Pahlawan Kesiangan

Pahlawan Kesiangan
Roy Suryo, Rismon, Tifa

Oleh: Muhammad Chirzin

Ungkapan “Pahlawan Kesiangan” memiliki makna yang cukup menarik. Secara harfiah, “kesiangan” berarti terlalu lama tidur atau bangun terlambat. Namun, dalam konteks ungkapan ini, “Pahlawan Kesiangan” merujuk pada seseorang yang baru bertindak atau menunjukkan keberaniannya setelah masalah atau situasi kritis berlalu.

Jadi, ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan orang yang terlambat dalam mengambil tindakan atau memberikan bantuan, sehingga kesempatan untuk membuat perbedaan sudah hilang. Mereka baru muncul ketika situasi sudah aman atau masalah sudah teratasi, sehingga tindakan mereka tidak lagi berarti atau efektif.

Contoh penggunaan ungkapan ini adalah: “Dia baru datang membantu setelah kebakaran padam, pahlawan kesiangan!”

Jadilah pahlawan di masa damai; menjadi pribadi yang melimpah, rela berkorban untuk sesama!

Prof Muhammad Chirzin bersama RRT (Roy, Rismon, Tifa)

Menjadi pahlawan di masa damai memang lebih berat, karena tidak ada sorotan atau pujian, tapi justru di situlah letak keikhlasan dan keberanian sejati.

Kita semua bisa menjadi pribadi yang melimpah, bukan hanya dalam hal materi tapi juga kasih sayang, waktu, dan energi untuk orang lain. Seperti kata pepatah, “Give and you shall receive” — semakin kita memberi, semakin banyak yang kita dapat.

Contoh pahlawan di masa damai yang menginspirasi dalam konteks kekinian: Trio RRT Roy, Rismon Tifa melawan kepalsuan dan ketidakjujuran!

Trio RRT yang terdiri dari Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr. Tifaauzia Tyassuma sedang gencar-gencarnya menyoroti isu dugaan ijazah palsu milik Presiden Joko Widodo. Mereka bahkan telah menulis buku berjudul “JOKOWI’S WHITE PAPER” yang berisi hasil penelitian tentang dugaan ijazah palsu tersebut.

Dr. Tifa sendiri menyatakan bahwa ancaman penjara tidak akan membuatnya bungkam, dan ia siap berjuang melalui jalur hukum untuk membela diri dari tuduhan yang dilayangkan oleh pihak istana. Dukungan terhadap Roy Suryo, dr. Tifa, Rismon Sianipar, dan Rizal Fadilah juga semakin meluas, dengan banyak tokoh masyarakat dan civil society yang memberikan dukungan atas perjuangan mereka menghadapi Presiden Joko Widodo terkait kasus dugaan ijazah palsu.

TRIO RRT dkk telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya atas kasus Ijazsh Palsu Jokowi. Kata Prof. Jimly dan Mahfud MD, bhw mereka tidak dapat dihukum sebelum terbukti secara terang benderang ijazah Jokowi asli. Kalau terbukti palsu, maka Polisi harus mengembalikan nama baik mereka.

Trio RRT yang terdiri dari Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr. Tifaauzia Tyassuma memang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya atas kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo. Namun, pernyataan Prof. Jimly dan Mahfud MD menunjukkan bahwa proses hukum masih harus berjalan dan belum ada keputusan yang pasti.

Pendapat saya adalah proses hukum harus tetap berjalan dengan transparansi dan keadilan. Jika terbukti bahwa ijazah Jokowi asli, maka Trio RRT harus bertanggung jawab atas tuduhan yang mereka lontarkan. Sebaliknya, jika terbukti bahwa ijazah Jokowi palsu, maka Polisi harus mengembalikan nama baik Trio RRT dan menjunjung tinggi keadilan.

Dapatkah Rakyat Indonesia mempercayai aparat kepolisian dan pengadilan atas kasus yg tlh berlarut larut ini?

