Oleh: Salamudin Daeng
Kasus antrean LPG menuntut pemerintah dan pertanian membenahi struktur distribusi LPG. Mulai dari Ijin LPG itu dari agen sampai pangkalan yang itu merupakan wewenang Pertamina. Sangat sulit mendapatkan ijin sebagai distributor LPG, mulai dari SPBE, AGEN sampai pangkalan, biaya sangat mahal dan persyaratan sangat ketat. Hanya pihak pihak yang terlatih dengan keras yang dapat memperoleh ijin sebagai distributor LPG dan uangnya harus cukup.
Mengenai antrean LPG 3 kg baru baru ini seharusnya dalam era digitalisasi antrean itu tampaknya tidak mungkin semasiv yang siberitakan, karena dari pangkalan bisa dagang keliling langsung ke rumah rumah penduduk. Kecuali kalau pangkalan sengaja menahan LPG agar terjadi huru-hara itu beda urusan. Ini bisa saja terjadi sebagai strategi mereka menolak kebijakan Pemerintah. Namun kecurigaan ini agak berlebihan.
Paling mungkin adalah usaha melanggengkan permainan harga LPG 3 kg. Kita tau bahwa margin mulai dari agen, pangkalan itu sangat kecil. Lalu pangkalan dapat bermain dengan pengecer-pengecer. Kita tidak tau bagaimana kesepakatan mereka soal harga dari agen ke pangkalan dan dari pangkalan ke pengecer. Namun yang jelas harga di konsumen sangat jauh dibandingkan harga yang ditetapkan pemerintah. Per tabung LPG 3 kg selisihnya bisa 20-30 ribu atau 2 kali sampai 3 kali harga yang ditetapkan pemerintah.
Tapi semua itu kewenangan dan pendataannya ada di Pertamina. Perusahaan Pertamina melakukan digitalisasi subsidi LPG 3 kg untuk mengantisipasi setiap kecurangan dan memperlancar rantai supply mulai dari SPBE sampai dengan pangkalan. Namun pertamina tidak memiliki data pengecer karena pengecer bukan bagian dari struktur resmi. Pertamina perlu menbuka nama dan alamat SPBE, agen dan pangkalan seluruh Indonesia melalui fasilitas digitalisasi. Sampai sekarang data data ini masih tertutup.
Ada kemungkinan begini dalam kasus LPG 3 kg baru baru ini. Sepertinya ada perintah dari Sri Mulyani kepada ESDM untuk mengontrol distribusi LPG dan kerbenaran datanya. Barangkali saat itu Sri Mulyani sedang menghadapi tim debt collector dari pertamina yang sedang menagih utang subsidi dan kompensasi kepada pemerintah dalam hal ini kepada Menkeu. Mungkin tagihan Pertamina dianggap terlalu besar. Lalu Sri Mulyani minta tolong kepada menteri Bahlil untuk mengecek benar tidak jumlah yang ditagih oleh pertamina tersebut. Lalu muncullah strategi ini.
Sebagaimana diketahui harga resmi dari pemerintah LPG 3 kg adalah 12.750 per tabung. Namun harga di lapangan yang diterima masyarakat tidak sebesar itu. Harganya 2 kali sampai 3 kali lebih mahal. Secara faktual. Masyarajat tidak pernah mendapatkan harga LPG subsidi 3 Kg. Secara keseluruhan subsidi LPG 3 kg mecapai 80 triliun rupiah. Seharusnya ini dapat diterima oleh masyarajat agar membantu daya beli masyarakat.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Perputaran Roda Kehidupan: Zona Ujian Vs Zona Nyaman
Pengamat Politik Boni Hargens Dukung Jokowi Tempuh Jalur Hukum Terkait Tudingan Ijazah Palsu: Ini Pelajaran Berdemokrasi
Prabowo Bersikap Bijak Atas Usulan Forum Purnawirawan Prajurit TNI Untuk Makzulkan Gibran
Pengamat Politik Anggap Prabowo Lakukan Blunder Utus Jokowi ke Vatikan
Viral Curhatan Polos Bocah SD ke Prabowo Soal Jalan Rusak Berlumpur: Kapan Jalan Dibangun, Pak?
Dua Pencaker yang Viral Terjatuh ke Parit saat Hendak Wawancara Diterima Bekerja di PT Letsolar
Aksi Seru Siswa-Siswi Indonesia Viral Tiru Rapper AS Kendrick Lamar ‘They Not Like Us’
Jumbo Tembus 6,3 Juta Penonton, Geser Dilan 1990 Jadi Film Ke-5 Paling Laris di Indonesia
Bali International Hospital Harus Hadirkan Layanan Kesehatan Bertaraf Dunia
Wakil Ketua Komisi IX Yahya Zaini angkat bicara mengenai praktik perusahaan yang menahan ijazah karyawan
No Responses