Oleh: Budi Puryanto
Jakarta masih berduka pasca-ledakan di gedung parlemen seminggu lalu. Media asing menyebutnya “serangan paling berani sejak era reformasi”. Jalan-jalan dipenuhi spanduk murahan bertuliskan “Negara Gagal Melindungi”. Rakyat marah, parlemen panik, dan kepercayaan publik pada Presiden Pradipa merosot tajam.
Di ruang bawah tanah sebuah kompleks perkantoran, Seno menatap papan besar penuh foto, diagram, dan catatan yang disusun terburu-buru. Suaranya rendah, tapi tajam:
“Kalau kita biarkan Garuda menguasai narasi, dalam sebulan mereka akan dianggap pahlawan bawah tanah. Kita tidak bisa hanya mengandalkan pasukan bersenjata. Kita harus serang mereka di ranah opini.”
Seorang analis muda, Maya—mantan wartawan investigasi yang kini bekerja diam-diam untuk operasi ini—mengangguk. “Publik haus cerita. Garuda memberi mereka drama, simbol perlawanan. Kita harus beri mereka kebenaran, meski pahit. Tapi kebenaran saja tidak cukup—harus dikemas seperti propaganda.”
Skema Operasi
Seno membuka map merah. Di dalamnya ada dua jalur serangan:
Infiltrasi Media – Jaringan jurnalis independen akan diberi dokumen bocoran, seolah-olah mereka menemukan bukti rahasia. Dokumen itu sebenarnya disiapkan tim Seno, berisi rekam jejak brutal Garuda Hitam di masa lalu—pembunuhan politik, perdagangan senjata, hingga operasi kotor yang tak pernah terungkap.
Operasi Hitam – Sebuah aksi lapangan kecil akan dilancarkan untuk menyamar sebagai Garuda, lalu sengaja membuat serangan yang brutal terhadap warga sipil. Bukti-buktinya diarahkan agar publik percaya itu ulah Garuda. Tujuan: merusak simpati rakyat pada kelompok itu.
Salah satu agen keberatan. “Pak, bukankah ini manipulasi publik? Kalau terbongkar—”
Seno menatapnya dingin. “Kalau kita kalah perang opini, bangsa ini akan runtuh dari dalam. Kau mau lihat Garuda menguasai kursi pemerintahan? Ini bukan lagi soal benar atau salah, ini soal siapa yang lebih dulu dipercaya.”
Malam Operasi
Dini hari, sebuah gudang tua di pinggiran kota meledak. Polisi “kebetulan” datang terlalu cepat, menemukan simbol Garuda Hitam di dinding, serta senjata ilegal yang seolah baru dipakai. Media langsung menyiarkannya sebagai “markas rahasia Garuda Hitam yang menargetkan warga sipil”.
Beberapa jam kemudian, jurnalis ternama merilis artikel eksklusif berjudul: “Bayangan Gelap Garuda: Dari Perang Dingin ke Politik Hari Ini”. Isinya mengungkap sisi kejam organisasi itu, dengan detail yang membuat pembaca merinding.
Narasi berubah drastis. Di media sosial, tagar baru muncul: #GarudaTanganBesi.
Ruang Krisis Istana
Presiden Pradipa menonton siaran berita dengan wajah tegang. Kepala Staf melaporkan, “Opini publik berbalik, Pak. Mereka mulai melihat Garuda bukan sebagai pahlawan, tapi ancaman. Operasi Bayangan berhasil.”
Pradipa meneguk kopi hitamnya. “Bagus. Tapi jangan lengah. Garuda Hitam tidak akan diam. Mereka akan tahu kita sedang memainkan permainan yang sama kotor dengan mereka.”
Seno hanya menunduk, menyembunyikan rasa bersalahnya. Ia tahu satu hal: dalam perang bayangan, tak ada kemenangan tanpa dosa.
Markas Garuda Hitam
Di sebuah rumah aman, Komandan Bram melempar surat kabar ke meja. Wajahnya murka. “Mereka sedang membalikkan narasi. Dalam semalam, kita yang dianggap pembela rakyat, sekarang dilihat seperti teroris pengecut!”
Gema, duduk di kursi kayu, memandang dengan tatapan penuh api. “Kalau begitu kita balas dengan sesuatu yang lebih keras. Kalau mereka mainkan opini, kita mainkan darah. Publik akan kembali pada kita kalau mereka melihat rezim ini benar-benar tak berdaya.”
Bram menatapnya lama. Lalu ia tersenyum dingin. “Baik. Maka kita mulai. Serangan berikutnya… bukan hanya simbol. Kita buat negara ini benar-benar bertekuk lutut.”
Serangan opini berhasil—tapi harga yang harus dibayar adalah memancing Garuda Hitam untuk melancarkan aksi yang lebih brutal. Jakarta kembali menunggu ledakan berikutnya.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Baca juga:
Api Diujung Agustus (Seri 14) – Balas di Panggung Publik
Api Diujung Agustus (Seri 13) – Aksi Pertama: Operasi Bayangan
Api Diujung Agustus (Seri 12) – Operasi Bayangan
Related Posts

AS berencana mematahkan dominasi Tiongkok atas mineral-mineral penting melalui Afrika

Kekhawatiran atas mineral penting mengancam rantai pasokan global

Redenominasi: Menegakkan Kredibilitas Rupiah

Whoosh Dan Peneguhan Hiprokrasi

H. Iman Irdian Saragih, satu satunya Walikota se-Provinsi Sumatera Utara penerima Penghargaan Insentif Fiskal dari Kementerian Keuangan

Pahlawan Kesiangan

Doa Ziarah Taman Makam Pahlawan Kusumanegara Yogyakarta

Memaknai Perankingan Kampus di Jagad Multi-polar

Karen Agustiawan: Membongkar “Aksi Kolektif” di Balik Tuduhan Korupsi LNG Pertamina

Jaksa Agung Segera Laksanakan Perintah Presiden Sikat Direksi Bumn Berulah Seperti Raja


Api Diujung Agustus (Seri 16) - Serangan Besar Garuda Hitam - Berita TerbaruSeptember 27, 2025 at 3:30 pm
[…] Api Diujung Agustus (Seri 15) – Misi Balasan Operasi Bayangan […]