Kepercayaan rakyat terhadap aparat kepolisian dan pengadilan memang sedang diuji, dan ini adalah momen yang kritis bagi institusi negara untuk menunjukkan integritas dan profesionalisme mereka.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan rakyat, seperti transparansi, akuntabilitas, dan independensi aparat penegak hukum. Jika proses hukum dapat berjalan dengan adil, transparan, dan tanpa intervensi politik, maka kepercayaan rakyat dapat terjaga.

Namun, jika ada indikasi bahwa proses hukum dipengaruhi oleh kepentingan politik atau kekuatan lain, maka kepercayaan rakyat dapat terkikis. Oleh karena itu, sangat penting bagi aparat kepolisian dan pengadilan untuk menjalankan tugas mereka dengan integritas dan profesionalisme, serta memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan tanpa pandang bulu.

Jimly Asshiddiqie

Dalam kasus ini, pernyataan Prof. Jimly dan Mahfud MD tentang pentingnya transparansi dan keadilan dapat menjadi contoh bagi aparat penegak hukum untuk menjalankan tugas mereka dengan baik. Kita tunggu saja hasil penyelidikan dan keputusan hukum yang adil.

Jika ijazah Jokowi terbukti palsu, konsekuensinya sangat besar. Secara teori, status Jokowi sebagai presiden akan batal demi hukum. Semua produk hukum yang ditandatangani atau disahkan oleh beliau juga menjadi tidak sah, mulai dari pengangkatan menteri, pengesahan undang-undang, penunjukan hakim Mahkamah Konstitusi, hingga penetapan APBN.

Efeknya akan seperti gempa hukum besar yang menghancurkan fondasi negara dari bawah sampai atas. Bayangkan, seluruh kebijakan negara dari pengangkatan menteri, penetapan APBN, hingga perjanjian internasional dianggap tidak sah. Semua pejabat, dari gubernur hingga menteri, diklaim tidak memiliki legitimasi.

Dalam konteks pidana, Jokowi bisa diberi efek jera jika tuduhan ijazah palsu terbukti benar. Namun, secara konstitusional, Jokowi telah terpilih dan dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia dua kali melalui pemilu yang sah.

Faktanya, ijazah Jokowi yg masih menjadi teka-teki telah memakan korban: Bambang Tri dan Gus Nur. Fairkah pengadilan yg telah menghukum penjara atas mereka? Apakah keputusan Polda Metro Jaya mentersangkan RRT dkk tidak batal demi hukum?

Faktanya, kasus ijazah palsu Jokowi memang telah memakan korban, seperti Bambang Tri Mulyono dan Sugi Nur Raharja (Gus Nur), yang telah divonis penjara karena menyebarkan berita bohong terkait ijazah Jokowi.

Mengenai keputusan Polda Metro Jaya untuk menetapkan Trio RRT (Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr. Tifaauzia Tyassuma) sebagai tersangka, proses hukum masih berjalan dan belum ada keputusan yang pasti. Jika proses hukum dapat berjalan dengan adil, transparan, dan tanpa intervensi politik, maka keputusan Polda Metro Jaya tidak batal demi hukum.

Namun, jika ada indikasi bahwa proses hukum dipengaruhi oleh kepentingan politik atau kekuatan lain, maka keputusan Polda Metro Jaya dapat dipertanyakan. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus menjalankan tugas mereka dengan integritas dan profesionalisme, serta memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan tanpa pandang bulu.

Prof. Jimly dan Mahfud MD sudah menyatakan bahwa RRT dkk tidak bisa diadili sebelum dibuktikan status Ijazah Jokowi, maka apakah keputusan Polda Metro Jaya tidak harus dibatalkan dulu sebelum proses penegakan hukum dilanjutkan?

Prof. Jimly dan Mahfud MD berpendapat bahwa proses hukum terhadap RRT dkk harus menunggu hasil penyelidikan tentang keaslian ijazah Jokowi.

