tersebut dapat ‘tayang’ langsung di rekaman foto atau video tersebut. Jika tidak, tergugat bisa berkelit bahwa itu foto/video kecurangan yg terjadi bukan di tempat yg dimaksud dalam gugatan.
2. Pastikan foto dan video Anda memuat informasi 5W1H (who, what, when, where, why, dan how). Jika itu direkam dengan foto, maka buat beberapa foto yg memang mewakili 5W1H-nya itu. Jika video, maka buat narasinya sambil Anda merekam kejadian tersebut di tempat kejadian perkara.
Contoh: “Saya (sebutkan nama sesuai identitas diri), warga masyarakat (jika Anda warga biasa), atau saksi dari partai (sebutkan partainya), pada hari ini (sebutkan nama hari), tanggal (sebutkan lengkap tanggal bulan dan tahun) pada jam (sebutkan waktu Anda merekam video tersebut) di TPS 01 (misalnya) RT 01 (misalnya) Kelurahan Satu Nusa (misalnya) Kecamatan Satu Bangsa (misalnya) Kabupaten Satu Bahasa (misalnya) melihat, menemukan kecurangan sebagaimana rekaman (sebutkan detail kecurangan), yg dilakukan oleh terduga (sebutkan siapa pelaku kecurangan tersebut), sehingga mengakibatkan (sebutkan dampak dari kecurangan tersebut).
Jika foto dan video saja tanpa hal-hal yg tertera di atas, dapat dipastikan bahwa foto/video tersebut tidak bisa menjadi alat bukti di pengadilan (CMIIW). Atau jika pun bisa, maka statusnya lemah.
Foto/video tanpa kelengkapan hal di atas mungkin bisa viral. Tapi percuma. Tidak akan ada konsekuensi hukumnya. Dan kalau cuma buat viral, untuk apa? Terduga pelaku dan atau pihak-pihak di belakangnya yg viral tersebut bisa memproduksi hal yang lebih viral lagi untuk menutupinya.
Demikian singkat dan semoga bermanfaat.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Belajar Ilmu Komunikasi Dari Pak Presiden
Rahasia Petunjuk Allah
Nestapa UUD 1945
Kabinet Baru Terbaharukan
Pilpres AS dan Islamophobia
Melepas Mulyono Menuju Gorong-Gorong
Strategi Mengadili Jokowi (Bagian Pertama)
Membedah Visi Misi Calon Walikota Surabaya, Eri Cahyadi dan Armuji Melawan Kotak Kosong
Gibran Tidak Boleh Jadi Wakil Presiden
Tunjangan Perumahan DPR Yang Wah….
No Responses