Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-1): Kembali ke Madrid

Novel “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” karya Masterpiece Dr Muhammad Najib ini terinspirasi dari kisah Jalur Sutra atau China Silk Road, yang kini muncul kembali dalam bentuk baru: One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Initiative (BRI).

Penulis yang saat ini menjabat sebagai Duta Besar RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO ini meyakini, Indonesia sebagai Jamrud Katulistiwa ini sebenarnya juga memiliki warisan sejarah yang bernilai. Sayangnya, kita belum mampu mengapitalisasi warisan leluhur yang dimiliki, seperti yang dilakukan RRC, meski peluang Indonesia sama besarnya.

Novel ini sendiri merupakan fiksi murni. Di sini, penulis mencoba mengangkat fakta-fakta sejarah, diramu dengan pemahaman subjektif penulis sendiri terhadap situasi terkait.

Ada berbagai peristiwa sejarah di masa lalu, yang seakan terjadi sendiri-sendiri dan tidak saling berkaitan. Maka dalam novel ini, penulis berupaya merangkai semua dengan menggunakan hubungan sebab-akibat. Sehingga Novel ini menjadi sangat menarik. Ceritanya mengalir, kaya informasi, dan enak dibaca. Selamat membaca dan menikmati.

Foto Ilustrasi: Jalur Sutra (garis merah), jalur Rempah (garis biru)

**********************************************************

SERI-1

Kembali ke Madrid

Hari masih pagi. Langit tampak biru cerah. Angin bertiup sepoi-sepoi. Aku begitu menikmati suasana, sembari duduk di bawah pohon rindang di pojok kampus, ditemani laptop dan cappucino panas kesukaanku. Tempat ini begitu tenang dan jauh dari hiruk-pikuk. Udara bersih nan alami membuatku betah berlama-lama. Berbagai gagasan dan inspirasi segar pun bermunculan di sela-sela lamunan. Sesekali kupu-kupu berseliweran terbang di sekitarku memamerkan sayapnya yang indah.  Sepasang kumbang kecil berayun mesra seraya bercanda dan saling mengejar di sela-sela ranting kecil.

Aku duduk di rerumputan hijau, beralaskan sajadah kecil yang tipis – bahkan sangat tipis hingga bisa diselipkan di tas laptopku. Sepatu yang membelenggu kaki kutanggalkan, sehingga kakiku merasa bebas lepas.

Sebagai Kepala Perpustakaan, sebenarnya aku memiliki ruang kerja khusus. Kantorku cukup layak, dilengkapi perabotan meja kursi yang bagus beserta penyejuk udara. Meski demikian, tetap saja lebih nyaman bagiku bekerja di alam terbuka.

Kenyamanan ini didukung adanya WiFi kampus yang kuat, yang mampu menjangkau hampir seluruh pojok universitas. Aku pun bebas mengembara menjelajah dunia maya. Berita politik dalam negeri yang tengah didominasi bakal calon presiden, maupun perkembangan perang Ukraina versus Rusia serta dampaknya terhadap dunia, mampu mengalahkan isu politik dan perang sporadis yang kerap membara di Timur Tengah.

Melalui laptop, aku juga bisa mengakses berbagai jurnal ilmiah internasional dan E-book terbaru. Korespondensi melalui E-mail juga bisa kulakukan. Sesekali aku berpaling ke telepon seluler – sekadar mengintip obrolan di beberapa Grup WA yang beranggotakan teman-teman alumni S-1 atau S-2. Melongok WA memang perlu untuk memastikan tidak ada pesan penting yang terlewat.

Menjelang zuhur aku bergegas ke masjid untuk menunaikan salat wajib berjamaah, lalu makan siang di kantin. Saat hendak beranjak, aku kembali mengecek HP.

“Jika sedang di kampus, tolong temui saya di kantor sesudah makan siang.” Rektor mengirim pesan WA untukku.

“Siiiaapppp!” jawabku.

Bagi dosen, undangan rektor merupakan kehormatan. Pasti ada hal penting yang akan dibicarakan.

Tepat pukul 13.00 aku mendatangi ruang rektor. Pintu kuketuk pelan tiga kali, sembari mengucap salam.

“Waalaikumsalam, silakan masuk,” ujar Rektor menyambutku.

