Oleh: Ir Wisnu Nugroho
KEMANDIRIAN energi adalah syarat bagi kemandirian bangsa dan negara, bahkan termasuk kemandirian pangan. Sehingga kemandirian bangsa dan negara harus diawali oleh kemandirian energi bersama kemandirian pangan.
Berdasarkan pengamatan, hampir semua negara yang mandiri secara energi, mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka walaupun lahan mereka sebagian besar gurun atau salju bahkan sempit. Namun, banyak negara yang mampu bahkan berlebih menghasilkan pangan tidak mampu mandiri energi yang akhirnya mengakibatkan keterpurukan.
Berbagai cara dari negara-negara tersebut untuk mandiri secara energi yang akan menghasilkan kemandirian pangan dan ekonomi. Hal ini karena suplai energi yang memadai, mencukupi dan ekonomis menjadi pondasi dasar untuk memproduksi pangan. Sehingga kemandirian energi mutlak perlu untuk mencapai kemerdekaan yang hakiki dari suatu bangsa.
Kondisi energi Indonesia, terutama pada sektor transportasi dan rumah tangga jauh dari kemandirian. Impor minyak dan LPG menyedot devisa Indonesia sampai ekivalen Rp 500 triliun per tahun dan subsidi energi mulai dari BBM, LPG dan listrik pada tahun 2024 mencapai sekitar Rp 400 triliun. Subsidi tersebut sangat membebani APBN yang menyedot hampir 14% dari nilai APBN. Sedangkan keluarnya devisa nasional ekivalen Rp 500 triliun per tahun menyebabkan nilai tukar Rupiah melemah secara signifikan.
Kondisi subsidi dan keluarnya devisa dari impor migas memberatkan perekonomian nasional yang dampaknya dirasakan oleh negara serta masyarakat terutama level bawah sampai menengah. Dampak dari impor dan subsidi dalam bidang migas makin menambah hutang negara yang sudah mencapai Rp 10.269 triliun.
Kondisi ini menyebabkan melemahnya perekonomian negara, bangsa dan rakyat karena nilai Rupiah yang tertekan dan mengurangi jumlah APBN untuk berbagai hal seperti dana transfer daerah, bantuan sosial, biaya rutin untuk anggaran pada setiap kementerian. Kondisi ini akan menyebabkan kondisi masyarakat semakin spiraling down jadi makin terpuruk.
Suatu pertanyaan besar apakah Indonesia mampu mencapai kemandirian energi? Dalam hal energi listrik, jawabannya mampu, karena Indonesia adalah produsen batubara terbesar di dunia, sumber gas yang cukup, sinar matahari yang berlimpah dan sumber panas bumi yang tersebar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, NTT dan Maluku.
Namun kemandirian energi dalam bidang minyak masih belum tercapai karena produksi minyak yang hanya 570 ribu barel, sementara konsumsi BBM mencapai 1,6 juta barel per hari sehingga perlu impor minyak 1 juta barel per hari yang menguras devisa Rp 500 triliun per tahun.
Menjadi pertanyaan besar, apakah setelah Indonesia merdeka selama 80 tahun sudah merdeka secara kemandirian energi? Dari ulasan di atas, disampaikan bahwa kemerdekaan dalam kemandirian energi belum dicapai, yang konsekuensinya memberatkan APBN dan devisa hasilnya adalah hutang yang terus bertambah dan perekonomian yang semakin berat kemudian akan menjadi lingkaran hantu karena semakin besar hutang maka bunga dan cicilan pokok yang harus dibayar untuk tahun berikutnya akan semakin besar juga sehingga harus hutang lagi untuk bayar cicilan pokok dan bunga.
Pertanyaannya lagi, apa masih ada harapan untuk mencapai kemandirian energi? Harapan masih ada, karena Indonesia masih memiliki unrecoverable resources sebesar 48 miliar barel, yaitu minyak yang tidak dapat diproduksi dengan cara produksi konvensional.
