Tulisan berseri ini diambil dari buku menarik berjudul “Rihlah Peradaban, Perjalanan Penuh Makna di Turki dan Spanyol” yang ditulis oleh Biyanto, Syamsudin, dan Siti Agustini. Ketiganya adalah fungsionaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur.
Buku ini mengisahkan perjalanan di Turki dan Spanyol, dua tempat yang penuh dengan memori kejayaan Islam dimasa lalu. Buku ini sangat menarik. Selamat mengikuti serial ini.
SERI-1
Jejak sejarah hebat Turki masa silam masih dapat ditemukan hingga kini. Puing-puing kejayaan Kesultanan Turki Utsmani masa lalu pun dengan mudah dapat dijumpai. Semua peninggalan peradaban Turki Usmani itu terjaga dengan baik hingga sekarang. Sejumlah bangunan kesultanan, masjid, makam, musium, benteng, dan situs-situs sejarah masa silam menunjukkan kehebatan peradaban Turki Utsmani yang pernah menguasai dunia nyaris 300 tahun. Semua peninggalan bersejarah itu kini menjadi destinasi menarik bagi wisatawan, terutama dari mancanegara.
Sebagaimana diketahui, Kesultanan Utsmaniyah bernama resminya adalah Daulat/Negara Agung Utsmaniyah atau sering disebut dalam sejarah Turki modern dengan Kekaisaran Utsmaniyah atau Negara Utsmaniyah. Terkadang juga disebut Kekaisaran Ottoman, Kesultanan Ottoman, Kesultanan Turki, Kekaisaran Utsmaniyah atau Turki Utsmani.
Dinasti Turki Utsmani merupakan kekaisaran lintas benua yang didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey di barat laut Anatolia pada 1299 M. Setelah 1354, Kekaisaran Utsmaniyah melintasi Eropa dan memulai penaklukkan Balkan, mengubah negara Utsmaniyah yang hanya berupa kadipaten kecil menjadi negara lintas benua. Utsmani mengakhiri riwayat Kekaisaran Romawi Timur seiring dengan penaklukan Konstantinopel oleh Mehmed II tahun 1453.
Sepanjang abad ke-16 dan 17, tepatnya pada puncak kekuasaan atau masa kejayaan di bawah pemerintahan Suleiman Al-Qanuni, Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu negara terkuat di dunia, imperium multinasional dan multibahasa yang mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat/ Kaukasus, Afrika Utara, dan Tanduk Afrika.
Pada awal abad ke-17, kesultanan ini terdiri dari 32 provinsi dan sejumlah “negara vasal”, beberapa di antaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan sisanya diberikan beragam tingkat otonomi dalam kurun beberapa abad. Yang dimaksud negara vasal di sini adalah negara yang sepenuhnya berada di bawah kekuasaan negara lain secara internasional. Jika negara vasal dalam bahaya dan diserang negara lain, maka negara “pelindung” akan membantu negara vasal tersebut. Saat ini, istilah yang lebih umum adalah negara boneka, protektorat atau negara asosiasi.
Dengan Konstantinopel sebagai ibu kotanya dan kekuasaannya atas wilayah yang begitu luas di sekitar cekungan Mediterania, Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat interaksi antara dunia Timur dan Barat selama lebih dari enam abad. Kesultanan ini runtuh pasca Perang Dunia I, tepatnya pada 1 November 1922. Pembubarannya berujung pada kemunculan rezim politik baru di Turki, serta pembentukan Balkan dan Timur Tengah yang baru.
Setelah penaklukkan Mesir oleh Utsmaniyah pada 1517, Khalifah Al-Mutawakkil III menyerahkan kedudukan khalifah kepada Sultan Selim I. Hal ini menjadikan penguasa Utsmaniyah tidak hanya berperan sebagai sultan (kepala negara Utsmaniyah), tetapi juga sebagai pemimpin dunia Islam secara simbolis.
Setelah Kesultanan Utsmaniyah dibubarkan, mereka sempat mempertahankan statusnya sebagai khalifah selama beberapa saat sampai kekhalifahan juga dibubarkan pada 3 Maret 1924.
Baca Juga Prolog Buku Ini:
Menjadi Destinasi Wisata
Sebagai bekas negara adidaya pada masanya, saat ini Turki masih menunjukkan kehebatannya. Peninggalan peradaban Turki pada masa kejayaan tetap terjaga dengan baik, bahkan dan terus direnovasi. Dari sinilah Turki bisa mengandalkan pendapatan negara dari sektor pariwisata. Menurut data resmi pemerintah, tidak kurang dari 50 juta wisatawan berkunjung ke Turki pada setiap tahunnya. Biasanya puncak kunjungan terjadi pada Juli dan Agustus. Pada rentang dua bulan ini memang musim liburan sehingga di beberapa lokasi wisata sangat padat pengunjung. Padahal, saat Juli dan Agustus, Turki memasuki musim ekstrem panas dengan suhu sekitar 45 derajat Celsius.
Berbeda dengan waktu padat kunjungan (peak session) yang sangat panas, rombongan Rihlah Peradaban PWM Jawa Timur melakukan rihlah ke Turki dengan diringi cuaca yang sejuk. Suhu sekitar 21 derajat Celsius dengan sinar matahari yang terang benderang. Meski sedang tidak tergolong peak session, beberapa tempat wisata di Istanbul tergolong penuh sesak.
