Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Kalau kita mendengar kata lobi politik maka secara umum referensi kita mengarah pada keberadaan dan kegiatan lobi politik yang berada di Amerika Serikat. Kebijakan luar negeri Amerika Serikat tentang hubungan abadinya dengan Israel misalnya tidak terlepas dari hasi lobi-lobi kelompok Yahudi di negeri Paman Sam ini.
Kegiatan lobi politik di Amerika Serikat ini adalah aktivitas berbayar di mana kelompok-kelompok kepentingan khusus mempekerjakan pengacara, ahli politik, ahli bisnis profesional dimana mereka ini mempengaruhi perdebatan undang-undang di badan pembuat keputusan seperti Kongres Amerika Serikat.
Tentu saja kegiatan ini sering dianggap negatif oleh jurnalis dan publik Amerika; mereka menganggap kegiatan lobi ini sebagai bentuk penyuapan dan bahkan pemerasan. Namun perlu diketahui di Amerika Serikat kegiatan lobi itu tunduk pada aturan kompleks yang, jika tidak diikuti, dapat menyebabkan hukuman termasuk penjara. Lobi telah ditafsirkan oleh putusan pengadilan sebagai kebebasan berbicara yang dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi AS.
Kegiatan lobi berlangsung di setiap tingkat pemerintahan: pemerintah federal, negara bagian, kabupaten, kota, dan lokal. Di Washington D.C. pelobi biasanya menargetkan anggota Kongres, meskipun ada upaya untuk mempengaruhi pejabat lembaga eksekutif serta orang yang ditunjuk Mahkamah Agung. Lobi dapat memiliki pengaruh kuat pada sistem politik.
Lobi politik di AS sudah menjadi sebuah industry khusus dimana jumlah pelobi di Washington diperkirakan lebih dari 12.000 yang tergabung dalam lebih kurang dari 300 perusahaan. Dalam perkembangannya para pelobi ini menggunakan “strategi yang semakin canggih” untuk mengaburkan aktivitas mereka.
Keberadaan dan kegiatan lobi politik di Indonesia berbeda dengan yang ada di Amerika Serikat itu dimana tidak ada kantor khusus yang menangani kegiatan lobi politik. Namun jelas memang ada kelompok lobi yang ada di partai politik, bahkan ada akademisi, pebisnis terkenal dsb dan saat ini bahkan ada di kelompok yang dibayar seperti para buzzer dan influencer. Perusahaan-perusahaan besar baik BUMN maupun swasta kadang menggunakan kegiatan lobi politik ini untuk mempengaruhi pembuatan undang-undang tertentu di DPR.
Masyarakat luas di negeri kita ini mengetahui bahwa pada tanggal 22 April 2024 lalu Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 01 dan 03 dimana dalam amar putusan, Mahkamah menolak seluruh permohonan kedua kubus ecara keseluruhan. Keputusan MK itu bersifat “legal and binding” yang bermakna syah dan mengikat semua pihak untuk mentaati.
Pasca keputusan MK itu kita semua menyaksikan mulai gencarnya kegiatan lobi politik yang dilakukan partai politik terutama dari kubu calon presiden dan wakil presiden yang dinyatakan menang yaitu kubu 02, pak Prabowo dan mas Gibran. Kegiatan lobi politik ini hampir sama dengan yang ada di Amerika Serikat itu yaitu untuk mempengaruhi lawan-lawan politik (dan masyarakat) agar tidak melanjutkan kekecewaannya kalah dalam upaya hukumnya di MK.
Publik tidak semua tahu kegiatan lobi tersebut karena seringkali dilakukan dalam kegiatan yang tertutup untuk publik. Kalau toh ada kegiatan yang terbuka biasanya dilakukan dalam acara “sarapan pagi”, “makan malam” antara para petinggi negara ini dengan petinggi partai politik.
Publik ditunjukkan betapa mesranya para petinggi itu- saling cipika cipiku – dan mengatakan betapa lezatnya hidangan yang disuguhkan. Tentu rakyat diyakinkan bahwa pertemuan lobi itu adalah acara silaturahim biasa dan masing-masing pihak sudah sepakat agar bangsa ini tetap“move on”, meneruskan persahabatan sesama anak bangsa demi kemajuan dan persatuan negara ini.
Masyarakat luas yang tidak menaruh perhatian pada kegiatan politik karena fokus bagaimana mendapatkan bahan makan yang murah, bagaimana bisa menyekolahkan anak-anaknya, bagaimana bisa mendapatkan akses kesehatan dsb – tentu tidak mengetahui hasil kegiatan lobi politik itu misalkan soal bagi-bagi kekuasaan, siapa yang nanti masuk kabinet akan datang, siapa yang akan mendapatkan keuntungan/saham bisnis, siapa yang akan ditunjuk sebagai komisaris BUMN besar dan sebagainya.
Itulah politik.
Editor : Reyna
Related Posts

Penasehat Hukum RRT: Penetapan Tersangka Klien Kami Adalah Perkara Politik Dalam Rangka Melindungi Mantan Presiden Dan Wakil Presiden Incumbent

Negeri di Bawah Bayang Ijazah: Ketika Keadilan Diperintah Dari Bayangan Kekuasaan

Novel “Imperium Tiga Samudra” (11) – Dialog Dibawah Menara Asap

Wawancara Eksklusif Dengan Kol (Purn) Sri Radjasa Chandra (3-Tamat): Korupsi Migas Sudah Darurat, Presiden Prabowo Harus Bertindak!

Wawancara Eksklusif Dengan Kol (Purn) Sri Radjasa Chandra (2): Dari Godfather ke Grand Strategi Mafia Migas

Wawancara Eksklusif dengan Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra (1): “The Gasoline Godfather” Dan Bayangan di Balik Negara

Republik Sandiwara dan Pemimpin Pura-pura Gila

Jokowi Dan Polisi Potret Gagalnya Reformasi

Off The Record

Novel “Imperium Tiga Samudra” (10) – Perang Para Dewa



No Responses