Oleh: Budi Puryanto
Pemimpin Redaksi
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah sebenarnya lahir dari niat mulia: memastikan anak-anak sekolah mendapatkan asupan gizi yang cukup, sehingga tumbuh sehat, cerdas, dan produktif. Namun, di balik semangat itu, muncul gelombang kekhawatiran akibat serangkaian kasus keracunan massal yang terjadi di sejumlah daerah.
Salah satu suara paling lantang datang dari Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, yang menegaskan bahwa audit menyeluruh terhadap menu, kandungan gizi, dan rantai distribusi MBG adalah kebutuhan mendesak, bukan pilihan.
Dari Niat Mulia ke Krisis Kepercayaan
Kasus keracunan yang menimpa puluhan hingga ratusan siswa di beberapa wilayah bukan sekadar “kecelakaan dapur”. Insiden tersebut telah mencoreng citra program yang baru berjalan.
Data investigasi sementara dari beberapa Dinas Kesehatan daerah menunjukkan pola yang sama: kurangnya pengawasan kualitas bahan baku, proses penyimpanan yang tidak standar, serta distribusi makanan yang melewati batas waktu aman konsumsi.
Audit Menyeluruh
Insiden keracunan pada siswa di berbagai wilayah menjadi alarm serius. Seperti dilaporkan di SMPN 8 Kota Kupang, ratusan siswa mengalami gejala keracunan. Fenomena serupa terjadi di Kulon Progo, Manokwari, serta sejumlah wilayah di NTT dan Sragen Jawa Tengah
Menanggapi ini, Yahya Zaini mendesak audit menyeluruh terhadap keamanan dan kandungan gizi menu MBG, agar makanan bebas dari kontaminan berbahaya sekaligus bergizi sesuai standar
“Audit keamanan kandungan menu MBG menjadi langkah penting. Jangan sampai makanan bergizi justru menjadi ancaman bagi kesehatan siswa,” kata Yahya Zaini
Anggota DPR RI dari Dapil Jatim 8 itu menekankan bahwa audit tidak sekadar formalitas dokumen, melainkan harus mencakup validasi keamanan pangan dan gizi, terutama di wilayah yang rentan seperti NTT dan daerah terpencil
Menurutnya, pemerintah tidak boleh menganggap enteng peringatan dini dari kejadian keracunan ini. Ia khawatir, jika tidak ada evaluasi cepat, keracunan massal bisa menjadi ancaman berulang yang meruntuhkan kepercayaan publik terhadap program MBG.
Distribusi dan Pengawasan
Menurut Yahya, sistem distribusi MBG memiliki banyak kelemahan. Mulai dari pengiriman, penyimpanan, hingga penyajian sering dijadikan celah munculnya risiko keracunan
“Kelemahan dalam pengelolaan distribusi sering kali menjadi celah munculnya risiko keracunan dan gangguan kesehatan lainnya,” ungkap Yahya Zaini.
Mengacu pada berbagai temuan itu, Yahya mendesak agar pengawasan MBG tidak hanya dilakukan oleh dinas pendidikan, tetapi juga melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dinas Kesehatan, dan auditor independen.
Sistem pelaporan cepat juga harus dibangun, sehingga setiap gejala keracunan yang muncul di sekolah dapat segera direspons sebelum meluas.
“Kita bicara soal masa depan bangsa. Tidak ada toleransi untuk kelalaian yang bisa merugikan kesehatan anak-anak. Setiap pemasok, koki, hingga kepala sekolah harus bertanggung jawab penuh,” tegas Yahya.
Satgas dan Transparansi
Yahya juga mendesak pembentukan Satgas MBG di bawah koordinasi Badan Gizi Nasional (BGN) dan Kemenkes, serta keterlibatan tenaga kesehatan (nakes) setempat sebagai bagian pengawas aktif
“Peran nakes sangat vital dalam mengidentifikasi penyebab masalah, memberikan pertolongan medis, dan melakukan edukasi …” ungkap Yahya Zaini
Politisi Golkar itu juga menekankan pentingnya transparansi data. Masyarakat perlu tahu siapa pemasok bahan baku, bagaimana proses pengolahannya, dan hasil uji keamanan pangan setiap batch makanan.
Ia mendorong partisipasi publik dalam pengawasan, misalnya melalui mekanisme pelaporan online yang dapat diakses orang tua murid untuk melaporkan menu bermasalah.
MBG Harus Diselamatkan
Program MBG adalah investasi besar bagi generasi muda Indonesia. Namun, tanpa pengawasan ketat, transparansi, dan audit berkala, program ini bisa berubah menjadi bumerang yang justru mengancam kesehatan anak-anak.
Seruan Yahya Zaini menjadi pengingat bahwa niat baik saja tidak cukup — eksekusi, pengawasan, dan evaluasi harus setara ketatnya dengan misi mulia yang diemban program ini.
Anak-anak sekolah memerlukan bukan hanya porsi makanan, tetapi jaminan kesehatan dan gizi yang aman dan optimal.
Audit ketat, partisipasi multi-pihak, transparansi data, dan akuntabilitas institusi adalah landasan agar MBG kembali kredibel. Kegagalan memperbaiki sistem berarti mempermasalahkan keamanan generasi bangsa—dan itu tidak bisa dibiarkan.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Warna-Warni Quote

Kunjungan Jokowi Dan Gibran Ke Keraton Kasunanan Mataram Surakarta Hadiningrat

Krisis Spiritual di Balik Krisis Ekonomi

Tambang Ilegal Diduga Kebal Hukum, LSM Gresik Minta APH Setempat Dan Polda Jatim Bertindak Tegas

Insentif Untuk Berbuat Dosa

Kalimantan Timur: Gratifikasi IUP Batubara dan Kerugian Negara miliaran

Bengkulu: Pelabuhan, Perizinan dan Korupsi Tambang Batubara

Lahat, Sumatera Selatan: Izin Usaha Pertambangan Yang Merugikan Negara Ratusan Miliar

Dharma dan Karma Prabowo

Pakar Intelijen : Dua Tokoh Nasional Diduga Menitip MRC ke Mantan Dirut Pertamina



No Responses