Upaya mengubah unrecoverable resource menjadi cadangan atau remaining reserve dikenal dengan enhance oil recovery, disingkat EOR. Kegiatan EOR yang paling sukses di Indonesia yaitu injeksi uap pada lapangan Duri di Riau tahun 1988 yang mampu meningkatkan produksi minyak dari 40.000 barel per hari jadi 300.000 barel per hari. Namun injeksi uap hanya layak pada reservoir dangkal atau kurang dari 500 meter. Sehingga EOR dengan kimia, baik surfaktan maupun polimer adalah pilihan untuk reservoir dengan kedalaman di atas 500 meter.
Namun EOR kimia konvensional yang dikenal saat ini belum memberi kinerja yang ekonomis. Ini disebabkan konsep teknologi dari EOR kimia konvensional tidak berkembang secara teknologi sejak 50 tahun lalu sehingga peningkatan produksi minyak secara umum tidak ekonomis.
Teknologi Semar
Guna memperoleh solusi, dicarilah suatu referensi tentang teknologi EOR kimia yang secara teknis sudah berhasil secara umum signifikan meningkatkan produksi. Sejak dekade 60-an sudah dilakukan riset dan implementasi surfaktan, polimer dan micellar. Dan akhirnya diketahui bahwa peningkatan cadangan dengan teknologi micellar lebih efektif dan efisien secara teknis dibandingkan dengan teknologi surfaktan polimer atau dikenal dengan ASP.
Walaupun sangat berhasil secara teknis, namun Teknologi Micellar konvensional tersebut sangat mahal karena menggunakan konsentrasi surfaktan dan bahan kimia lain sebanyak 15% sampai 20%, sehingga tidak ekonomis untuk diterapkan secara luas.
No Need to Re-invent The Wheel
Mengacu teknologi Micellar yang secara teknis sangat berhasil itu, maka dilaksanakanlah evaluasi literatur dan teknis, penelitian serta pengembangan intensif di laboratorium, kemudian diterapkan di lapangan, untuk mendapat tiga pemutakhiran kinerja, yakni difusi untuk menembus unrecoverable resources yang kedap air, afinitas terhadap batuan guna melepas minyak dari permukaan batuan tanpa perlu tekanan, serta penyapuan Micellar dengan viscous microemulsion guna meningkatkan mobilitas minyak.
Berbagai kinerja tersebut tidak ada pada teknologi EOR kimia konvensional (ASP dan Surfaktan konvensional), hanya ada pada teknologi SEMAR.
Hasil dari peningkatan kinerja difusi, afinitas dan penyapuan secara sangat signifikan maka konsentrasi yang diperlukan turun drastis yaitu 0,3% sampai 1% atau hanya 1/20 sampai 1/10 dari konsentrasi micellar konvensional yang perlu 15% hingga 20%.
Kinerja teknologi baru temuan nasional ini memberikan peningkatan recovery dari konversi unrecoverable resource jadi cadangan dan produksi minyak secara ekonomis dan respon hasil yang cepat (quick yield) juga handal secara teknis, operasional dan ramah lingkungan.
Selain itu, teknologi ini juga hanya menggunakan peralatan sederhana sehingga mudah dan cepat dilaksanakan serta mampu ditangani masyarakat lokal sehingga membuka lapangan kerja lokal secara masif.
Sehingga, kinerja teknologi SEMAR ini diharapkan menghasilkan peningkatan poduksi dan cadangan minyak dari konversi unrecoverable reserve secara signifikan, nyata dan dapat dilaksanakan secepatnya.
Prakiraan Peningkatan Produksi dan Cadangan Minyak Indonesia
Temuan nasional teknologi SEMAR, diharapkan memberi tambahan cadangan baru 12 miliar barel, menghasilkan tambahan produksi minyak 1,3 juta barel per hari yang ekonomis sehingga ditambah produksi konvensional yang ada dan temuan baru dari eksplorasi maka dapat dicapai produksi minyak lebih dari 1,6 juta barel per hari.