Di beberapatempat wisata dan pusat perbelanjaan, memang tampak banyak juga jamaah umrah asal Indonesia yang transit di Turki. Mereka juga ikut berjubel antri di beberapa tempat wisata. Kondisi penuh sesak itu, misalnya, dialami rombongan PWM Jawa Timur ketika berada di kompleks Masjid Aya Sophia (Hagia Sophia). Kompleks ini sepertinya menjadi daya tarik utama para wisatawan.
Setelah mengantri cukup panjang, rombongan PWM Jawa Timur akhirnya bisa memasuki Masjid Aya Sophia. Sayang sekali rombongan tidak bisa memasuki Masjid Biru (Blue Mosque), yang masih satu kompleks dengan Aya Sophia. Bangunan Masjid Biru saat itu sedang direnovasi total sehingga ditutup untuk sementara waktu.
Di Masjid Aya Sophia yang sebelumnya merupakan gereja ini rombongan berkesempatan untuk menunaikan shalat duhur dan ashar dengan jamak qashar. Terasa sangat syahdu shalat berjamaah di masjid indah ini, meski di beberapa sudut masih ada ornamen gereja.
Patung Yesus bersalib, patung Bunda Maria, dan ornamen gereja lainnya tetap dipertahankan oleh pemerintah. Sangat mungkin hal itu dilakukan untuk memberi kesan mengenai asal usul Masjid Aya Sophia.
Di Antara Asia dan Eropa
Sebelum memasuki Masjid Aya Sophia, dari pagi hingga siang hari rombongan rihlah terlebih dulu menyusuri Selat Bosporus. Bosporus adalah sebuah selat yang memisahkan Turki bagian Eropa dan bagian Asia, menghubungkan Laut Marmara dengan Laut Hitam.
Selat ini memiliki panjang 30 km, dengan lebar maksimum 3.700 meter pada bagian utara, dan minimum 750 meter antara Anadoluhisari dan Rumelihisari. Kedalaman selat Bosporus bervariasi antara 36 sampai 124 meter.
Di Selat Bosporus ini ada dua jembatan yang menjadi penghubung dua daratan: Asia dan Eropa. Yang pertama adalah Jembatan Bosporus, yang memiliki panjang 1.074 meter. Jembatan ini selesai dibangun pada 1973. Yang kedua adalah Jembatan Fatih Sultan Mehmet dengan panjang 1.090 meter. Jembatan kedua ini selesai dibangun pada 1988. Posisi jembatan kedua ini sekitar 5 km sebelah utara jembatan pertama.
Terasa sangat unik karena Selat Bosporus inilah yang membelah daratan Turki. Hanya sebagian kecil wilayah Turki masuk Eropa dan sebagian besar ada di Asia. Jika dibuat perbandingan, wilayah Turki yang masuk daratan Eropa hanya 3 persen. Sementara sisanya yang 97 persen masuk wilayah Asia. Kondisi ini menjadi menarik bagi Turki. Penduduk Turki berjumlah saat ini sekitar 84 juta jiwa. Dari jumlah itu, 95 persen memeluk Islam.
Pertanyaan yang menarik adalah mengapa Turki lebih senang mengasosiasikan diri sebagai bagian dari negara berbudaya Eropa. Pertanyaan ini berulangkali diajukan pada Khalil Bey, tour guide Rihlah Peradaban selama di Turki. Tetapi pertanyaan itu tidak pernah memperoleh jawaban memuaskan. Padahal, faktanya daratan Turki sebagian besar berada di Asia.
Jika mengikuti tipologi budaya Timur dan Barat, Turki juga tergolong berbudaya Timur. Hal itu karena jumlah pemeluk Muslim di Turki sangat besar. Tetapi faktanya, Turki lebih senang disebut bagian dari Eropa. Persepakbolaan Turki juga tetap ikut berkompetisi di Piala Eropa. Klub klub liga Turki juga mengikuti kompetisi Liga Champions. !
(Bersambung)
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dubes Muhammad Najib Menerima Mahasiswa Baru Indonesia di Madrid
BPHN Kemenkumham RI Sabet The Winner Of OGP Award 2023 Se Asia Pacific Di Estonia
Dorong Kebangkitan Ekonomi Islam di Pondok Pesantren, 70 Ulama Indonesia ke Malaysia
Bima Suci Simbol Kedekatan Indonesia – Spanyol
Bima Suci Membanggakan di Pentas Global
Dubes Muhammad Najib Hadiri Coctail Party KRI Bima Suci Di Vigo Spanyol
KRI Bima Suci, Duta Diplomasi Maritim Indonesia-Spanyol
Harapan Dari Spanyol di Tahun Politik
Rihlah Peradaban, Perjalanan Penuh Makna Di Turki Dan Spanyol (Seri-29): Ibn Malik, Ulama Asal Jaendan Penulis Kitab Alfiyah (TAMAT)
Mahasiswa UI Bikin Heboh di Madrid
No Responses
You must log in to post a comment.