Kapal Hantu, Dana Siluman, dan Perusahaan Cangkang: Skandal Korupsi PIS 285 Triliun Dibongkar

Kapal Hantu, Dana Siluman, dan Perusahaan Cangkang: Skandal Korupsi PIS 285 Triliun Dibongkar
Pertamina Pride: Salah satu Kapal tanker milik Pertamina

JAKARTA – Skandal tata kelola kapal di tubuh PT Pertamina International Shipping (PIS), subholding perkapalan Pertamina, kian menyeruak setelah Kejaksaan Agung menetapkan Arief Sukmara sebagai tersangka pada 10 Juli 2025. Nilai dugaan kerugian negara yang mencapai Rp285 triliun bukan hanya angka besar di atas kertas, melainkan gambaran bagaimana aliran dana gelap bisa menjerat institusi strategis negara.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mengingatkan bahwa ada setidaknya tiga jalur yang bisa menjadi pintu masuk bagi Kejaksaan Agung untuk membongkar praktik korupsi yang selama bertahun-tahun diduga menggerogoti sektor vital ini.

1. Ship Management: Lumbung Dana Siluman

Dalam periode 2018–2023, sekitar 775 kapal tanker disewa PIS, baik untuk angkutan domestik maupun internasional. Namun, alih-alih dikelola secara langsung, semua kapal itu wajib melalui perusahaan pengelola kapal atau ship management.

Di dalam negeri, tercatat nama-nama seperti PT Waruna Nusa Sentosa, PT Sukses Inkor Maritim, PT Gemilang Bina Lintas Tirta, PT Caraka Tirta Pratama, hingga Arcadia Shipping Pte Ltd.
Untuk rute luar negeri, ada raksasa manajemen kapal yang berbasis di Singapura dan Dubai: Synergy Maritim Pte Ltd, NYK Ship Management Pte Ltd, Bernhard Schulte Ship Management Ltd, Thome Ship Management Pte Ltd, dan Wallem Ship Management.

Menurut Yusri, praktik “pungutan 30%” dari nilai kontrak sewa kapal yang dijalankan lewat jalur ship management ini diduga kuat menjadi sumber aliran dana gelap puluhan triliun. Uangnya kemudian mengalir ke berbagai kalangan, mulai dari pejabat Pertamina, oknum aparat penegak hukum, auditor negara, hingga politisi.

“Kalau jalur ini tidak disentuh, publik wajar mencurigai bahwa ada backing kuat di Kejagung maupun BPK,” tegas Yusri.

2. Kapal Pesanan yang Tak Pernah Ada

Kasus kedua jauh lebih mencolok: tiga kapal tanker hantu yang hilang tanpa jejak.
Pertamina sejak 2014 memesan MT Sembakung (galangan kapal Chenye, Tiongkok), serta MT Patimura dan MT Putri (galangan PT Multi Ocean Shipyard, anak usaha Soechi Lines Tbk).

Kapal-kapal ini konon diproyeksikan memperkuat armada menjelang HUT RI ke-70 pada 2015. Namun menjelang peringatan kemerdekaan ke-80 pada 2025, tak satu pun dari ketiganya tercatat sebagai aset PIS.

Lebih parah, galangan kapal Chenye di Tiongkok sudah lama bangkrut, membuat jejak aset itu semakin kabur. Estimasi kerugian mencapai USD 25 juta (sekitar Rp400 miliar). Ironisnya, menurut Yusri, setiap kali ditanya, pejabat PIS memilih bungkam.

3. Skema Mark-Up Kontrak Tanker

Kasus ketiga menyingkap praktik mark-up yang diduga sistematis. Contoh paling jelas adalah sewa kapal Olympic Luna, yang nilainya dinaikkan oleh Arief Sukmara bersama Sani Dinar Saifudin dan Dimas Werhaspati.

Harga publikasi untuk kontrak time charter pengangkutan minyak dari Afrika ke Indonesia sebenarnya USD 3,76 juta. Namun, dalam kontrak yang diteken, nilainya melonjak menjadi USD 5 juta—selisih 13% yang masuk kategori kerugian negara.

“Kasus Olympic Luna hanyalah pintu kecil. Indikasi praktik serupa juga terjadi di kontrak tanker lainnya,” ungkap Yusri.

Perusahaan Cangkang: Simpul Gelap Pajak dan Pencucian Uang

Selain tiga pintu utama, Yusri juga menyoroti langkah direksi PIS mendirikan puluhan perusahaan cangkang (Special Purpose Vehicle/SPV) di luar negeri. Perusahaan-perusahaan ini, banyak yang didirikan memakai KTP dan paspor staf PIS, digunakan untuk menampung pendapatan sewa kapal tanpa membayar pajak ke Indonesia.

Skema ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga membuka potensi pencucian uang lintas yurisdiksi.

Menanti Kejagung Bergerak

Dengan tiga pintu masuk plus skandal SPV ini, publik menunggu keseriusan Kejaksaan Agung. Apakah Kejagung berani menelusuri aliran dana hingga ke meja pejabat tinggi dan politisi, atau justru terjebak pada penanganan setengah hati?

Kasus ini akan menjadi ujian integritas. Jika berhasil dibongkar, Rp285 triliun bisa diselamatkan. Jika tidak, publik akan menilai bahwa mafia migas dan perkapalan terlalu kuat, bahkan untuk Kejaksaan Agung

EDITOR: REYNA

Baca juga: 

Tiga Pintu Bisa Digunakan Kejagung Untuk Membongkar Dugaan Korupsi Puluhan Triliun Di Pertamina Perkapalan

Tiga Kapal Pertamina Raib, Negara Diduga Rugi Rp 387 Miliar

Pengamat Energi Ingatkan Dugaan Korupsi Ratusan Triliun di Pertamina International Shipping

Rencana Penggabungan Anak Usaha Pertamina Jangan Hilangkan Jejak Korupsi di PIS

 

Last Day Views: 26,55 K