JAKARTA – Dugaan praktik korupsi jumbo di tubuh Pertamina International Shipping (PIS), anak usaha Pertamina di sektor perkapalan, terus menjadi sorotan. Setelah Kejaksaan Agung menetapkan Arief Sukmara sebagai tersangka pada 10 Juli 2025 dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang serta KKKS periode 2018–2023, para pengamat menilai setidaknya ada tiga pintu masuk besar yang bisa digunakan untuk membongkar kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp285 triliun.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menguraikan secara rinci tiga jalur investigasi yang seharusnya ditempuh Kejagung.
Pintu Pertama: Ship Management
Menurut Yusri, audit investigasi perlu dilakukan terhadap pungutan sekitar 30% dari nilai kontrak sewa terhadap 775 kapal tanker yang digunakan PIS pada periode 2018–2023. Kapal-kapal tersebut dikelola melalui sepuluh perusahaan ship management, lima di antaranya berbasis di Indonesia dan lima lainnya di Singapura serta Dubai.
“Dari perusahaan ship management inilah diduga kuat mengalir dana siluman puluhan triliun ke berbagai pihak, termasuk pejabat Pertamina, oknum aparat penegak hukum, auditor, hingga politisi,” ungkap Yusri. Ia menegaskan, jika pintu ini tidak disentuh, publik berhak menilai Kejagung dan BPK ikut menikmati aliran tersebut.
Pintu Kedua: Pengadaan Tiga Kapal Tanker Misterius
Yusri juga menyoroti kasus pemesanan tiga kapal tanker—MT Sembakung, MT Patimura, dan MT Putri—yang dipesan sejak 2014. Dua di antaranya dipesan di galangan anak usaha PT Soechi Lines Tbk, sementara satu dipesan di galangan Chenye, Tiongkok.
“Sejak dipesan hingga kini menjelang HUT RI ke-80, kapal-kapal itu tidak pernah muncul dalam daftar aset PIS. Padahal uang Pertamina sekitar USD 25 juta sudah digelontorkan. Lebih ironis lagi, galangan Chenye sendiri sudah bangkrut sejak lama, dan anak usaha PT Spechi Line juga sudah dinyatakan pailit sejak tahun 2018,” ujar Yusri.
Pintu Ketiga: Mark Up Sewa Kapal Olympic Luna
Pintu ketiga adalah dugaan mark up 13% dalam sewa kapal Olympic Luna. Arief Sukmara bersama sejumlah pihak diduga menggelembungkan harga time charter dari HPS USD 3,76 juta menjadi USD 5 juta. Yusri menambahkan, praktik mark up serupa diduga juga terjadi pada kontrak tanker lainnya.
“Lebih jauh, Kejagung juga harus mengungkap motif direksi PIS membentuk puluhan perusahaan cangkang di luar negeri. Dari penghasilan sewanya, pajak justru tidak masuk ke Indonesia,” tegasnya.
Desakan Ahli Hukum
Menanggapi temuan Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, pakar hukum Andi Syamsul Bahri mendesak Kejagung tidak hanya terpaku pada kasus sewa kapal Olympic Luna yang nilainya relatif kecil. Menurutnya, potensi kerugian terbesar justru ada pada pungutan liar 30% sewa 775 kapal serta pengadaan tiga kapal tanker fiktif.
“Jangan sampai penanganan kasus ini kalah cepat dibandingkan restrukturisasi yang sedang dipersiapkan Pertamina, yaitu penggabungan tiga anak usaha. Kalau sudah digabungkan, investigasi akan semakin rumit,” tegas Syamsul.
Ia menekankan, Kejagung harus bertindak cepat, transparan, dan tegas, agar dugaan korupsi raksasa di sektor perkapalan Pertamina tidak terkubur dalam proses konsolidasi korporasi.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Ummat Islam Makin Terpuruk Secara Politik

Kedaulatan Kompor – Martabat Negara: Orkestrasi Bauran Energi Dapur Rakyat: LPG, DME, Jargas & CNGR

Mengapa OTT Kepala Daerah Tak Pernah Usai?

Sedikit Catatan Pasca Pemeriksaan di Polda Metro Jaya (PMJ) Kemarin

Operasi Garis Dalam Jokowi: Ketika Kekuasaan Tidak Rela Pensiun

Jejak Kekuatan Riza Chalid: Mengapa Tersangka “Godfather Migas” Itu Masih Sulit Ditangkap?

Penjara Bukan Tempat Para Aktifis

FTA Mengaku Kecewa Dengan Komposisi Komite Reformasi Yang Tidak Seimbang

Keadaan Seperti Api Dalam Sekam.

Ach. Sayuti: Soeharto Layak Sebagai Pahlawan Nasional Berkat Jasa Besarnya Dalam Fondasi Pembangunan Bangsa






No Responses