ZONASATUNEWS.COM, SULBAR – Kelompok Masyarakat Kabupaten Pasangkayu-Sulawesi Barat mengajukan surat ke DPR RI, Komisi II DPR, dan Komisi IV DPR. Mereka minta audiensi (bertemu) untuk melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Pasangkayu, anak perusahaan PT Astra Agro Lestari (Astra Internasional). Menurut pengakuan Dedi Sordirman Lasadindi, surat telah dikirimkan via pos hari ini, Senin (13/11/2023).
Mereka menilai PT Pasangkayu melakukan pelanggaran HAM dan kejahatan lingkungan. Perusahaan yang bergerak dalam perkebunan kelapa sawit itu memperoleh izin Pelepasan kawasan hutan dari kementerian Kehutanan nomor 98/kpts-II/1996 hanya seluas 5.008 Hektar. Akan tetapi di lapangan mengelola hampir 14.000 Hektar.
Jadi ada kelebihan sekitar 8992 Hektar atau hampir 9.000 Hektar. Ini sangat jelas melakukan pelanggaran HAM yaitu merampas wilayah kelola rakyat.
“Kami menyurat ke DPR RI. Agar wakil rakyat bisa memanggil Pemerintah dan Korporasi duduk bersama untuk mengembalikan wilayah kelola rakyat yang masih di kuasai PT Pasangkayu. Seperti Plasma dan lainnya,” kata Dedi Soedirman Lasadindi, Aktivis HAM Pendamping Kelompok Masyarakat disana.
Kronologi izin PT Pasangkayu
PT Pasangkayu (Astra Group) dengan surat tertanggal 14 April 1987 Nomor DIR/231/PK/87 dan surat tertanggal 14 April 1992 No 50/DD II/AAN/92 mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan yang berada dalam kelompok hutan di S Pasangkayu, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Selatan.
Permohonan tersebut disetujui oleh Menteri Kehutanan dengan surat tertanggal 26 Juli 1990 Nomor 1300/Menhut-II/1990 dan tanggal 13 Februari 1993 No.239/Menhut-II/1993. Penyebabnya karena termasuk dalam hutan produksi.
“Namun Menteri Kehutanan baru secara resmi mengeluarkan Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH) pada tahun 1996, melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 98/Kpts-II/1996, tentang pelepasan sebagian kawasan hutan yang berada di lokasi tersebut. lokasinya, seluas 5000 Ha untuk budidaya perkebunan kelapa sawit atas nama PT Pasangkayu (Astra Group),” jelas Dedi.
Luas hutan yang dapat dilepaskan seluas 5.008 hektar, terdiri dari: 3.263 dan 1.745 hektar.
“Peraturan Menteri Kehutanan juga mengatur hal-hal yang tidak termasuk dalam pelepasan, antara lain: Tanah yang telah menjadi hak milik, desa, tegalan, sawah atau telah ditempati dan digarap oleh pihak ketiga, maka tanah tersebut tidak termasuk dalam pelepasan,” papar Dedi.
Permintaan Masyarakat
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan sebagaimana disebutkan di atas, sebenarnya ada lahan yang dikelola oleh masyarakat setempat. Lahan tersebut ditanami sagu, kakao, jeruk, pisang, dan padi sawah serta tanaman lain yang menjadi sumber penghidupan.
“Tanah tersebut tidak termasuk dalam pelepasan sebagaimana dimaksud dalam pasal peraturan menteri kehutanan tersebut,” jelasnya.

Kelompok Masyarakat Tomogo duduki lahan Wilayah Kelola Masyarakat seluas 748 ha, Jumat (20/10/2023). Lahan itu telah dirampas secara tidak sah sejak tahun 1990 oleh PT Pasangkayu, anak Perusahaan PT Astra Agro Lestari, dijadikan kebun kelaa sawit.
Namun faktanya PT Pasang Kayu mengabaikan aturan dan melanggar hukum, khususnya Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana disebutkan di atas. PT Pasangkayu tetap menggarap lahan yang dikecualikan tersebut.
“PT Pasangkayu bisa dikatakan “merampas secara ilegal” lahan milik masyarakat untuk dijadikan lahan budidaya perkebunan kelapa sawit,” tegas Dedi.
Oleh karena itu masyarakat sangat dirugikan, karena kehilangan lahan yang telah mereka garap untuk penghidupan mereka bertahun-tahun sebelumnya.
Akhirnya masyarakat melakukan perlawanan untuk mendapatkan haknya kembali. Perlawanan ini sudah berlangsung sejak tahun 1990, ketika tanah mereka diambil alih secara paksa (disita).
“Anehnya, meski izin IPKH PT Pasangkayu baru diterbitkan pada tahun 1996, namun telah menanam kelapa sawit sejak tahun 1990,” paparnya.
Melanggar Hukum
PT Pasangkayu, anak perusahaan PT Astra Agro jelas-jelas melakukan pelanggaran hukum.
Berdasarkan kronologi di atas, jika dianalisa secara sederhana, PT Pasang Kayu sebenarnya dan terang-terangan melakukan perbuatan melawan hukum. Sebab mengambil lahan atau kawasan kelola milik masyarakat, yang tidak termasuk dalam kawasan izin pelepasan kawasan hutan.
“Dengan kata lain, merampas wilayah yang dikelola oleh rakyat dan mengelola di luar konsesi atau mengelola di luar izin Pemerintah,” ujar Dedi.
PT Pasangkayu juga merambah kawasan hutan yang di jadikan perkebunan kelapa sawit atau menanam kelapa sawit dalam kawasan hutan, yang tidak menjadi haknya.
Dedi meminta seluruh pemangku kepentingan harus mendesak PT Pasangkayu untuk mengembalikan kawasan kelolaan rakyat dan membangun perkebunan plasma serta melakukan restorasi lingkungan.
Dalam suratnya itu Kelompok Masyarakat Kabupaten Pasangkayu, Provinsi Sulawesi Barat memohon AUDIENSI dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menyelesaikan berbagai konflik dan masalah di Kabupaten Pasangkayu, Provinsi Sulawesi Barat. Dengan menghadirkan pihak terkait seperti: Komisi II DPR, Komisi IV DPR, Kementerian terkait, Komnas HAM, Ombudsman RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung RI, Kepala Polisi RI, Para Pemerhati HAM dan Lingkungan, serta Direksi PT Astra Agro Lestari dan Direktur Utama PT Pasangkayu.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Guru Al-Qur’an SD Khazanah Ilmu Raih Hadiah Umroh Setelah Menjuarai Lomba Pembelajaran BTQ Inovatif
Pangeran Sambernyawa Seorang Tasawuf
Turki menduduki peringkat ke-3 di Eropa untuk peningkatan kapasitas energi angin darat
Iran tanggapi ancaman Trump: Akhiri dukungan untuk Israel, hentikan pembunuhan warga Yaman
Mengejar 2.000 Wajib Pajak: Solusi yang Keliru dalam Menghadapi Krisis Penerimaan Pajak?
Saat Gen-Z Mengibarkan Bendera Putih (Atau Hitam?)
Dwi Fungsi APRI, Kekaryaan ABRI, Dan Supremasi Sipil
Membayangkan Pemerintahan Prabowo Seperti Keluar Dari Kolonialisme
Urun Rembug Tentang Revisi UU TNI
Kamu Bebas Mengkritik Siapapun, Kecuali Israel
No Responses