Oleh: Muhammad Chirzin
UUD 1945 ialah Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Aguastus 1945. Adapun UUD NRI 1945 adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 hasil amandemen atas UUD 1945 empat kali dalam rentang waktu 1999 sampai dengan 2002.
Sebelum amandemen, batang tubuh UUD 1945 terdiri atas 16 bab, 37 pasal, 65 ayat, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan. Setelah mengalami empat kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
UUD 1945 pada periode pertama berlaku sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949. UUD 1945 dalam kurun 1945-1950 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya, karena Indonesia sedang disibukkan oleh perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Maklumat Presiden Nomor X pada 16 Oktober 1945 memutuskan, kekuasaan legislatif diserahkan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), karena MPR dan DPR saat itu belum terbentuk, dan pada 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi Presidensial atau Semi Parlementer yang pertama. Peristiwa ini merupakan perubahan pertama sistem pemerintahan Indonesia terhadap UUD 1945.
Dengan keluarnya Maklumat X, bangsa Indonesia menganut Sistem Parlementer. Hal ini tidak sesuai dengan UUD 1945 Asli. Setelah 1998 sampai dengan sekarang kita hidup dalam alam demokrasi dengan UUD NRI 1945 hasil Amandemen.
Amandemen UUD 1945 merupakan upaya penyempurnaan aturan dasar guna lebih memantapkan usaha pencapaian cita-cita proklamasi kemerdekaan. Perubahan UUD 1945 dilakukan oleh MPR sesuai kewenangannya yang diatur dalam pasal 3 dan pasal 37 UUD 1945 yang menyatakan bahwa MPR punya wewenang dalam mengubah dan menetapkan UUD.
Di antara penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, bahwa Undang-Undang Dasar adalah sebagian dari hukum dasar Undang-Undang Dasar suatu negara. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya UndangUndang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis.
Untuk menyelidiki hukum dasar suatu neqara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana praktiknya dan bagaimana suasana kebatinannya dari Undang-Undang Dasar itu.
Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945, antara lain, bahwa Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Negara mengatasi segala paham golongan, dan perseorangan. Negara menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya.
Era Soekarno dan Soeharto adalah era penyimpangan praktik UUD 1945. Soekarno membangun ideologi Nasakom dan memeras Pancasila menjadi Trisila, bahkan Ekasila. UUD 1945 dipakai sebagai bungkus oleh rezim militer Soeharto. Baik klaim Demokrasi Terpimpin Soekarno maupun Demokrasi Pancasila ala Soeharto keduanya bukan praktik Demokrasi yang sesungguhnya.
UUD 1945 telah diganti melalui amandemen empat kali, dan diberlakukan UUD NRI 1945, yang lebih dikenal oleh aktivis sebagai UUD 2002 atau UUD 1945 Palsu.
Kelemahan-kelemahan UUD NRI 1945 semakin tampak. MPR kini tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, sehingga tidak bisa lagi melakukan perubahan terhadap UUD.
Zulkifli S. Ekomei menulis, para pendiri negeri ini bukan orang sembarangan. Dengan rahmat Allah dan didorong oleh keinginan luhur berhasil membuat negara lengkap dengan sistem pemerintahannya untuk dilanjutkan oleh generasi penerusnya, dan kalau kurang sempurna boleh disempurnakan, maka dalam UUD 1945 ada pasal 37, ada penjelasan, ada aturan peralihan kalau perlu disempurnakan, ada aturan tambahan kalau perlu ada yang ditambahkan. Sebagian anak bangsa yang terkena “inferior syndrome,” menganggap UUD negaranya ketinggalan jaman, lalu mengobrak-abrik seenaknya.
Efek empat kali Amandemen UUD 1945 sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut.
Pertama, MPR tidak dapat meminta pertanggungjawaban kepada Presiden, karena Presiden bukan mandatarisnya.
Kedua, Presiden menjadi superpower, ditambah lagi sebagai atasan langsung Kapolri.
Ketiga, pemilihan presiden secara langsung oleh seluruh rakyat Indonesia menyimpang dari sila ke-4 Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Keempat, amandemen membuahkan Presidential Threshold 20% sebagai produk monopoli partai politik dalam merumuskan Undang-Undang Pemilui Nomor 7 Tahun 1917 Pasal 222, yang mengamputasi hak-hak rakyat untuk mengusulkan calon presiden.
Kelima, Presiden RI tidak harus warga negara Indonesia asli.
UUD 1945 belum pernah secara baik dipraktikkan oleh penguasa setelah merdeka. Tugas generasi kini untuk mempelajari dengan lebih baik bagaimana isi pesan UUD 1945 dan bagaimana mempraktikkannya dalam kekuasaan dengan lebih baik, melaksanakan amanat UUD 1945 secara baik dan benar.
Quo vadis Bangsa Indonesia?
EDITOR: REYNA
Related Posts
Kita Harus Faham DNA Media Barat
Bukti Gamblang, Kebenaran Takdir Allah
Keikhlasan Kunci Keberhasilan
Akurasi Membaca Kemunculan Pratanda Pilbup Kulon Progo
Para Pejabat Negara Perlu Belajar Ilmu Komunikasi
BUMN Indonesia menyedihkan, Bagaimana Mau Setara Temasek
Membantah Penilaian The Economist: Presiden Prabowo dan Kabinetnya Memiliki Visi Kuat
Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (Bagian 2): “Profesor Kancil”, “Don Dasco”, dan “Mr. Dasco”
Pemberian Bantuan Negara Tidak Boleh Riya’
Negara Swasta: Transformasi Negara Menjadi Korporasi Oligarki
No Responses