Oleh: M. Isa Ansori
Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya
Pasca lengser dari kursi presiden, Joko Widodo (Jokowi) tampaknya tidak rela melepaskan pengaruh politiknya. Cawe-cawe politik yang terang-terangan, termasuk dukungannya terhadap pasangan calon kepala daerah, memunculkan kontroversi dan kritik luas. Tidak hanya mengancam tatanan demokrasi, langkah ini juga berpotensi menciptakan ketegangan antara Jokowi dengan tokoh-tokoh politik lain seperti Megawati dan Anies Baswedan, serta membawa tantangan besar bagi Presiden Prabowo Subianto yang kini berada di posisi sulit untuk membuktikan independensinya. Langkah Jokowi yang seperti ini justru memicu perlawanan rakyat dan perpecahan. Di Jateng bahkan muncul statemen lebih baik dipimpin oleh Rambo dibanding oleh Sambo, yang ini merepresentasikan petrtarungan antara TNI dan Polisi. Di Jakarta jargon “Menyala abangku” merupakan perlawanan yang merepresentasikan PDIP dan masayarakat Jakarta yang dulu menghendaki Anies Baswedan maju sebagai calon gubernur.
Ambisi Jokowi untuk tetap memengaruhi jalannya pemerintahan dan politik nasional mencerminkan upaya mempertahankan legacy kebijakan dan kendali kekuasaan melalui pemimpin-pemimpin daerah yang setia pada visinya. Di Jawa Tengah, misalnya, pertarungan antara pasangan Andika-Hendi yang didukung PDIP dengan calon yang didukung koalisi Jokowi menggambarkan konflik simbolis antara Jokowi dan Megawati.
Sementara itu, di DKI Jakarta, pasangan PDIP Pramono-Rano mengajukan dukungan kepada Anies Baswedan, mantan gubernur DKI yang kini menjadi simbol perlawanan terhadap oligarki. Situasi ini menciptakan kesan bahwa kontestasi di DKI bukan hanya soal perebutan jabatan gubernur, tetapi juga medan pertempuran antara Jokowi, Megawati, dan Anies.
Namun, langkah cawe-cawe ini membawa risiko besar. Rakyat mulai jengah dengan politik yang hanya menguntungkan elite, sementara isu-isu mendesak seperti ketimpangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat tetap terabaikan. Resistensi terhadap Jokowi pun menguat, dengan munculnya tuntutan untuk mengadili kebijakan dan tindakan politiknya selama menjabat.
Tantangan Kepemimpinan Prabowo di Tengah Bayang-Bayang Jokowi
Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan berat dalam menjalankan pemerintahannya. Pertama, ia harus mengelola tuntutan akuntabilitas terhadap Jokowi, termasuk dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan cawe-cawe politik. Kedua, ia masih dibayangi oleh isu pelanggaran HAM masa lalu yang terus menjadi beban politik. Ketiga, ia menghadapi tuduhan bahwa dirinya berada di bawah kendali Jokowi dan oligarki.
Kebergantungan Prabowo pada dukungan koalisi Jokowi dalam pilpres menciptakan kesan bahwa ia tidak memiliki kebebasan penuh sebagai presiden. Cawe-cawe Jokowi dalam politik daerah, yang secara langsung maupun tidak langsung menyeret nama Prabowo, memperkuat persepsi bahwa kepemimpinannya hanya menjadi kelanjutan dari agenda oligarki.
Bagaimana Prabowo Harus Bersikap
Agar mampu membebaskan diri dari bayang-bayang Jokowi dan membangun legitimasi sebagai pemimpin independen, Prabowo harus mengambil langkah-langkah strategis berikut:
1. Menjaga Jarak dengan Jokowi dan Oligarki:
Prabowo perlu mempertegas posisinya sebagai pemimpin rakyat, bukan sekadar perpanjangan tangan dari kepentingan Jokowi atau kelompok oligarki. Ini bisa dilakukan dengan mengutamakan agenda yang berpihak pada rakyat kecil, seperti reformasi agraria, peningkatan pendidikan, dan pengentasan kemiskinan.
2. Menyikapi Isu HAM Secara Bijak:
Isu pelanggaran HAM masa lalu harus diselesaikan melalui mekanisme transparan, seperti pembentukan komisi independen. Langkah ini tidak hanya menunjukkan komitmen terhadap keadilan, tetapi juga meredakan tekanan dari kelompok masyarakat sipil.
3. Menguatkan Narasi Kepemimpinan Mandiri:
Prabowo harus membangun narasi bahwa dirinya adalah presiden untuk semua, bukan boneka yang dikendalikan elite. Dengan menunjukkan keberanian mengambil keputusan yang sulit tetapi benar, ia dapat memperbaiki citra dan membangun kepercayaan publik.
4. Menjawab Tuntutan Mengadili Jokowi:
Jika tuntutan untuk mengadili Jokowi terus menguat, Prabowo harus bersikap netral tetapi tegas. Proses hukum yang transparan dan tidak bernuansa balas dendam akan menunjukkan bahwa pemerintahannya berkomitmen pada prinsip keadilan dan supremasi hukum.
Harapan Rakyat Akan Pemimpin yang Berani
Rakyat menginginkan perubahan nyata, bukan sekadar lanjutan dari kepemimpinan yang dianggap hanya menguntungkan segelintir elite. Dalam konteks ini, tokoh-tokoh seperti Anies Baswedan memiliki peluang untuk menawarkan alternatif, terutama jika Prabowo gagal menunjukkan independensi. Resistensi rakyat terhadap cawe-cawe Jokowi adalah sinyal bahwa publik semakin kritis terhadap politik yang tidak berpihak kepada mereka.
Ambisi Jokowi untuk tetap mengendalikan politik pasca-lengser memicu perlawanan dari rakyat yang jenuh dengan dominasi oligarki. Sementara itu, Prabowo menghadapi tantangan besar untuk menunjukkan bahwa dirinya mampu memimpin secara independen dan berpihak pada rakyat. Jika gagal mengambil langkah strategis, Prabowo berisiko kehilangan kepercayaan publik dan hanya menjadi pelengkap ambisi elite. Namun, jika ia mampu membuktikan bahwa kepemimpinannya membawa arah baru, ia memiliki peluang untuk mencatatkan namanya sebagai pemimpin yang benar-benar membawa perubahan bagi Indonesia
Surabaya, 18 November 2024
EDITOR: REYNA
Related Posts

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan

Gerbang Nusantara: Jatim Kaya Angka, Tapi Rakyat Masih Menderita

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

“Purbayanomics” (3), Tata Kelola Keuangan Negara: Terobosan Purbaya

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon

Habil Marati: Jokowi Mana Ijasah Aslimu?

Misteri Pesta Sabu Perangkat Desa Yang Sunyi di Ngawi: Rizky Diam Membisu Saat Dikonfirmasi



No Responses