Dari peningkatan produksi minyak tersebut maka dapat digunakan antara lain untuk menghasilkan devisa dari penjualan produksi minyak tersebut yant dapat dipakai untuk impor minyak mentah dan BBM, mengingat jumlah kilang masih belum dapat memenuhi suplai permintaan nasional.
Selain itu, peningkatan itu juga dapat mengurangi pengangguran secara signifikan karena implementasi teknologi SEMAR dapat mempekerjaan tenaga kerja non skill secara masif di lapangan.
Peningkatan produksi minyak itu juga akan meningkatkan pendapatan negara sebesar $18,3 miliar (Rp.300 triliun) per tahun maupun kontraktor produsen minyak dalam hal ini Pertamina sebesar $8 miliar (Rp.130 triliun) per tahun.
Peningkatan produksi itu juga tentunya menambah aset negara dari penambahan cadangan minyak baru secara signifikan hampir senilai $1 triliun.
Tambahan cadangan dan produksi minyak melebihi konsumsi domestik membawa Indonesia mencapai kemandirian energi dan meningkatkan perekonomian nasional secara signifikan.
Alternatif LPG Sebagai Sumber Energi Untuk Rumah Tangga
Cadangan gas alam Indonesia masih cukup besar yaitu 51,98 Tcf, yang terbentang mulai dari Blok Andaman di Selat Malaka, berbagai blok di Selat Makassar, Tangguh di Papua, Masela dan berbagai lapangan gas yang tersebar di Sumatera, Jawa, Laut Jawa.
Sementara itu Konsumsi LPG Indonesia adalah 8,8 juta ton dengan produksi dalam negeri hanya 1,9 juta ton sehingga diperlukan impor LPG 6,9 juta ton yang menguras devisa Rp 63,5 triliun. Dengan biaya impor $515 per ton maka biaya LPG adalah Rp. 8300 per kg. Sedangkan bila memakai gas alam dalam negeri pada harga komersial adalah Rp 6300 per kg. Dibandingkan biaya LPG, ini lebih murah dan tidak perlu impor.
Dengan teknologi tertentu, maka gas alam tersebut dapat dimasukan pada tabung seperti LPG pada tekanan yang hampir sama dengan LPG, dengan harga bahan baku gas yang lebih murah, sehingga dapat menghemat devisa negara ekivalen Rp 63,5 triliun per tahun, penghematan devisa yang sangat besar untuk Indonesia.
Apakah bisnis yang berhubungan impor minyak dan LPG dirugikan? Jawabannya adalah tidak dirugikan, justru malah diuntungkan. Ada dua sebab mengapa minyak atau BBM impor tetap diperlukan oleh masyarakat Indonesia.
Pertama, karena walaupun produksi minyak mentah naik namun disebabkan keterbatasan kapasitas pengolahan kilang dalam menghasilkan BBM, maka untuk memenuhi kekurangan suplai BBM terhadap konsumsi maka tetap diperlukan impor BBM.
Kedua, secara umum kilang-kilang yang beroperasi di Indonesia tidak dirancang untuk mengolah minyak dalam negeri, karena dahulu minyak Indonesia yang terkenal kualitasnya bagus yaitu rendah Sulfur dan Nitrogen di ekspor dengan harga tinggi, kemudian untuk kilang nasional disuplai dengan impor yang harganya jauh lebih murah dengan kualitas minyak mentah lebih rendah. Devisa negara ditingkatkan dari peningkatan produksi minyak sehingga keberlanjutan bisnis impor minyak tetap terjaga. Sehingga para pengusaha importir minyak tidak perlu khawatir kehilangan bisnis.
Demikian juga dengan perubahan LPG menjadi gas alam. Pengusaha Importir LPG dapat mengkonversi bisnisnya menjadi supplier gas alam dan bahkan bisa kerjasama sampai refill gas alam ke dalam tabung.