Sesudah duduk di kursi yang ada di hadapannya, aku bertanya, “Ada yang bisa saya bantu, Pak?”

Sambil tersenyum, beliau berkata. “Setelah dihitung-hitung, ternyata sudah setahun Saudara kembali ke kampus ini.”

Aku diam menanti kelanjutannya.

“Bagaimana dengan tugas-tugas yang diberikan Universitas?”

“Saya menghentikan pembelian buku, majalah dan jurnal, kecuali jika sangat diperlukan. Semua diganti dengan E-book dan E-journal. Ini menghemat anggaran kampus karena E-book dan E-journal jauh lebih murah dibanding membeli buku konvensional. Keuntungan lain, buku dan jurnal digital lebih cepat dan lebih mudah mendapatkannya. Sisa anggaran juga sudah dialihkan untuk membeli beberapa laptop yang diletakkan di perpustakaan. Laptop ini bisa dimanfaatkan oleh mahasiswa yang kurang mampu. Saya juga sudah memperkuat kapasitas WiFi dan menambah meja kursi. Semua ini bisa digunakan mahasiswa yang membawa laptop sendiri saat belajar di perpustakaan.”

“Selain itu, saya menyediakan ruang serbaguna di perpustakaan yang bisa dipakai lesehan oleh mahasiswa. Mereka bisa melepas sepatu dan bekerja lebih rileks. Untuk menambah kenyamanan, ada beberapa bantal untuk bersandar atau sebagai penyangga laptop.”

“Bagus sekali. Apakah Saudara sudah puas dengan semua itu?” beliau kembali bertanya.

“Belum,” jawabku terus-terang.

“Mengapa?”

“Sampai saat ini saya belum berhasil mendapatkan dukungan untuk membangun E-library.”

“Apakah hal itu mendesak?”

“Ya tentu, karena dengan itu kita bisa mengakses berbagai perpustakaan besar di Amerika, Eropa dan Australia.”

“Lalu apa kendalanya?”

“Menurut saya, ini sudah ranah Universitas untuk memohon dukungan dari Departemen Pendidikan.”

“Ok, saya catat masukan Anda dan akan saya bicarakan langsung ke Wakil Rektor yang bertanggungjawab untuk program kerjasama,” ujar Rektor menutup topik tersebut.

“Sekarang ada hal lain.” Rektor mengubah posisi duduknya.

Aku diam menanti perkataannya.

“Saya menawarkan Anda untuk melanjutkan S-3. Bagaimana ?”

Aku terkejut, tidak menduga tawaran ini muncul dari Rektor. Meski sangat senang, aku tetap menjawab diplomatis,“Saya minta waktu untuk menjawabnya. Saya ingin berunding dahulu dengan istri.”

“Ok, jika sudah ada jawaban, silakan disampaikan.”

“Baik, Pak.” Lalu aku pamit.

Saat meninggalkan ruang rektor, pikiranku menerawang jauh ke Madrid. Aku mereka-reka. Jangan-jangan ini merupakan ide dari Dubes Indonesia di Madrid.

Baca Selanjutnya:

• Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-2): Menyusun Proposal
• Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-3): Silaturahim Dengan Pak Dubes

Tiga hari kemudian aku menghadap Rektor dan menyatakan kesediaanku. Ekspresi senang terpancar di wajahnya.

“Saya gembira Anda bersedia. Selain melanjutkan studi, ada tugas tambahan dari Universitas, yakni menjajaki dan mengembangkan kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi di Spanyol dan negara Eropa lainnya. Minimal ini bisa dilakukan dengan kampus Anda. Misalnya, untuk pertukaran dosen dan mahasiswa, kerjasama penelitian serta publikasi ilmiah.”

Aku menerima tugas tambahan ini dengan tangan terbuka. Sejak kembali ke kampus, aku memang bercita-cita untuk mengejar ketertinggalan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta – sering disebut UMY – dari universitas-universitas Islam swasta lainnya di Yogyakarta, yang lebih besar dan berusia tua. Bahkan impianku lebih tinggi lagi. UMY harus bisa menyamai Universitas Gadjah Mada (UGM) –  kampus negeri di Yogyakarta yang menjadi salah satu tujuan utama para mahasiswa di tanah air.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:

Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra
https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ

Judul Novel: Safari
https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ

Judul Novel: Bersujud Diatas Bara
https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ

Related Posts