Namun, proses hukum di Indonesia memiliki hierarki dan independensi yang berbeda-beda. Polda Metro Jaya memiliki wewenang untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka berdasarkan bukti yang cukup, dan kemudian proses hukum akan berjalan di pengadilan.

Jika proses hukum dapat berjalan dengan adil, transparan, dan tanpa intervensi politik, maka keputusan Polda Metro Jaya tidak harus dibatalkan. Namun, jika ada indikasi bahwa proses hukum dipengaruhi oleh kepentingan politik atau kekuatan lain, maka keputusan Polda Metro Jaya dapat dipertanyakan.

Dalam konteks ini, pernyataan Prof. Jimly dan Mahfud MD dapat dianggap sebagai pendapat ahli yang dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh aparat penegak hukum. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan pengadilan.

Kepolisian tidak memiliki wewenang untuk menentukan dan memutuskan bahwa ijazah Jokowi asli atau palsu. Wewenang untuk menentukan keaslian ijazah berada di tangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan lembaga yang berwenang lainnya.

Kepolisian hanya memiliki wewenang untuk menyelidiki dan mengumpulkan bukti terkait dengan kasus yang sedang diselidiki, termasuk kasus ijazah palsu. Jika Kepolisian menemukan bukti yang cukup, maka mereka dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka dan melanjutkan proses hukum ke pengadilan.

Proses hukum harus berjalan dengan adil, transparan, dan tanpa intervensi politik. Jika ada indikasi bahwa proses hukum dipengaruhi oleh kepentingan politik atau kekuatan lain, maka keputusan Kepolisian dapat dipertanyakan.
Dalam konteks ini, pernyataan Prof. Jimly dan Mahfud MD tentang pentingnya transparansi dan keadilan dapat menjadi contoh bagi aparat penegak hukum untuk menjalankan tugas mereka dengan baik.

Jimly dan Mahfud tampaknya bermain dua kaki dlm masalah Ijazah Jokowi. Saya lebih sependapat dengan pandangan Ketua Dewan Pers Prof. Komaruddin Hidayat, bahwa tidak pada tempatnya masalah Ijazah dibawa ke kepolisian dlm ranah pidana.

Pernyataan Prof. Komaruddin Hidayat tentang tidak pada tempatnya masalah ijazah dibawa ke kepolisian dalam ranah pidana memang memiliki dasar yang kuat. Dewan Pers memiliki pandangan bahwa masalah ijazah lebih tepat dibahas dalam ranah administrasi dan pendidikan, bukan dalam ranah pidana.

Pendapat Prof. Komaruddin Hidayat dapat dijadikan sebagai salah satu pandangan yang perlu dipertimbangkan. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan pengadilan dan aparat penegak hukum lainnya.

Proses hukum yang berjalan ini dikatakan sah secara hukum, karena Polda Metro Jaya telah menetapkan Rismon Sianipar sebagai tersangka berdasarkan bukti yang cukup. Namun, Rismon Sianipar telah melaporkan bahwa tuduhan melakukan rekayasa atas dokumen/kopi ijazah Jokowi itu tidak berdasar.

Rismon Sianipar telah mengambil langkah hukum dengan mengajukan praperadilan dan gugat balik Polda Metro Jaya sebesar Rp126 triliun atau satu tahun anggaran Polri jika terbukti tidak bersalah.

Solusinya adalah proses hukum harus tetap berjalan dengan transparan dan adil, sehingga kebenaran dapat terungkap. Rismon Sianipar juga dapat membuktikan kebenarannya melalui proses hukum yang berjalan. Jika Rismon Sianipar terbukti tidak bersalah, maka Polda Metro Jaya harus bertanggung jawab atas tuduhan yang salah. Sebaliknya, jika Rismon Sianipar terbukti bersalah, maka ia harus menerima konsekuensi hukum yang berlaku.

Wait and see!

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K