Saling Menyalahkan Bukanlah Jawaban
Oleh: M. Isa Ansori
Minggu, 20 Juli 2025, saya berkesempatan menghadiri pelaksanaan Masa Orientasi Orang Tua Siswa (MOPs) di Kota Surabaya yang dilangsungkan di SMP Al Hikmah. Acara ini menjadi ruang dialog antara Pemerintah Kota, pendidik, dan para orang tua siswa dari jenjang PAUD, TK, SD, hingga SMP. Saya hadir sebagai bagian dari kelompok yang peduli pada perlindungan anak dan pendidikan yang berpihak pada kebutuhan anak.
Tema yang diusung sangat menginspirasi: “MPLS Ramah, Sekolahku Rumahku, Guruku Orang Tuaku.” Tema ini menjadi pintu masuk untuk membangun kolaborasi antara sekolah dan rumah, antara guru dan orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang anak. Apresiasi saya untuk kepala dinas pendidikan kota Surabaya, Yusuf Masruh yang gasannya inspiratif sekali.
Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, yang hadir sebagai narasumber tunggal, menyampaikan pesan penting: jadikan sekolah sebagai rumah kedua bagi anak-anak, dan jadikan guru sebagai orang tua sebagaimana orang tua kandung mereka. Beliau menjelaskan dengan menyentuh bahwa orang tua tidak hanya mereka yang melahirkan dan membesarkan, tetapi juga mereka yang memberi ilmu dan membimbing anak menjadi pribadi yang baik dan sukses. Dalam hal ini, guru dan sekolah memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak dengan pendekatan yang ramah, manusiawi, dan penuh kasih.
Lebih jauh, Walikota Eri menegaskan bahwa tidak ada anak yang tidak baik sejak lahir. Semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Jika kemudian seorang anak menjadi “nakal” atau berperilaku menyimpang, maka lingkungan sekitarnyalah—termasuk orang tua dan sistem sosial—yang patut melakukan introspeksi. Bahkan, beliau mengajak kita semua untuk tidak buru-buru menyalahkan anak, tapi bertanya pada diri sendiri: dosa apa yang pernah kita lakukan, sehingga Allah menguji kita melalui anak kita?
Namun, penting juga kita sadari bahwa tidak semua orang tua dalam posisi yang ideal untuk mendidik anak. Ada yang mengalami keterbatasan ekonomi, keterbatasan waktu karena pekerjaan, keterbatasan pengetahuan tentang pola asuh, bahkan keterbatasan sosial akibat tekanan hidup. Maka, menyalahkan orang tua atas kesalahan atau kenakalan anak bukanlah pilihan bijak. Mereka tidak butuh dihakimi, tapi didampingi.
Sebagai Kota Layak Anak, sudah saatnya Pemerintah Kota Surabaya hadir bukan hanya sebagai pembuat aturan, tapi juga sebagai pendamping aktif bagi para orang tua yang sedang kesulitan. Tak ada orang tua yang ingin anaknya gagal. Tak ada orang tua yang mengharapkan anaknya durhaka. Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anak-anaknya.
Hadirnya pemerintah adalah pengejawantahan dari nilai kemanusiaan dan kebermanfaatan. Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad, Thabrani, dan Daruquthni)
Pesan ini menjadi panggilan moral bahwa siapa pun yang memegang amanah kekuasaan, terutama pemerintah, harus hadir untuk memperbaiki, membimbing, dan menuntun kembali anak-anak yang tersesat jalan. Pemerintah harus menjadi tangan yang menuntun, bukan jari yang menuding.
Mantan Menteri Pendidikan, Anies Baswedan, pernah menyampaikan bahwa “masalah anak adalah masalah masyarakat. Butuh seluruh komunitas untuk membesarkan satu anak.” Ungkapan ini menegaskan bahwa pendidikan dan pembentukan karakter anak tidak bisa dibebankan hanya kepada keluarga, tetapi harus menjadi urusan bersama—terutama pemerintah sebagai pengelola sumber daya dan kebijakan.
Kehadiran program-program inovatif seperti Rumah Ilmu Arek Suroboyo yang menekankan pada konsep asrama, pendisiplinan, dan pendidikan berbasis karakter adalah langkah tepat. Program ini harus diperluas dan dikuatkan, terutama untuk menjangkau anak-anak usia sekolah yang putus sekolah, khususnya pada jenjang SMA dan SMK. Mereka yang selama ini berkeluyuran, tidak mau sekolah, bahkan berani melawan orang tua, perlu pendekatan yang lebih tegas namun tetap berpihak pada hak-hak anak.
Pemerintah Kota Surabaya harus berani mengambil sikap tegas. Bukan untuk menghukum, tapi untuk mengembalikan anak-anak itu ke jalan yang bermanfaat. Pendidikan adalah jalan perubahan. Dan anak-anak adalah masa depan kota ini. Jika kita biarkan mereka terjatuh tanpa pertolongan, maka kitalah yang gagal menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab.
Surabaya telah memulai langkah sebagai kota layak anak. Tapi komitmen ini hanya akan berarti jika diwujudkan dalam tindakan nyata: mendampingi orang tua yang kesulitan, mendidik anak-anak yang tersesat, dan menghadirkan sekolah yang ramah, guru yang seperti orang tua, serta masyarakat yang peduli dan bergotong-royong dalam menjaga generasi penerusnya.
Surabaya, 21 Juli 2025
M. Isa Ansori, Kolumnis, Akademisi di STT Multimedia Internasional Malang, Pengurus LPA Jatim, Wakil Ketua ICMI Jatim dan Dewan Pakar LHKP PD Muhammadiyah Surabaya
EDITOR: REYNA
Related Posts

Warna-Warni Quote

Kunjungan Jokowi Dan Gibran Ke Keraton Kasunanan Mataram Surakarta Hadiningrat

Krisis Spiritual di Balik Krisis Ekonomi

Tambang Ilegal Diduga Kebal Hukum, LSM Gresik Minta APH Setempat Dan Polda Jatim Bertindak Tegas

Insentif Untuk Berbuat Dosa

Kalimantan Timur: Gratifikasi IUP Batubara dan Kerugian Negara miliaran

Bengkulu: Pelabuhan, Perizinan dan Korupsi Tambang Batubara

Lahat, Sumatera Selatan: Izin Usaha Pertambangan Yang Merugikan Negara Ratusan Miliar

Dharma dan Karma Prabowo

Pakar Intelijen : Dua Tokoh Nasional Diduga Menitip MRC ke Mantan Dirut Pertamina





No Responses