Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Judul artikel saya diatas itu adalah pendapat sahabat saya – mantan aktivis HMI tahun 1970 an, Ketua Ansor Jatim, putra tokoh NU Jatim tahun 1950-1960 an, anggota DPRD, DPR selama puluhan tahun – almarhum Dr. Taufikurahmaan Saleh.
Dalam diskusi rutin dengan saya – Cak Opik demikian almarhum dipanggil menjelaskan betapa jahatnya permainan politik itu sehingga seseorang bisa dengan tega “membunuh teman sendiri sambil tertawa”.
Cak Opik bisa berkata begitu karena almarhum sudah malang melintang di dunia politik dimana dia menyaksikan intrik menjadi hal yang biasa, intrik untuk menggulingkan lawan politiknya bahkan lawan politiknya itu saudara atau sahabat sendiri.
Waku saya masih aktif di HMI bersama Cak Opik tahun 1970 an itu, saya sambil bercanda meng-introdusir singkatan dalam politik yaitu LIPI dan tumbuh subur di arena politik, LIPI bukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melainkan “Lembaga Intrik dan Pengembangan Isu”.
Pendapat almarhum sahabat saya itu “in-line” dengan postingnya seseorang yang bernama Mas Amin di akun Facebook nya dimana dia menjelaskan konflik internal yang terjadi di PBNU itu adalah konflik pribadi antara dua sahabat yang kental sama-sama keturunan darah biru yakni Gus Yahya Cholil Staquf ketua PBNU (sebelum dilengserkan) dengan Gus Ipul- Syaifullah Yusuf (sebelum dilengserkan juga).
Mas Amin di akun FB nya itu menjelaskan Yahya dan Ipul. Dua nama yang oleh banyak orang dianggap “sekawan politik” sejak masa remaja, pesantren hingga dewasa. Kedekatan itu bukan basa-basi. Bukan politis. Organik. Bukan sekadar sambi lalu. Itu kedekatan yang lahir dari nurani. Alamiah dan dasariah. Kuat. Karena itu, ketika Mas Yahya terpilih sebagai Ketua Umum PBNU pada akhir 2021 dan harus memilih seorang Sekjen untuk mendampingi kerja politiknya, ia tidak ragu mengabaikan banyak nama yang ditawarkan tim suksesnya.
Ia memilih sahabatnya sendiri. Karena sepengakuannya ia tahu aten-atenan (suasana batin) karibnya itu. Dan dengan penuh kepercayaan diri, dengan kebeningan hati khas orang-orang Jawa Tengah, ia berkata: “Ipul ngimpi wae aku ngerti opo isine.” (Ipul bermimpi saja, aku tahu apa isi mimpinya.) Lalu ia melanjutkan dengan kehangatan seorang sedulur: “Ipul meh watuk wae, aku ngerti.” (Ipul mau batuk saja, aku sudah tahu.)
Kalau saya tidak salah pernah juga membaca soal kedekatan antara Gus Yahya dan Gus Ipul juga di akun facebook, malahan dengan beberapa foto pendukung dimana keduanya diwaktu mudanya sangat akrab, runtang-runtung bepergian di luar negeri. Kedekatan tidak hanya karena unsur ideologis, tapi juga karena latar belakang, sama-sama keturunan Kiai NU terkenal dan sama-sama mantan aktivis HMI.
Jujur tetu saya tidak mengetahui benar tidaknya cerita Mas Amin (atau yang lain) di akun facebook nya itu tentang persteruan dua sahabat kental diatas. Namun sangat disayangkan kalau NU sebagai organisasi tua, terbesar di Indonesia bahkan didunia ini bisa carut marut karena persteruan pribadi.
Sebelumnya memang konflik di tubuh PBNU itu muncul di berbagai pemberitaan karena Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU mengundang tokoh Zionis di acara resmi NU dann ini membuat “murka” para sesepuh PBNU, lalu muncul berita lewat podcast nya Pak Mahfud MD – tokoh NUyang juga mantan aktivis HMI dan Ulil Absor tokoh NU yang juga kerabat dekatnya Gus Yahya bahwa konflik PBNU itu dikarenakan karena kepentingan (= rebutan?) pengurusan tambang yang konsesinya diperoleh dari pemerintah.
Tapi apapun sumber masalahnya, konflik PBNU itu harus segera diselesaikan. Sangat naif bila di organisasi Islam terbesar di dunia ini muncul konflik pertarungan kepentingan seperti pada jaman kerajaan-kerajaan jaman dulu yang penuh intrik dan pembunuhan demi kepentingan pribadi untuk merebut kekuasaan.
Wallahu alam
EDITOR: REYNA
Related Posts

Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Sampaikan Duka Mendalam Atas Banjir dan Lonsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar

Tim Penjaringan dan Penyaringan Tetapkan Muhammad Nabil Calon Tunggal Bacaketum KONI Jatim

Korban banjir di Indonesia mengumpulkan puing-puing rumah dan mata pencaharian yang hanyut

Pengawasan Bandara Morowali Dipertanyakan, Para Tokoh Desak Pemerintah Tegakkan Kedaulatan Negara

Banjir Utara Sumatera, Hanura Minta Pemerintah Tetapkan Status Bencana Nasional

Satu juta orang dievakuasi di Indonesia karena jumlah korban tewas akibat banjir melampaui 600

Kubu Alumni UGM Tantang Andi Aswan, Minta Salinan Ijazah Jokowi Dibawa Ke PN Solo

Jokowi dan LBP Tiba Saatnya Akan Ditangkap Rakyat

Beda Pendapat Rektor UGM vs AI, Faizal Assegaf: Yang Jujur Robot Atau Manusia?

Bandara IMIP Morowali : Antara Hilirisasi, Kedaulatan, dan Arah Baru Politik Pengawasan Negara


No Responses