Kembali pada filosofi no need to re-invent the wheel, maka seluruh sistem, jalur dan sendi-sendi eksisting yang sudah ada dapat didayagunakan, sehingga program kemandirian energi Indonesia dapat dilaksanakan dengan secepatnya secara berkelanjutan.
Apakah bisnis yang berhubungan dengan pemboran dan eksplorasi dirugikan? Jawabanya adalah tidak dirugikan, justru diuntungkan. Karena bila tanpa tambahan cadangan maka pemboran sumur baru seberapa banyakpun tidak meningkatkan produksi minyak, namun dengan penambahan cadangan baru maka pemboran akan memperoleh tambahan produksi minyak yang ekonomis sehingga keekonomian sumur yang dibor baru tersebut menjadi ekonomis.
Demikian juga dengan eksplorasi, peningkatan pendapatan dari peningkatan produksi minyak untuk perusahaan akan meningkatkan dana perusahaan minyak sehingga semakin banyak dapat melakukan kegiatan eksplorasi yang lebih masif untuk memperoleh lapangan-lapangan migas baru menuju penemuan giant field.
Mewujudkan Kemerdekaan Indonesia Melalui Kemandirian Energi
Kemampuan teknologi yang sudah terbukti alias proven untuk mengkonversi unrecoverable resource menjadi cadangan sehingga dapat meningkatkan produksi minyak untuk memenuhi konsumsi minyak Indonesia sehingga kemandirian energi dapat dicapai.
Kemampuan teknologi yang terbukti untuk mengkonversi gas alam ke dalam tabung seperti LPG dengan tekanan yang mendekati LPG dapat mensubstitusi konsumsi LPG sehingga mencapai kemandirian energi terutama pada sektor rumah tangga masyarakat.
Pengusaha importir minyak tetap dapat melaksanakan bisnisnya bahkan devisa untuk minyak diamankan yang diperoleh dari peningkatan produksi minyak, sehingga tidak memberatkan cadangan devisa negara. Karena itu, tidak perlu melakukan hal-hal yang kontraproduktif yang justru dapat merugikan bisnis para importir itu sendiri.
Demikian juga dengan bisnis pemboran dan eksplorasi tidak perlu khawatir dengan peningkatan cadangan dan produksi dari sumur-sumur yang ada karena peningkatan cadangan dan produksi justru akan mendorong keekonomian untuk pemboran sumur-sumur baru dan kegiatan eksplorasi yang lebih masif. Sehingga semua pihak dapat bekerjasama bahu membahu untuk mencapai kemandirian energi karena semua pihak mendapat keuntungan dari peningkatan cadangan dan produksi minyak.
Bila peningkatan produksi dan cadangan minyak serta konversi LPG menjadi gas alam dapat dicapai, maka negara dan bangsa Indonesia diharapkan dapat mencapai kemandirian energi yang juga menghasilkan kemandirian pangan kemudian kemandirian ekonomi sehingga pokok dan cicilan hutang dapat terbayar dan memperoleh tambahan pendapatan negara.
Marilah seluruh komponen bangsa bahu membahu secara bersama sama sehingga bangsa dan negara Indonesia mampu mencapai kemandirian. Sehingga kemandirian tersebut akan mewujudkan kemerdekaan hakiki bangsa dan negara Indonesia yang berdaulat penuh. Selamat memperingati kemerdekaan Indonesia yang ke-80.*
EDITOR: REYNA
Related Posts

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan

Gerbang Nusantara: Jatim Kaya Angka, Tapi Rakyat Masih Menderita

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

“Purbayanomics” (3), Tata Kelola Keuangan Negara: Terobosan Purbaya

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon

Habil Marati: Jokowi Mana Ijasah Aslimu?

Misteri Pesta Sabu Perangkat Desa Yang Sunyi di Ngawi: Rizky Diam Membisu Saat Dikonfirmasi



No Responses