Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (9): Stabilitas Keamanan dan Modernisasi Militer Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (9): Stabilitas Keamanan dan Modernisasi Militer Indonesia

Oleh: Budi Puryanto

Ketika Soeharto naik menjadi Presiden, Indonesia berada pada kondisi keamanan yang rapuh: separatisme di berbagai daerah, ancaman komunisme, sisa-sisa pemberontakan DI/TII, konflik horizontal, dan kondisi militer yang masih lemah pasca revolusi. Dalam situasi seperti itu, Soeharto mengambil langkah besar—membangun kembali postur pertahanan Indonesia agar stabilitas nasional dapat dijaga secara konsisten.

Menurut analis militer Dr. Salim Said, Soeharto adalah satu dari sedikit pemimpin di Asia yang berhasil “menjinakkan kekacauan politik sambil merawat profesionalisme militer.” Stabilitas politik yang dicapai Indonesia selama tiga dekade sebagian besar lahir dari konsistensi kebijakan pertahanan dan keamanan yang dirumuskan era Soeharto.

1. Membangun TNI Sebagai Angkatan Bersenjata Modern

Pada awal kepemimpinan Soeharto, alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia sangat tertinggal. Banyak di antaranya peninggalan perang, tidak terawat, dan berasal dari blok yang tidak lagi relevan.

Soeharto mengambil langkah besar:
Menggeser orientasi pertahanan dari blok Soviet menuju barat yang lebih stabil secara teknologi.

Mengakuisisi pesawat tempur modern seperti F-16 dan A-4 Skyhawk.

Memperkuat TNI Angkatan Laut dengan fregat, kapal cepat rudal, dan kapal amfibi.

Mengembangkan pasukan elite seperti Kopassus dan Marinir sebagai kekuatan cepat tanggap.

Menurut sejarawan pertahanan Singapura Tim Huxley, modernisasi militer era Soeharto membuat Indonesia menjadi “kekuatan utama militer Asia Tenggara”.

2. Program Industri Pertahanan Nasional

Salah satu pencapaian terpenting Soeharto adalah membangun cita-cita kemandirian pertahanan. Ia mendukung penuh lahirnya industri strategis:
IPTN (kini PT Dirgantara Indonesia), PINDAD, PAL Indonesia, LEN Industri, BATAN dan BPPT (penguatan teknologi nuklir dan riset strategis)

Langkah ini mencetak tonggak besar: Indonesia menjadi satu dari sedikit negara berkembang yang mampu membuat pesawat sendiri, termasuk CN-235 dan N-250.

Pakar teknologi aeronautika BJ Habibie menegaskan bahwa tanpa keputusan politik Soeharto, “Indonesia tak akan pernah punya industri pesawat.”

3. Menjaga Kesatuan Wilayah Indonesia

Era 1960–1970-an adalah masa rawan disintegrasi: Aceh, Papua, dan wilayah timur sering bergolak. Soeharto mengambil pendekatan yang tegas namun integral—mengutamakan stabilitas, dialog terbatas, serta operasi teritorial yang memperkuat kehadiran negara.

Menurut sejarawan militer Belanda Prof. Hans Dijk, pemerintah Soeharto berhasil “menyatukan wilayah kepulauan terbesar di dunia melalui kombinasi pembangunan dan penegakan keamanan.”

Keamanan inilah yang membuka jalan bagi pembangunan ekonomi dan pendidikan di daerah terpencil.

4. Stabilitas Keamanan yang Menjadi Fondasi Pembangunan

Para ekonom seperti Prof. Emil Salim menegaskan: pembangunan skala besar seperti infrastruktur, pendidikan, dan industrialisasi tidak mungkin berjalan tanpa stabilitas keamanan nasional.

Stabilitas itulah yang diberikan oleh Soeharto. Konflik besar dapat dicegah. Negara tumbuh tanpa gejolak ideologis. Investor masuk karena merasa aman.. Rakyat menjalani kehidupan tanpa ketakutan konflik horizontal besar.

Inilah alasan mengapa banyak ahli menilai Indonesia di masa Soeharto sebagai salah satu negara paling stabil di Asia.

5. Diplomasi Pertahanan: Indonesia Sebagai Middle Power

Soeharto tidak hanya membangun militer untuk kepentingan dalam negeri, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam tatanan internasional. Indonesia dianggap sebagai middle power—negara besar yang berpengaruh tetapi tidak agresif.

Dalam pertemuan bilateral, beberapa negara besar seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Australia mengakui TNI sebagai elemen penting stabilitas Asia Pasifik.

Pakar geopolitik Australia Dr. Carlyle Thayer menilai bahwa Indonesia era Soeharto adalah “pilar keamanan regional” yang dapat diandalkan.

6. Modernisasi Tanpa Membebani Anggaran Berlebihan

Soeharto tidak membangun militer dengan gaya perlombaan senjata. Ia memilih pendekatan pragmatis: Modernisasi bertahap. Fokus pada kemampuan teritorial. Prioritas pada pasukan darat dan operasi kemanusiaan

Model ini membuat Indonesia tetap kuat, tetapi tidak boros.

Warisan Soeharto: Pertahanan yang Kuat, Negara yang Stabil

Tulisan ini mempertegas peran besar Soeharto dalam membangun postur pertahanan Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia berubah dari negara rapuh pasca konflik ideologis menjadi kekuatan regional yang dihormati.

Warisan stabilitas dan modernisasi militer ini menjadi salah satu pijakan penting dalam penilaian kelayakan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional: ia menjaga negara dari ancaman, membangun kekuatan, dan menempatkan Indonesia dalam posisi terhormat di panggung internasional.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

BACA JUGA:

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (8) : Penghargaan Dunia Dan Jejak Diplomasi Global Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (7): Diplomat Dunia Islam dan Pembela Bosnia Dari Genoside Serbia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (6): Arsitek Stabilitas Asia Tenggara dan Penggerak Utama ASEAN

 

Last Day Views: 26,55 K
Tags: , , , , , ,