Api Diujung Agustus (Seri 18) – Bayangan di Balik Bayangan (Maya Main Ganda)

Api Diujung Agustus (Seri 18) – Bayangan di Balik Bayangan (Maya Main Ganda)

Oleh: Budi Puryanto

 

Maya tak lagi hanya duduk pasif menanti keputusan Bram. Setelah malam-malam tanpa tidur dan melihat bagaimana operasi—termasuk korek kayu yang kecil itu—menuju perangkap terhadapnya, ia memutuskan bermain lebih berani: bukan lari, tapi menjerat.

1 — Menyusun Sandiwara

Maya mulai dengan hal paling sederhana: memanipulasi alur dokumen dan manifest internal yang hanya bisa diakses oleh lingkar inti. Di meja kecilnya, ia membuat salinan digital sebuah daftar pengiriman yang tampak normal, lalu menyelipkan baris-baris palsu: nama kurir, nomor kendaraan, dan—yang sengaja ia biarkan jatuh di dekat rak—sebuah korek kayu tua bermerek kampung yang identik dengan korek yang ditinggalkannya dulu.

Ia tahu Bram dan bawahannya takkan memeriksa setiap bit; mereka akan bereaksi terhadap pola: jejak kecil yang menguatkan kecurigaan. Maya juga menyelipkan komunikasi terfragmentasi yang seolah-olah berasal dari Rizal — suara singkat di frekuensi gelap, koordinat, kata sandi satu kali. Semua itu diformat supaya kalau tim intel internal memeriksa, jejak menunjuk ke sosok selain dirinya.

2 — Memancing Reaksi

Beberapa hari kemudian, bukti-bukti yang dikirim ‘oleh sistem’ itu ditemukan oleh unit keamanan Garuda. Rizal—yang selama ini sering dicurigai—terlihat grogi saat diperiksa, lalu menuduh seorang anggota senior lain (Hadi) karena ia pernah melihat Hadi mendekati rak logistik saat shift malam. Tuduhan itu menyebar seperti api.

Maya pura-pura heran, menahan nafas, menyusun wajah ketakutan. Di ruang rapat, Bram memutar matanya. “Kita tidak bisa membiarkan racun ini menggerogoti kita. Jika pengkhianat ada di antara kita, kita harus bersih-bersih.”

Gema yang tadinya menahan, kali ini mulai goyah—ia harus menjaga legitimasi gerakan namun juga menjaga keselamatan para pejuang.

3 — Perang Informasi di Dalam

Sementara Bram memerintahkan interogasi keras terhadap Hadi, Maya memasang langkah berikutnya: ia mengirim pesan samar ke kontak Seno di luar, membuat segelintir bukti digital terlihat seperti “bocoran” yang berasal dari Hadi—transfer nominal ke rekening luar negeri, percakapan singkat yang tampak mendiskusikan lokasi markas. Semua palsu, tapi cukup rapi untuk membuat Hadi tampak bersalah saat diperiksa dengan metode kasar.

Di saat yang sama, Maya memberi “kesaksian” yang dramatis kepada beberapa anggota inti—kisahnya tentang mata-mata yang menyelinap membawa korek yang sama, pedoman logistik yang diubah, dan lain-lain. Suaranya gemetar; itu menambah kredibilitasnya karena orang memang cenderung percaya korban yang emosional.

4 — Efek Domino

Hadi ditangkap, dipaksa mengaku (di bawah tekanan) dan dibawa ke depan komandan sebagai contoh. Bram mengumumkan pembersihan internal; yang lain melihat bahwa sistem bekerja: ancaman ditumpas. Namun, ketakutan meluas: siapa lagi yang akan dituduh besok? Siapa yang mengatakan kata-kata yang tepat saat rapat?

Di luar markas, Seno memantau lewat umpan yang ia tanam; ia menahan senyum dingin ketika melihat Garuda memakan umpan mereka sendiri. Maya menerima pesan singkat dari Seno: “Jaga jarak. Kita butuh dia panik—tapi jangan sampai dia mati sebelum kita dapat manfaatnya.”

5 — Biaya Moral

Maya duduk sendirian di toilet gudang, air menetes di wastafel. Ia memikirkan Hadi—bukan sama sekali seorang monster, hanya orang yang berputar dalam keadaan sulit. Perbuatannya menimbulkan rasa bersalah yang tak tertahankan. Namun ia juga melihat foto anaknya, dan tahu harga yang harus dibayar agar rencana besar berjalan: melemahkan Garuda dari dalam sebelum mereka bisa melancarkan serangan balas yang lebih mematikan.

6 — Cliffhanger

Malam itu, Bram menemukan sebuah pesan cetak yang baru—foto Ratna yang dikirim sebelumnya, kini disisipi kode koordinat lain. Lokasi itu tidak mengarah ke gudang—melainkan ke sebuah rumah kecil di selatan kota. Bram memerintahkan tim elitnya berangkat. Di antara barisan yang bersiap, mata Maya bertemu dengan seorang unit yang ia kenal baik—seorang teman lama yang tak pernah mencurigai dirinya. Dalam kilasan mata itu, Maya menyadari satu hal menakutkan: permainan balas-membalas bisa membunuh bukan hanya lawan, tapi juga orang-orang yang ia cintai di dalam tubuh Garuda.

BERSAMBUNG

 

EDITOR: REYNA

Baca juga:

Api Diujung Agustus (Seri 17) – Retakan di Dalam Bayangan

Api Diujung Agustus (Seri 16) – Serangan Besar Garuda Hitam

Api Diujung Agustus (Seri 15) – Misi Balasan Operasi Bayangan

 

Last Day Views: 26,55 K