Api Diujung Agustus (Seri 11) – Bayangan Yang Kembali

Api Diujung Agustus (Seri 11) – Bayangan Yang Kembali

Fiksi Politik

Oleh: Budi Puryanto

Lorong bawah tanah itu gelap, hanya diterangi lampu darurat yang redup. Nafas Gema masih terengah, sisa adrenalin dari pengepungan membuat tangannya bergetar. Di hadapannya, sosok penyelamat misterius itu berjalan tenang, seakan ledakan, hujan peluru, dan helikopter yang tadi mengitari atap hanyalah gangguan kecil.

Gema akhirnya bersuara, suaranya berat menahan amarah sekaligus rasa ingin tahu.

“Siapa kau sebenarnya? Pasukanku sudah dihancurkan, Ratna tertangkap. Kalau bukan Lingkar Solo, dari mana kau datang?”

Sosok itu menoleh sekilas. Wajahnya masih samar, tertutup masker hitam, hanya sepasang mata dingin yang terlihat.

“Nama saya tidak penting, Pak Wapres. Tapi sebut saja saya bagian dari mereka yang dulu dianggap sudah mati.”

Gema terdiam, menimbang kata-kata itu.

“Mati?”

Sosok itu berhenti di depan pintu baja kecil, menggesekkan kartu magnetik yang entah dari mana ia dapatkan. Pintu terbuka, memperlihatkan ruang bawah tanah yang jauh lebih modern daripada gedung bobrok di atasnya.Komputer, senjata, dan peta digital menyala di dinding.

“Selamat datang di sisa-sisa Unit Garuda Hitam,” ujarnya tenang.

Istana Negara, Jakarta

Presiden Pradipa duduk dalam ruang rapat tengah malam, ditemani Kepala Staf dan Panglima TNI. Siaran televisi masih menayangkan rekaman asap di atap gedung—adegan terakhir sebelum Gema lenyap.

“Bagaimana mungkin dia bisa hilang begitu saja? Lokasi sudah terkepung total,” suara Panglima berat, nyaris tak percaya.

Pradipa menatap meja. “Ada pihak ketiga. Pihak yang tahu jalur yang bahkan intelijen kita tidak tahu. Ini bukan sekadar penyelamatan—ini pesan.”

Kepala Staf menambahkan dengan wajah pucat, “Kalau benar Unit Garuda Hitam yang dulu dibubarkan pasca reformasi… berarti kita sedang menghadapi bayangan masa lalu yang kembali.”

Ruangan hening. Nama itu sudah lama tidak disebut di lingkaran kekuasaan. Garuda Hitam—unit operasi rahasia yang pernah dipakai rezim lama untuk menyingkirkan lawan-lawan politik, lalu dibubarkan secara resmi dua dekade lalu.

Markas Rahasia Garuda Hitam

Gema duduk di kursi logam, tubuhnya lelah tapi matanya penuh semangat baru.

“Jadi kalian bukan hantu. Kalian benar-benar masih ada.”

Sosok misterius itu membuka maskernya perlahan. Wajah seorang pria paruh baya, penuh bekas luka lama.

“Kami tidak mati, hanya dipaksa tenggelam. Tapi sekarang, saat negara di ambang perebutan, kami kembali. Dan Anda, Pak Gema, adalah kunci dari semua ini.”

Gema menyandarkan tubuh, senyum sinis muncul di bibirnya.

“Kunci untuk menjatuhkan Pradipa?”

Pria itu menyalakan layar proyeksi. Tampak wajah-wajah anggota parlemen, jenderal, dan pengusaha, semuanya ditandai dengan garis merah dan hijau.

“Tidak hanya Pradipa. Tapi seluruh arsitektur kekuasaan yang ia bangun. Selama rakyat percaya bahwa Anda korban yang dikejar rezim, simpati akan mengalir. Kami akan pastikan narasi itu mendominasi.”

Gema menatap layar itu dengan tatapan tajam. Ia tahu, permainan sudah berubah level. Ratna mungkin tertangkap, tapi kini ia punya sekutu yang jauh lebih berbahaya daripada Lingkar Solo.

Penjara Khusus, Jakarta Selatan

Ratna duduk di ruang interogasi, tatapannya dingin menembus dinding. Seno masuk dengan berkas di tangannya.

“Kau pikir dia selamat, Ratna? Kau pikir Gema bisa terus berlari?”

Ratna tersenyum samar.

“Kalian selalu terlambat satu langkah. Dia sudah bersama mereka sekarang.”

Seno mendekat, menekan meja.

“Mereka? Siapa?!”

Ratna hanya berbisik lirih, nyaris tak terdengar.

“Bayangan lama. Yang seharusnya sudah terkubur. Dan percayalah, kalau mereka bangkit, kalian bahkan tak akan sanggup menuliskan laporan kekalahanmu.”

Malam semakin larut, kota tampak tenang di permukaan, tapi di bawahnya arus besar mulai bergerak.

Wapres Gema kini bukan lagi buronan yang terpojok. Ia dilindungi oleh kekuatan lama yang selama ini dianggap hilang.

Dan di Istana, Pradipa mulai menyadari: musuh yang dihadapinya bukan hanya ambisi politik, melainkan warisan gelap rezim lama yang bangkit dari kubur.

 

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Baca juga:

Api Diujung Agustus (Seri 10) – Penyelamatan Misterius

Api Diujung Agustus (Seri 9) – Bukti Pamungkas

Api Diujung Agustus (Seri 8) – Malam di Pelabuhan

Last Day Views: 26,55 K